Potret Nestapa Panti Asuhan di Palembang, Tabung LPG Dicuri Masak Pakai Kayu Bakar
ASSAJIDIN.COM–SORE itu ada dua orang anak sedang duduk di teras beralas kayu sambil memandangi bantaran anak sungai Musi dan gedung-gedung tinggi di sekitar panti.
Sepertinya sedang menunggu nasi yang sedang dihangatkan dari panci alumunium hitam dengan kayu bakar yang menyala kecil.
Tampak juga piring plastik yang sepertinya habis dipakai untuk mengaduk nasi dan gelas berwarna oranye pada bilik dapur terbuka itu.
Dari bilik dapur berdinding seng itulah rupanya para anak panti ini menunggu sajian masakan, bisa makan nasi hari ini rupanya sangat disyukuri oleh mereka.
Berdiri di pinggir bantaran sungai, Panti Asuhan Al Yassir Rizki ini rupanya sudah tiga kali pindah tempat, ini adalah tempat ketiga dengan luas kurang lebih 10 kali 5 meter.
Tampak pada bagian bawah rumah ada dinding bata, namun pada bagian atap seng terdapat cahaya matahari yang tembus ke dalam.
“Tempat ini sewa tapi bayar seadanya,” kata Darman (43) Ketua Panti Asuhan in menjelaskan kondisi rumah.
Darman lalu menceritakan potret nestapa dari bilik rumah berdinding kayu itu, bahwa ada 23 orang yang tinggal di dalam rumah ini.
Sebagian besar adalah anak sekolah dasar yatim dan piatu, dan juga ada kaum dhuafa, mereka tinggal bersama saling membantu untuk kebutuhan hidup.
“Beberapa ada yang sudah lulus SMA mereka mandiri cari kerja sendiri, terkadang mereka bantu akomodasi di sini,” kata Darman.
Meski kerap membantu, Darman mengaku tidak tega karena mereka baru bekerja dan juga butuh untuk mereka hidup.
“Sebagian dibantu dari beberapa orang baik, bisa untuk biaya anak sekolah di sini, terkadang ada-ada saja rezeki mereka ini,” kata Darman menjelaskan.
Panti Asuhan yang berada di Jalan Basuki Rahmat lorong Zuriah atau sekitar 100 sampai 150 meter dari jalan raya, namun mesti menyusuri pinggiran anak sungai untuk datang ke sini.
Sebelum pindah ke sini, Darman menceritakan bahwa sudah 2-3 tahun tinggal di kontrakan di Sekojo, lalu pindah ke lorong Adenan ditumpangi orang baik sekitar 6-7 tahun, dan di sini baru tiga bulan.
Darman mengatakan bahwa mereka harus masak dari kayu bakar karena tabung LPG hilang sekitar satu bulan yang lalu.
Kompor gas yang akan digunakan pun rusak berat, sehingga memutuskan untuk menggunakan kayu bakar agar bisa menghemat pengeluaran.
“Mereka yang datang ke sini dari berbagai latar belakang keluarga, beberapa dari mereka dari kalangan yang kurang mampu dan tidak memungkinkan hidup di desa,” kata Darman.
Darman bilang, beberapa dari mereka ada yang dititipkan oleh sang neneknya karena orangtuanya ada yang meninggal dan ada pula memang sudah tidak terurus.
“Ada juga yang memiliki keterbatasan mental, ada juga dari keluarga yang bercerai, dan ada juga dari kalangan keluarga yang meninggal,” katanya.
Darman mengaku hanya meneruskan hidup bersama anak panti ini sebagai amanah dari sang ibu, dulunya anak tetangga yang kurang mampu dirangkul.
“Karena terbiasa dari sejak ibu masih hidup, jadi sudah biasa hidup seperti ini bersama anak-anak di sini, dan ada saja rezeki mereka yang tinggal di sini,” katanya.
Darman tak memungkiri butuh bantuan dan uluran tangan, apalagi sembako yang terus menipis, namun yang terpenting baginya anak-anak bisa makan saja sudah cukup. (reno)