MUSLIMAH

Haid Lebih dari Hari Biasanya, Kapan Boleh Sholat dan Puasa?

AsSAJIDIN.COM — Setiap perempuan pasti pernah mengalami persoalan kewanitaannya, salah satunya tentang haid. Kadang lancar, kadang tidak beraturan dan sebagainya. Satu kasus, misalnya, saat haid, lebih lama dibanding hari biasanya sering terjadi. Ini tentu membuat muslimah bingung, karena terpaksa tidak melaksanakan sholat maupun puasa karena terhalang haid.  Apakah ada toleransi untuk bisa shalat dan puasa, saat mengalami haid yang berkepanjangan?

Terjadi tambah atau berkurangnya hari haid daripada hari-hari biasanya adalah sesuatu yang wajar terjadi. Namun para ulama memberi batasan, jumlah hari haid maksimal adalah 15 hari. Selama bertambah hari haid kurang dari 15 hari, maka seorang wanita belum boleh sholat, puasa, dan juga towaf. Adapun jika telah lebih dari 15 hari, maka darah yang keluar dihukumi sebagai darah istihadoh.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menerangkan,

وأكثر مدة الحيض خمسة عشر يوما عند جمهور أهل العلم، فإذا استمر معك الحيض إلى خمسة عشر يوم فهذا حيض، فإن زاد على ذلك صار استحاضة،

“Waktu maksimal terjadi haid adalah 15 hari menurut mayoritas ulama (jumhur). Jika haid berlangsung sampai hari ke 15, maka darah yang keluar dihukumi haid. Namun jika lebih dari itu, maka darah yang keluar dihukumi sebagai darah istihadoh.” (https://binbaz.org.sa/fatwas/28774/زيادة-ايام-الحيض-عن-العادة)

Lihat Juga :  Cara Sujud Muslimah, Bagaimana Baiknya?

Darah istihadoh adalah darah yang keluar disebabkan sakit. Yaitu adanya pembuluh darah yang pecah di area rahim. Sifat darah ini berbeda dengan darah haid. Darah istihadoh merah segar, sementara darah haid gelap dan berbau.

Wanita yang mengalami istihadoh, dihukumi seperti layaknya wanita yang suci dari haid. Dia wajib melaksanakan sholat dan puasa. Berdasarkan hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

جائت فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي اِمْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ اَلصَّلَاةَ؟

Fathimah binti Abu Hubaisy datang menemui Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata:

“Ya Rasulullah, sungguh aku ini perempuan yang selalu keluar darah (istihadoh) dan tidak pernah suci. Bolehkah aku meninggalkan sholat?”

Rasul menjawab:

لَا إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِحَيْضٍ فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي اَلصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ اَلدَّمَ ثُمَّ صَلِّي

“Tidak, itu hanyalah darah penyakit, bukan darah haid. Bila haidmu datang tinggalkanlah sholat. Dan bila haid itu berhenti, bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandi), lalu sholatlah.” (Muttafaqun ‘alaih).

Imam al Qurtubi rahimahullah menerangkan,

المستحاضة تصوم، وتصلِّي، وتطوف، وتقرأ، ويأتيها زوجه

Lihat Juga :  Dapat Restu Anas Urbaningrum, Lucianty Pastikan Maju Pilkada Kabupaten Muba Sumsel

“Wanita yang mustahadoh, tetap diperintahkan puasa, sholat, tawaf, membaca Al Quran (meski dengan menyentuh mushaf, pent), dan diperbolehkan melakukan hubungan intim dengan suaminya.” (Al-Jami’ li Ahkam al Qur’an 2/86).

Yang sedikit membedakan dengan wanita suci adalah:

– wanita mustahadoh wajib berwudhu setiap kali masuk waktu sholat wajib, artinya satu wudhu hanya boleh untuk satu sholat wajib beserta sholat-sholat sunah yang ada di bentangan waktu sholat wajib tersebut. Begitu beralih ke sholat wajib berikutnya, dia wajib wudhu kembali. Meskipun wudhu pada sholat sebelumnya belum batal.

– Di samping itu, ia juga harus membersihkan darah istihadohnya setiap kali masuk pada waktu sholat berikutnya.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan,

ويكون الدم الذي معك المستمر هذا دم استحاضة يعني دم فساد لا يمنع الصلاة ولا يمنع الصوم ولا يمنع الزوج، ولكنك تتوضئين لكل صلاة تستنجين وتتوضئين لكل صلاة

“Darah yang terus keluar melebihi 15 hari, adalah darah istihadoh. Yakni darah yang rusak (karena sakit). Tidak menghalangi kewajiban sholat, puasa, dan berjimak. Akan tetapi Anda harus berwudhu dan beristinja (membersihkan darah istihadoh) setiap kali sholat wajib.” (https://binbaz.org.sa/fatwas/28774/زيادة-ايام-الحيض-عن-العادة)

Demikian. (*/sumber: konsultasi syariah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button