ASSAJIDIN.com – Air mata pun tak mampu dibendung ketika kata demi kata terucap dari bibir orang yang paling mulia Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam.
Hati ini terasa begitu pilu, jantung bergetar dan berdegub tak tentu detaknya. Lirih suasana jiwa, sepoi angin berhenbus, alam tak mampu bicara. Sepi dengan teramat sepi. Bumi pun menangis dan lengang disekeliling dunia.
Dalam hadist yang diriwayatkan Anas bin Malik, hari itu adalah hari Senin, ketika kaum Muslimin sedang melaksanakan shalat Subuh –sementara sahabat Abu Bakar RA sedang mengimami mereka – Rasulullah SAW saat itu tak menemui mereka, tetapi hanya menyingkap tabir kamar Aisyah dan memperhatikan mereka yang berada di shaf-shaf shalat. Kemudian beliau tersenyum.
Abu Bakar mundur hendak berdiri di shaf, karena dia mengira Rasululah SAW hendak keluar untuk shalat. Selanjutnya Anas menuturkan bahwa kaum muslimin hampir terganggu di dalam shalat mereka, karena bergembira dengan keadaan Rasulullah SAW.
Namun, beliau memberikan isyarat dengan tangan beliau agar mereka menyelesaikan shalat. Kemudian, beliau masuk kamar dan menurunkan tabir. Setelah itu, Rasulullah SAW tidak mendapatkan waktu shalat lagi.
Ketika waktu Dhuha hampir habis, Nabi SAW memanggil Fatimah, lalu membisikan sesuatu kepadanya, dan Fatimah pun menangis. Kemudian memanggilnya lagi dan membisikan sesuatu, lalu Fatimah tersenyum. Aisyah berkata, setelah itu, kami bertanya kepada Fatimah. Fatmah Ra menjawab, ”Nabi SAW membisikiku bahwa beliau akan wafat, aku menangis. Kemudian, beliau membisikiku lagi dan mengabarkan aku adalah orang pertama di antara keluarga beliau yang akan menyusul beliau.” (Shahihul Bukhari, II: 638).
Nabi SAW juga mengabarkan kepada Fatimah bahwa dia adalah wanita semesta alam. Fatimah melihat penderitaan berat yang dirasakan oleh Rasulullah SAW sehingga dia berkata,”Alangkah berat penderitaan ayah!” tetapi beliau menjawab,”Sesudah hari ini, ayahmu tidak akan menderita lagi.”
Beliau memanggil Hasan dan Husain, lalu mencium keduanya, dan berpesan agar bersikap baik kepada keduanya. Beliau juga memanggil istri-istri beliau, lalu beliau memberi nasehat dan peringatan kepada mereka.
Saat Terakhir
Dalam catatan Aji Setiawan, yang menulis tentang Kekasih Umat Islam ini, menuturkan semua yang dibacanya dalam buku dan hadist. Disabdakan, saat datangnya ajal Rasulullah, Aisyah menyandarkan tubuh Rasulullah ke pangkuannya. Aisyah lalu berkata,” Sesunguhnya di antara nikmat Allah yang dikaruniakan kepadaku adalah bahwa Rasulullah SAW wafat di rumahku, pada hari giliranku, dan di pangkuanku…..”
Beliau memasukan kedua tangannya ke dalam air yang ada di wadah tersedia yang diambil Aisyah, lalu mengusapkannya ke wajah seraya berkata,’La ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu ada sekarat nya.” (Shahih Bukhari II, 640).
Yang Mmulia Rasulullah mengangkat kedua tangan, atau jari-jarinya mengarahkan pandangannya ke langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mendengarkan apa yang beliau katakan itu, beliau berkata,”Ya Allah ampunilah aku; Rahmatillah aku; dan pertemukan aku dengan Kekasih yang Maha Tinggi. Ya Allah, Kekasih Yang Maha Tinggi.” (Ad Darimi, Misykatul Mashabih, II: 547).
Beliau mengulang kalimat terakhir tersebut sampai tiga kali, lalu tangan beliau lunglai dan beliau kembali kepada Kekasih Yang Maha Tinggi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Peristiwa ini terjadi ketika waktu Dhuha, yaitu pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H. Ketika itu beliau berusia 63 lebih empat hari. Allohummasholli ‘ala Muhammad, wa ‘alaali Muhammad.(*)
Penulis: Bangun Lubis