KAJIANKALAMNASIHAT

Belajar dari Kisah Inspiratif Uwais Al Qarni

ASSAJIDIN.COM — Kisah ini layak diseksamai karena mengandung pelajaran yang tiada ternilai harganya.

Kisah inspiratif yang mengajarkan kepada kita tentang bakti kepada orang tua.

Kisah Uwais Al Qarni yang dikenal sebagai sosok yang sangat berbakti kepada ibunya yang buta dan lumpuh.

Ketulusan dan pengorbanannya dalam merawat sang ibu menjadikan Uwais Al Qarni sebagai teladan bagi umat Islam hingga saat ini.

Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda yang hidup pada masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya di daerah Yaman.

Dia dikenal sebagai seorang yang sangat saleh dan taat beribadah, meskipun tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW.

Nama lengkapnya adalah Uwais bin Amir Al Qarni, dan ia berasal dari suku Qarn yang merupakan cabang dari suku Murad di Yaman.

Uwais Al Qarni lahir dan dibesarkan di sebuah desa kecil bernama Qarn, yang terletak di wilayah Yaman.

Ia hidup pada abad ke-7 Masehi, bertepatan dengan masa kenabian Muhammad SAW.

Meskipun Uwais Al Qarni hidup sezaman dengan Nabi Muhammad SAW, ia tidak pernah berkesempatan untuk bertemu langsung dengan beliau karena kesibukannya merawat ibunya yang sakit.

Dalam berbagai riwayat, Uwais Al Qarni digambarkan sebagai sosok yang sederhana, zuhud (tidak terikat pada dunia), dan memiliki akhlak yang mulia.

Ia dikenal sebagai seorang yang sangat taat beribadah, sering berpuasa, dan menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Meskipun hidupnya dalam kemiskinan, Uwais Al Qarni selalu bersyukur dan tidak pernah mengeluh atas kondisinya.

Keistimewaan Uwais Al Qarni terletak pada baktinya yang luar biasa kepada ibunya.

Ia rela mengorbankan kesempatannya untuk bertemu Nabi Muhammad SAW demi merawat ibunya yang sakit.

Pengorbanan dan ketulusan Uwais Al Qarni inilah yang kemudian membuatnya mendapat pujian langsung dari Nabi Muhammad SAW, meskipun keduanya tidak pernah bertemu secara langsung.

 

Tidak Pernah Mengeluh

Uwais Al Qarni tumbuh dalam lingkungan yang sederhana di pedalaman Yaman.

Ia hidup berdua dengan ibunya yang menderita kelumpuhan dan kebutaan. Ayahnya telah lama meninggal dunia, sehingga Uwais menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga.

Meskipun hidup dalam kesulitan, Uwais tidak pernah mengeluh dan selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala domba milik orang lain.

Pekerjaan ini memungkinkannya untuk tetap dekat dengan rumah sehingga bisa merawat ibunya.

Di sela-sela pekerjaannya, Uwais selalu menyempatkan diri untuk beribadah dan berzikir kepada Allah SWT.

Uwais Al Qarni dikenal sebagai sosok yang sangat sederhana dan zuhud.

Ia tidak tertarik dengan kemewahan duniawi dan lebih memilih untuk hidup dalam kesederhanaan.

Pakaiannya sangat sederhana, bahkan konon hanya memiliki satu jubah yang selalu dipakainya.

Makanannya pun sangat sederhana, seringkali hanya memakan dedaunan dan roti kering.

Meskipun hidup dalam kemiskinan, Uwais Al Qarni memiliki kekayaan batin yang luar biasa.

Ia dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan dan selalu berusaha membantu orang lain yang lebih membutuhkan.

Jika ada kelebihan dari hasil kerjanya, ia tidak segan untuk membagikannya kepada tetangga yang kesusahan.

Keimanan dan ketakwaan Uwais Al Qarni tumbuh sejak usia muda.

Ia mendengar tentang ajaran Islam dari para sahabat Nabi yang berdakwah di Yaman.

Sejak saat itu, Uwais memeluk Islam dengan sepenuh hati dan berusaha menjalankan ajaran agama dengan sebaik-baiknya.

 

Luar Biasa

Salah satu aspek yang paling menonjol dari kehidupan Uwais Al Qarni adalah baktinya yang luar biasa kepada ibunya.

Ibunya yang lumpuh dan buta membutuhkan perawatan intensif, dan Uwais dengan tulus dan sabar merawatnya setiap hari.

Ia rela mengorbankan banyak hal, termasuk kesempatan untuk bertemu Nabi Muhammad SAW, demi merawat ibunya.

Uwais Al Qarni selalu mengutamakan kebutuhan ibunya di atas kebutuhannya sendiri. Ia akan memastikan ibunya makan terlebih dahulu sebelum ia makan.

