KAJIAN

Kemandirian Tidak Sama dengan Kesendirian

 

Oleh : Albar Santosa Subari

Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan

ASSAJIDIN.COM –Kemandirian adalah sikap mental yang bisa dan berani berpikir, bersikap dan bertindak secara berdaulat, bebas dari intervensi dan paksaan pihak pihak lain
Kebudayaan sebagai lingkungan sosial bisa juga disebut sebagai wahana pembentukan karakter kolektif.
Dalam kaitan ini, Bung Karno pernah mengatakan bahwa ‘ Tidak ada dua bangsa yang cara berjuang nya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena itu pada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri.
Kepribadian yang terwujud dalam berbagai hal, dalam kebudayaan nya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan lain lain sebagainya ( Soekarno, 1958).
Dengan demikian, perilaku yang diharapkan merupakan fungsi dari karakter personil dan budaya ( lingkungan karakter kolektif).
Nilai nilai kebudayaan sebagai pembentuk karakter kolektif kebangsaan Indonesia itu bernama Pancasila.
Adapun pendidikan sebagai proses belajar memanusiakan berfungsi untuk memfasilitasi pengembangan karakter personal dan kebudayaan yang baik, benar dan indah, sebagai wahana pembentukan manusia yang baik dan sekaligus warga negara yang baik ( yang Pancasilais).
Dalam menghadirkan kolektivitas yang baik, setiap pribadi memiliki kewajiban sosial ( bahkan dituntut untuk mendahulukan kewajiban atas hak). Seturut dengan itu, selain ada hak individu, ada pula hak kolektif ( ekonomi, sosial, budaya) yang – dalam banyak sejarah sosial- mendahului nya. Sebagai padanan dari semangat egalitarianisme pada level pribadi, bangsa Indonesia sebagai suatu kolektivitas juga harus memperoleh hak kemerdekaannya – bahkan harus terlebih dahulu. Inilah pesan moral dari alinea pertama UUD 45. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala Bangsa.
Sikap mental yang harus ditumbuhkan sebagai ekspresi kemerdekaan bangsa ini adalah mental kemandirian. Kemandirian tidaklah sama dengan kesendirian. Kemandirian adalah sikap mental yang bisa dan berani berpikir, bersikap dan bertindak secara berdaulat, bebas dari intervensi dan paksaan pihak pihak lainnya. Menumbuhkan mental sendiri,selain mensyaratkan mental Egaliter, juga meniscayakan adanya pendidikan dan kreativitas berbasis pengembangan Ilmu dan tekhnologi.
Kemandirian bangsa Indonesia juga harus tumbuh persisten Bika warga Indonesia bisa menunaikan kewajiban publiknya secara amanah, jujur dan bersih. Kollektivitas yang tidak disertai mentalitas kejujuran akan merobohkan kemandirian bangsa. Dalam suatu bangsa di mana korupsi merajalela, kedaulatan bangsa tersebut mudah jatuh ke dalam dikte- dikte bangsa lain.

Lihat Juga :  Meraih Berkah di Saat Hujan, In Sya Allah

Selain semangat -mental Egaliter, mandiri dan amanah, manusia sebagai mahluk religius yang berperikemanusiaan juga harus membebaskan dirinya dari berhala materialisme dan hedonisme..
Menurut pandangan hidup Pancasila, materi itu penting tapi tidak boleh diberhalakan. Di hadapan Yang Maha Kuasa, materi itu bersifat relatif yang tidak dapat dimutlakan. Dengan semangat Ke Tuhanan yang berprikemanusiaan, materi sebagai hak milik itu memiliki fungsi sosial yang harus digunakan dengan semangat altruis.
Dengan mental altruis, manusia Indonesia sebagai mahluk sosial dapat mengembangkan pergaulan hidup kebangsaan yang ditandai oleh segala kemajemukan nya dengan mentalitas gotong royong, Bhinneka Tunggal Ika ” ( persatuan dalam keragaman). Dengan semangat gotong royong, persatuan manusia/ warga negara Indonesia bisa dikembangkan dengan menghargai adanya perbedaan, sedangkan dalam perbedaan, bisa merawat persatuan.
Untuk bisa menumbuhkan mentalitas persatuan dalam keragaman itu diperlukan semangat – mental pengorbanan dan pelayanan. Ujung dari semangat persamaan, kemandirian, kejujuran, altruisme dan persatuan adalah pelayanan kemanusiaan. Makna pelayanan di sini bukan hanya dalam bentuk kesiapan mental untuk menunaikan kewajiban sosial sesuai dengan tugas dan fungsi, namun juga dalam bentuk pengaktualisasi potensi diri ( dengan etos kerja dan kreativitas) hinggymersih prestasi tertinggi di bidang masing masing, yang dengan itu memberikan yang terbaik bagi kemuliaan bangsa dan umat manusia. (*)

Lihat Juga :  Kisah Abdur Raheem Green, Mualaf di Inggris, Masuk Islam karena Penasaran Kenapa Muslim Selalu Bahagia

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button