Peliharalah Nilai Akhlaq dan Kepribadianmu
ASSAJIDIN.com – Akhlak atau nilai moral yang menjadi bagian utama dalam setiap tingkah dan prilaku ummat islam, kini makin terabaikannya. Nilai moral yang islami hampir tergerus dari sifat dan prilaku individu kebanyakan dalam pergaulan sehari-hari. Bagaimana mungkin generasi ke depan dapat lebih baik jika nilai moral dari sebagian individu islam justru terus menyimpang.
Ekky Al-Malaky dalam bukunya “Why Not” menuliskan bahwa anak muda dan sebagian kita sekarang telah terjebak pada kehidupan hedonis alias gaya hidup boros dan suka menghambur-hamburkan uang dan berlagak kaya. Cirinya materialistis, menginginkan kesenangan belaka yang disamakan dengan sex, drugs, rock n’ roll, party dan violence tanpa beban aturan dan tujuan hidup yang jelas. Mereka kehilangan arah hanya mengejar kesenangan belaka. Al-Malaky mengatakan sebagai generasi “X”-dianalogikan dengan Malcolm X, tanpa siapa-siapa, tanpa identitas, atau istilahnya yakni generasi biru yang kehilangan jatidiri dan hidup hedonisme.
Krisis identitas inilah yang melahirkan krisis spiritualisme dan krisis kemanusiaan di tengah masyarakat. Tingginya angka kejahatan, premanisme, perzinaan, maupun pelecehan hukum adalah pertanda nyata krisis tersebut. Dekadensi moral pada manusia modern tidak terbendung lagi. Semua ingin bebas menuruti panggilan hawa nafsu mereka.
Tradisi dan etika agama telah ditinggalkan, bahkan diganti dengan logika ‘modern’ ingin maju dengan menghalalkan segala cara. (Thohir Luth, 2002:11) Bukan hanya itu , budaya pop yang berkembang di sekitar kita telah merusak generasi Indonesia, terutama generasi Islam. Nilai keislaman yang sering pula kita kenal moral keislaman, telah menjadi tertawaan. Bahkan ada yang sinis mendengar bila mendengar soal nilai moral islam. Moral sebagiaman diketahui sebagai etika yang baik, menjadi jauh dan tidak lagi jadi panutan. KH. Arifin Ilham mengatakan bahwa nilai moral, telah terabaikan akibat gaya kehidupan hedonis dari kaum modern. (Tausiyah Arifin Ilham, tvRI-2013)
Bila ingin agar tidak makin jauh berlari dari fakta-fakta yang menyeret umat islam kejurang yang dalam, maka pengembalian aturan atau akhlak islam hendaklah menjadi pegangan. Kembali kepada watak Islam sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi, bila kehidupan manusia ingin diperbaiki. Tuntutannya agar umat lahir kembali dengan iman dan amal nyata. Masoed Abidin dalam bukunya Globalisasi, Sejarah danSiruu fil ardhi on Febr,. 2, 2011, menyatakan kita terseret jauh keambang kehancuran moral atau nilai kesilaman yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Menurutnya, tatanan masyarakat harus dibangun diatas landasan persatuan (QS.al-Mukminun:52). Mayarakat mesti ditumbuhkan dibawah naungan ukhuwwah (QS.al-Hujurat:10). Anggota masyarakatnya didorong hidup dalam prinsip ta’awunitas (kerjasama) dalam al-birri (format kebaikan) dan ketakwaan (QS.al-Maidah:2). Hubungan bermasyarakat didasarkan atas ikatan mahabbah (cinta kasih), sesuai sabda Rasulullah SAW: “Tidak beriman seorang kamu sebelum mencintai orang lain seperti menyayangi diri sendiri”. Setiap masalah diselesaikan dengan musyawarah (QS.asy-Syura:38). Tujuan akhirnya, penjelmaan satu tatanan masyarakat yang pantang berpecah belah (QS.Ali Imran:103).
Berpalinglah Dari Kebodohan
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;” “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, melarang perbuatan yang keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90). Kita memiliki panutan yakni Rasulullah SAW, yang dalam hadist soheh disebutkan kira-kira, bahwa “ Akhlak beliau (Muhammad) adalah Al-Quran.” (HR. Muslim). Islam telah memberi perhatian yang besar terhadap akhlak. Perhatian itu tercermin dalam beberapa hal, yang terpenting adalah: Islam menjadikannya sebagai landasan dan pilar utama untuk menegakkan sistemnya dalam kehidupan, juga sebagai tujuan tertinggi risalahnya.
“Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus tidak lain kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Bukhari). “Ketika ditanya, ‘Apa kebaikan itu?’ Beliau bersabda, ‘Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.’ (HR. Muslim). Menjaga akhlak harus dilakukan oleh setiap Muslim dalam segala kondisi, sebanding dengan akidah, dilihat dari perhatian Al-Quran terhadapnya dalam surat-surat Makkiah maupun Madaniah. Allah subhanahu wa ta’ala telah memuji Rasulullah dengan kebaikan akhlak ketika Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam : 4).
Allah tidak pernah memuji Rasul-Nya kecuali dengan sesuatu yang agung. Ini menunjukkan tingginya kedudukan akhlak dalam Islam dan besarnya perhatian terhadapnya. Allah subhanahu wa ta’ala telah menghimpun pokok-pokok kebaikan akhlak dalam satu ayat,“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al A’raf : 199).
Ja’far bin Muhammad berkata, “Allah telah memerintahkan Nabi-Nya untuk berakhlak mulia dan dalam Al-Quran tidak ada ayat yang lebih akomodatif menghimpun makarimal akhlak. Akhlak dalam Islam sebagimana petunjuk ayat-ayat di atas yaitu terdiri di atas empat pilar yang ia tidak dapat tegak kecuali dengannya, yaitu: sabar, menjaga kehormatan diri, keberanian, dan adil. Empat pilar tersebut merupakan sumber bagi semua akhlak utama, sedangkan sumber semua akhlak buruk dan bangunannya juga didasarkan kepada empat pilar, yaitu: kebodohan, kezaliman, nafsu, dan amarah.
Berkenaan dengan universalitas itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,:“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.’” (QS. Al Isra’ : 53). Ummat islam diseru untuk menjauhi akhlak yang tercela di samping mengajak kepada dasar-dasar akhlak yang mulia pada bagian pertama. “Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu.” (QS. Al-Anfal: 25). Wallohu’alam.(*)
Penulis: Bangun Lubis