Jika makanan yang tersedia hanya cukup untuk satu orang, Uwais akan memberikannya kepada ibunya dan memilih untuk berpuasa.

Ia juga selalu memastikan ibunya nyaman dan bersih, memandikan dan mengganti pakaiannya secara teratur.

Suatu hari, ibu Uwais menyampaikan keinginannya untuk pergi haji ke Makkah. Meskipun tahu bahwa perjalanan tersebut sangat sulit dan berbahaya, Uwais tidak menolak keinginan ibunya.

Ia mulai mempersiapkan diri secara fisik untuk bisa menggendong ibunya sepanjang perjalanan dari Yaman ke Makkah.

Untuk melatih kekuatan fisiknya, Uwais membeli seekor anak sapi dan setiap hari menggendongnya naik turun gunung.

Ia melakukan ini selama berbulan-bulan hingga tubuhnya cukup kuat untuk menggendong ibunya.

Setelah merasa siap, Uwais pun memulai perjalanan panjang menuju Makkah dengan menggendong ibunya di punggungnya.

Perjalanan tersebut tentu saja sangat berat dan melelahkan. Namun, Uwais tidak pernah mengeluh atau menyerah.

Ia terus berjalan, menggendong ibunya melewati gurun pasir yang panas dan berbatu.

Akhirnya, setelah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, mereka tiba di Makkah.

Di Makkah, Uwais membantu ibunya melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali.

Ia juga membantunya melakukan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah.

Lihat Juga :  Rumah Zakat Sampaikan Inovasi Digital yang Telah Dibangun, di Ajang World Zakat Forum

Setelah semua ritual haji selesai, Uwais kembali menggendong ibunya untuk perjalanan pulang ke Yaman.

Pengorbanan dan bakti Uwais kepada ibunya ini menjadi teladan yang luar biasa bagi umat Islam hingga saat ini.

 

Bertemu Rasûlullâh SAW

Meskipun Uwais Al Qarni sangat ingin bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk melakukannya karena kesibukannya merawat ibunya.

Namun, suatu hari ibunya memberikan izin kepada Uwais untuk pergi ke Madinah dan menemui Nabi Muhammad SAW.

Dengan hati yang penuh kegembiraan, Uwais memulai perjalanannya ke Madinah.

Perjalanan dari Yaman ke Madinah bukanlah perjalanan yang mudah pada masa itu.

Uwais harus menempuh jarak yang sangat jauh, melewati gurun pasir yang panas dan berbahaya.

Namun, keinginannya yang kuat untuk bertemu dengan Nabi Muhammad SAW membuatnya tetap bersemangat.

Setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan, Uwais akhirnya tiba di Madinah.

Dengan penuh harapan, ia mendatangi rumah Nabi Muhammad SAW. Namun, takdir berkata lain.

Ketika Uwais tiba di rumah Nabi, ternyata beliau sedang tidak ada di tempat.

Nabi Muhammad SAW sedang berada dalam suatu perjalanan atau peperangan.

Uwais bertemu dengan istri Nabi, Aisyah RA, yang menyambutnya dengan ramah.

Aisyah RA menjelaskan bahwa Nabi sedang tidak ada di Madinah dan tidak diketahui kapan akan kembali.

Uwais merasa sangat kecewa, namun ia teringat pesan ibunya untuk segera kembali setelah bertemu dengan Nabi.

Meskipun sangat ingin menunggu kepulangan Nabi Muhammad SAW, Uwais memutuskan untuk mematuhi pesan ibunya.

Dengan berat hati, ia berpamitan kepada Aisyah RA dan memulai perjalanan pulang ke Yaman.

Uwais kembali ke kampung halamannya tanpa pernah bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW yang sangat ia cintai.

Perjalanan Uwais ke Madinah ini menunjukkan betapa besarnya kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW.

Namun, pada saat yang sama, juga menunjukkan betapa kuatnya baktinya kepada sang ibu.

Meskipun sangat ingin bertemu Nabi, Uwais tetap memprioritaskan pesan dan keinginan ibunya.

 

Pujian Nabi 

Meskipun Uwais Al Qarni tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW, namun keistimewaannya diketahui dan diakui oleh Nabi.

Setelah kembali ke Madinah, Nabi Muhammad SAW diberitahu oleh Aisyah RA tentang kedatangan seorang pemuda dari Yaman yang mencarinya.

Nabi Muhammad SAW kemudian menceritakan tentang Uwais Al Qarni kepada para sahabatnya.

Beliau bersabda:

“Sesungguhnya sebaik-baik tabi’in adalah seorang laki-laki yang dipanggil Uwais. 

