Manfaat Sunat (Khitan) Menurut Sunnah Rasul dan Teori Kesehatan
AsSAJIDIN.COM – Berdasar pada sejarah kebudayaan manusia, khitanan telah dikenal oleh sebagian kalangan sebagai proses adat dan pembersihan diri sebelum beranjak dewasa. Masyarakat terdahulu menjaga budaya dan menganggap proses ini salah satu menjalankan ibadah sebagai umat muslim.
Khitan telah dikenal dan dilakukan oleh orang sejak dahulu dan berlanjut sampai Islam datang dan sampai sekarang. Dikalangan utusan, orang yang pertama kali melakukan khitan, menurut sejarah adalah Nabi Ibrahim as. Namun, tidak diketahui dengan jelas motif yang membuat orang dahulu melakukan khitan.
Apakah berdasarkan pemikiran rasional dan naluriah fitriah untuk membuang bagian yang lebih yang tidak bermanfaat. Ataukah karena jika tidak dipotong akan mengakibatkan penyakit, ataukah memang motifnya karena petunjuk agama yang dibawa oleh Rasul terdahulu. Namun yang terpenting bagi kita adalah bagaimana keberadaan khitan menurut Islam.
Berangkat dari definisi, sunat (khitan) berasal dari bahasa arab kha-ta-na yaitu memotong, sebagian ahli bahasa mengkhususkan lafadz khitan untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut dengan khalidh.
Adapun dalam istilah syariat, dimaksudkan dengan memotong kulit yang menutupi kepala zakar bagi laki-laki, atau memotong daging yang menonjol diatas vagina, disebut juga dengan klitoris bagi wanita.
Dalam surah Al Baqarah: 124, Allah swt berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “JanjiKu (ini) tidak mengenai orang-orang yang lalim”.
Khitan termasuk fitrah yang disebutkan dalam hadits shahih. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
“Lima dari fitrah yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis”.
Tujuan khitan (sunat) secara syariah selain mengikuti sunnah Rasulullah dan Nabi Ibrahim, juga karena menghindari adanya najis pada anggota badan saat shalat. Karena, tidak sah shalat seseorang apabila ada najis yang melekat pada badannya. Dengan khitan, maka najis kencing yang melihat disekitar kulfa (kulub) akan jauh lebih mudah dihilangkan bersamaan dengan saat seseorang membasuh kemaluannya setelah buang air kecil.
Sedangkan, manfaat khitan dari sudut kesehatan terutama bagi laki-laki cukup banyak. Antara lain:
1. Lebih higienis (sehat) karena lebih mudah membersihkan kemaluan dari pada yang tidak sunat. Memang, mencuci dan membasuh kotoran yang ada di bawah kulit depan kemaluan orang yang tidak disunat itu mudah, namun khitan dapat mengurangi resiko infeksi bekas air kencing. Menurut penelitian medis, infeksi bekas urine lebih banyak diderita orang yang tidak disunat. Infeksi yang akut pada usia muda akan berakibat pada masalah ginjal di kemudian hari.
2. Mengurangi resiko infeksi yang berasal dari transmisi seksual. Pria yang dikhitan memiliki resiko lebih rendah dari infeksi akibat hubungan seksual, termasuk HIV/AIDS. Walaupun seks yang aman tetap penting.
3. Mencegah problem terkait dengan penis. Terkadang, kulit muka penis yang tidak dikhitan akan lengket yang sulit dipisah. Dan ini dapat berakibat radang pada kepala penis (hasyafah).
4. Mencegah kanker penis (penile cancer). Kanker penis tergolong jarang terjadi, apalagi pada penis yang disunat. Di samping itu, kanker leher rahim (cervical cancer) lebih jarang terjadi pada wanita yang bersuamikan pria yang dikhitan. (*/sumber: YayasanhajiKalla.co.id)