Berjuang Sebagai Khalifah
Oleh : Albar Santosa Subari
ASSAJIDIN.COM — Di negara kita, dikenal istilah demokrasi – suatu pemerintahan yang dalam pembentukan nya dijalankan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, negara ini terbentuk atas kesepakatan bersama yang idenya berasal dari rakyat dan dalam pemerintahan nya juga dikendalikan oleh rakyat serta tujuan nya adalah untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Begitu pula dalam hubungannya antara manusia dengan Tuhan, melakukan demokrasi yang saling mengikat janji. Istilah Cak Nur disebut sebagai perjanjian primordial..
Yaitu suatu pemerintahan spiritual dunia akhirat. Di mana Tahun sebagai Penguasa, sedangkan manusia sebagai Khalifah di muka bumi.
QS. Fathir : 39 yang artinya Dia-lah yang menjadikan kamu Khalifah Khalifah di muka Bumi..
Dengan pemerintahan nya yang dibekali dengan hati nurani, akal dan hawa nafsu. Manusia harus mampu mengendalikan dan menjalankan serta mensejahterakan rakyat dari berbagai golongan, seperti mata, hidung, telinga, mulut, tangan, kaki dan kepala.
Kemudian pada masa akhir jabatan nya saat meninggal dunia, manusia harus melaporkan pertanggungjawaban nya sebagai Khalifah di Mahkamah Keadilan Sang Adil, ALLAH..
Suatu ilustrasi: suatu hari Sultan berjalan mengelilingi kota. Setiap orang membungkuk padanya kecuali seorang Darwis tua. Sang Darwis tua itu tetap duduk dan terus berzikir kepada Tuhan sembari memutar tasbih. Sultan berhenti dari memanggil Darwis itu agar menghampirinya.
Sultan bertanya: mengapa kau tidak membungkuk padaku ketika orang orang membungkuk?
Darwis tersebut menjawab, Orang lain takut kepada kekuasaan mu dan menginginkan hartamu.
Pantaslah jika mereka membungkuk padamu. Aku hanya TAKUT pada ALLAH.
Aku hanya mendambakan anugerah Nya untuk ku. Jadi, tidaklah pantas aku membungkuk kepada mu.
Dang Sultan merasa tersinggung, tetapi Darwis tersebut melanjutkan jawabannya, Selain itu, seorang manusia yang bebas tidak boleh membungkuk pada seorang budak. Wajah sultan memerah dan memucat karena marah. Para prajuritnya mulai menghunus pedang mereka.
Dengan tenang sang Darwis menukas, Anda tahu, Anda masih menjadi budak dari kemarahan dan kehormatan anda, sementara aku telah membebaskan diri dari dominasi egoku dan sifat hewani ku.
Sultan kemudian menyuruh prajuritnya pergi. Tinggal kan ia sendiri. Ia hamba Allah dan berada di luar kekuasaan ku.
Dari cerita fiksi ini, ketahuilah bahwa pemimpin tidak hanya seorang presiden, raja, Sultan atau hingga ke tingkatan paling bawah ketua Rukun Tetangga dan atau kepala rumah tangga. Memang semua jabatan itu adalah pemimpin.
Hanya saja, sebelum kita menjadi pemimpin seperti dijelaskan di atas, kita harus tahu bahwa meskipun kita tidak menjabat sebagai presiden, menteri, gubernur hingga ketua rukun tetangga atau yang belum menikah sekali pun agar menjadi kepala keluarga, seharusnya kita sadar bahwa kita semua adalah pemimpin, yaitu pemimpin bagi dirinya sendiri.
Setiap orang dari kamu adalah pemimpin dan kamu bertanggung jawab terhadap kepemimpinan itu.
Hal yang harus dicantumkan baik baik. Kalau kita baik dalam me-manage atau memimpin diri kita sesuai dengan tempat nya, dapat memimpin bagaimana agar hati kita tenang, akal kita tenang, akal kita makin cerdas untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk, hawa nafsu kita terkendali serta didukung oleh panca indera kita – yang merupakan rakyat kita, paling tidak kita sudah berhasil memimpin diri kita dari dalam sebelum kita memimpin ke luar dengan memegang jabatan apa pun di masyarakat.
Jika anda sudah bisa memimpin diri anda dengan sebaik baiknya mungkin berarti anda dapat disebut sebagai KHALIFAH TUHAN – wakil Citra Tuhan – yakni mewakili sifat sifat kebaikan Tuhan, seperti jujur ( mewakili sifat Tuhan Yang Maha Jujur), kasih sayang ( mewakili sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang), dan sifat Tuhan lainnya berjumlah 99 ( al-asma al-husna).