Ia memiliki seorang ibu dan pernah menderita penyakit belang. Mintalah kepadanya agar ia memohonkan ampunan untuk kalian.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, Nabi Muhammad SAW juga bersabda:

“Akan datang kepada kalian Uwais bin ‘Amir bersama rombongan penduduk Yaman dari suku Murad kemudian dari Qarn. 

Ia menderita penyakit kusta lalu sembuh kecuali sebesar dirham. Ia memiliki seorang ibu yang sangat ia taati. 

Jika ia bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan mengabulkan sumpahnya. 

Jika salah seorang dari kalian bisa memintanya untuk memohonkan ampunan, maka lakukanlah.” (HR. Muslim)

Pujian Nabi Muhammad SAW ini menunjukkan betapa tingginya derajat Uwais Al Qarni di sisi Allah SWT.

Meskipun tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi, Uwais mendapatkan pengakuan dan pujian yang luar biasa.

Hal ini tentu berkaitan erat dengan ketaatannya dalam beribadah dan baktinya yang luar biasa kepada ibunya.

Nabi Muhammad SAW juga menyebutkan bahwa Uwais Al Qarni adalah penghuni langit, bukan penghuni bumi.

Ini menunjukkan betapa tingginya derajat spiritual Uwais, hingga ia lebih dikenal di kalangan para malaikat daripada di kalangan manusia.

Keistimewaan ini tentu tidak didapatkan dengan mudah, melainkan melalui ketaatan, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa.

 

Bertemu dengan Para Sahabat

Meskipun Uwais Al Qarni tidak pernah bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW, namun ia akhirnya bertemu dengan beberapa sahabat utama Nabi.

Pertemuan ini terjadi beberapa tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA.

Umar bin Khattab RA, yang telah mendengar tentang Uwais Al Qarni dari Nabi Muhammad SAW, selalu mencari kehadirannya setiap kali ada rombongan dari Yaman yang datang ke Madinah.

Suatu hari, ketika sebuah rombongan dari Yaman tiba, Umar bertanya apakah ada seseorang bernama Uwais di antara mereka.

Ketika akhirnya menemukan Uwais, Umar bin Khattab RA bersama Ali bin Abi Thalib RA mendatanginya.

Mereka meminta Uwais untuk memperlihatkan telapak tangannya, dan benar saja, mereka menemukan tanda putih yang telah disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Umar bin Khattab RA dan Ali bin Abi Thalib RA kemudian meminta Uwais untuk mendoakan mereka.

Awalnya Uwais menolak, merasa tidak pantas untuk mendoakan para sahabat utama Nabi.

Ia bahkan mengatakan bahwa seharusnya dia yang meminta doa kepada mereka.

Namun, atas desakan Umar dan Ali, akhirnya Uwais bersedia mendoakan mereka.

Setelah itu, Umar bin Khattab RA menawarkan bantuan dan jaminan hidup kepada Uwais.

Lihat Juga :  Nasihat Imam al-Qurtubi Agar Negara Selamat dari Malapetaka

Namun, Uwais dengan rendah hati menolak tawaran tersebut.

Ia berkata, “Hamba mohon agar hari ini saja hamba dikenal orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak dikenal orang lagi.”

Pertemuan ini menunjukkan betapa tingginya derajat Uwais Al Qarni, hingga para sahabat utama Nabi pun meminta doanya.

Namun, di sisi lain juga menunjukkan kerendahan hati dan kezuhudan Uwais yang lebih memilih untuk hidup sederhana dan tidak dikenal.

 

Keistimewaan

Uwais Al Qarni dikenal memiliki beberapa keistimewaan dan karamah (kemuliaan) yang diberikan Allah SWT kepadanya.

Beberapa di antaranya adalah:

– Doa yang Mustajab: Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa jika Uwais bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan mengabulkan sumpahnya.

Ini menunjukkan betapa dekatnya Uwais dengan Allah SWT, hingga doanya selalu dikabulkan.

– Penyembuhan Penyakit Kusta: Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Uwais pernah menderita penyakit kusta, namun Allah SWT menyembuhkannya kecuali sebesar uang dirham.

Ini menunjukkan karunia Allah SWT kepada Uwais sekaligus ujian baginya.

– Dikenal di Langit: Nabi Muhammad SAW menyebut Uwais sebagai “penghuni langit”, yang berarti ia lebih dikenal di kalangan para malaikat daripada di kalangan manusia.

Ini menunjukkan tingginya derajat spiritual Uwais.

– Kemampuan Menggendong Ibunya ke Makkah: Kemampuan Uwais untuk menggendong ibunya dari Yaman ke Makkah untuk berhaji adalah sebuah keistimewaan tersendiri.

Ini menunjukkan kekuatan fisik dan mental yang luar biasa yang diberikan Allah SWT kepadanya.

– Kerendahan Hati yang Luar Biasa: Meskipun memiliki berbagai keistimewaan, Uwais tetap rendah hati dan tidak ingin dikenal orang.

Ini adalah karamah tersendiri yang menunjukkan kesempurnaan akhlaknya.

Keistimewaan dan karamah yang dimiliki Uwais Al Qarni ini bukan semata-mata pemberian, melainkan hasil dari ketaatan, kesabaran, dan pengorbanannya yang luar biasa.

Ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa kedekatan dengan Allah SWT dan bakti kepada orang tua dapat mengantarkan seseorang pada derajat yang tinggi di sisi-Nya.

 

Wafat

Tidak banyak informasi yang pasti mengenai wafatnya Uwais Al Qarni.

Namun, beberapa riwayat menyebutkan bahwa kematiannya diiringi dengan kejadian-kejadian luar biasa yang menunjukkan keistimewaannya.

Menurut beberapa riwayat, ketika Uwais Al Qarni wafat, tiba-tiba muncul orang-orang yang tidak dikenal oleh penduduk setempat.

Orang-orang ini datang dalam jumlah yang sangat banyak untuk mengurus jenazah Uwais.

Mereka berebut untuk memandikan, mengkafani, dan menshalatkan jenazahnya.

Penduduk setempat merasa heran, karena selama hidupnya Uwais dikenal sebagai orang yang sangat sederhana dan tidak memiliki banyak teman atau kenalan.

Mereka bertanya-tanya, siapakah gerangan orang-orang yang datang ini?

Setelah proses pemakaman selesai, orang-orang asing tersebut menghilang secara misterius.

Banyak yang kemudian meyakini bahwa mereka adalah para malaikat yang dikirim Allah SWT untuk mengurus jenazah Uwais Al Qarni.

Kejadian ini semakin menegaskan keistimewaan Uwais Al Qarni.

Meskipun selama hidupnya ia tidak dikenal luas oleh manusia, namun ia sangat dikenal dan dihormati di alam malakut (alam malaikat).

Makam Uwais Al Qarni konon berada di daerah Ar-Raqqah, Suriah.

Hingga saat ini, makamnya masih sering diziarahi oleh umat Islam dari berbagai penjuru dunia.

Banyak yang datang untuk mengambil pelajaran dan berkah dari kisah hidupnya yang penuh inspirasi.

 

Hikmah

Kisah Uwais Al Qarni mengandung banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Islam.

Beberapa di antaranya adalah:

– Pentingnya Berbakti kepada Orang Tua: Kisah Uwais menunjukkan betapa pentingnya berbakti kepada orang tua, terutama ibu.

Kerelaan Uwais untuk mengorbankan banyak hal demi merawat ibunya menjadi teladan yang luar biasa.

– Keutamaan Merawat Orang Tua yang Sakit: Uwais rela mengorbankan kesempatannya bertemu Nabi Muhammad SAW demi merawat ibunya yang sakit.

Ini menunjukkan bahwa merawat orang tua yang sakit memiliki keutamaan yang sangat besar di sisi Allah SWT.

– Keikhlasan dalam Beramal: Uwais melakukan semua pengorbanannya dengan ikhlas, tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari manusia.

Ini mengajarkan kita tentang pentingnya keikhlasan dalam beramal.

– Kesederhanaan dan Kezuhudan: Meskipun memiliki keistimewaan, Uwais tetap hidup sederhana dan tidak tertarik dengan kemewahan duniawi.

Ini menjadi pelajaran tentang pentingnya kesederhanaan dan tidak terjebak dalam gemerlap dunia.

– Keutamaan Mencintai Nabi Muhammad SAW: Meskipun tidak pernah bertemu langsung, kecintaan Uwais kepada Nabi Muhammad SAW sangatlah besar.

Ini menunjukkan bahwa kecintaan kepada Nabi tidak harus didasarkan pada pertemuan fisik.

– Pentingnya Menjaga Amanah: Uwais selalu menjaga amanah ibunya, termasuk ketika diminta untuk segera pulang setelah bertemu Nabi.

Ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga amanah dan janji.

– Kerendahan Hati: Meskipun memiliki berbagai keistimewaan, Uwais tetap rendah hati dan tidak ingin dikenal orang. Ini menjadi pelajaran tentang pentingnya menjaga kerendahan hati.

– Keutamaan Doa Orang Saleh: Para sahabat Nabi meminta doa kepada Uwais, menunjukkan keutamaan doa orang-orang saleh.

Hikmah-hikmah ini menjadikan kisah Uwais Al Qarni sebagai sumber inspirasi dan pembelajaran yang tak ternilai bagi umat Islam hingga saat ini.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button