Uncategorized

Sidang Perdana Kasus Skandal Korupsi Masjid Sriwijaya Palembang, ini Terdakwa ya

ASSAJIDIN.COM — Kasus dugaan skandal korupsi proyek dana hibah Masjid Sriwijaya Palembang tahun 2015-2017 yang menyeret empat nama pejabat kini masuk persidangan di Pengadilan Tindak Pidama Korupsi (Tipikor) Klas 1 A Palembang, Selasa (27/7/2021).

Empat terdakwa tersebut Edi Hermanto, Syarifudin, Yudi Arminto serta Dwi Kridayani dihadirkan secara virtual dalam layar monitor persidangan dari Rutan Tipikor Pakjo serta Lapas Perempuan Merdeka Palembang.

Adapun agenda hari persidangan yang digelar, Selasa (27/7) yakni pembacaan dakwaan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel secara bergantian, dihadapan majelis hakim Tipikor diketuai Sahlan Effendi SH MH serta dihadapan penasihat hukum masing-masing terdakwa.

Dalam dakwaan yang dibacakan masing-masing setebal 30 halaman secara bergantian oleh tim JPU Kejati Sumsel dikomandoi M Naimullah SH MH, diketahui pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 ada pemberian hibah kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang yang bersumber dari APBD tahun 2015 sebesar Rp 50 milyar.

“Serta APBD tahun 2017 sebesar Rp 80 juta tanpa diverifikasi terhadap usulan tertulis (proposal)

sehingga tidak melalui pembahasan pada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Mukti Sulaiman selaku Seketaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan,” sebut Naimullah yang juga Kasi Penuntutan Kejati Sumsel ini bacakan dakwaan.

Didalam dakwaan juga JPU menyebutkan adanya dugaan pemberian sejumlah aliran dana keppada empat terdakwa yaitu Eddy Hermanto sebesar Rp 684 juta, lalu Syarifuddin sebesar Rp 1, 049 milyar, Dwi Kridayani Rp 2,5 milyar, Yudi Arminto Rp 2,3 milyar.

“Bahwa atas perbuatan para terdakwa berdasarkan hasil audit kerugian negara sebesar Rp 116 milyar,” sebut Naim.

Atas perbuatan para terdakwa, JPU menjerat empat terdakwa dengan pasal berlapis sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 atau 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Lihat Juga :  20 Ribu Rapid Antigen Untuk Tracing Kasus Covid-19

“Dan pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,”  jelas Naim.

Selain menyeret nama-nama terdakwa kasus dugaan korupsi bagi-bagi fee dari proyek Masjid Sriwijaya, didalam persidangan juga terungkap Jaksa Kejati Sumsel  menyeret sejumlah nama diduga turut serta menerima sejumlah aliran dana.

Diantaranya, Jaksa menyebutkan mantan gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) dua periode yakni Ir H Alex Noerdin diduga turut serta menerima sejumlah aliran dana senilai Rp 2,3 milyar serta Rp 300 juta untuk sewa helikopter.

Dijelaskan didalam dakwaan, disebutkan bahwa sebelum dilakukan proses pencairan dana, pihak Perbendaharaan BPKAD Sumatera Selatan meminta Biro Kesra untuk melakukan verifikasi dokumen.

Namun tersangka Ahmad Nasuhi yang saat itu Plt Biro Kesra hanya melakukan formalitas verifikasi tanpa melihat kebenaran dari dokumen seperti domisili dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang berada di Jakarta bukan di Sumatera Selatan.

Setelah dilakukan verifikasi diserahkan kembali ke BPKAD dan pada tanggal 8 Desember 2015 Laonma L. Tobing selaku Kepala BPKAD melakukan pencairan dana Hibah Masjid Sriwijaya ke Rekening Bank Sumsel Babel atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang dengan nomor rekening 170-30-70013 sebesar Rp 50 milyar.

Namun alamat rekening atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang beralamat di jalan Danau Pose E 11 nomor 85 Jakarta yang merupakan alamat rumah Lumasiah selaku wakil seketaris Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya

Bahwa setelah uang masuk rekening atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang baru dibayarkan oleh Muddai Madang selaku Bendahara dengan realisasi pembayaran uang muka pertama kepada PT Brantas Abipraya-Yodya Karya KSO pada bulan Januari 2010 sebesar Rp 48 milyar lebih.

Setelah menerima pembayaran tersebut, Bambang E Marsono selaku Direktur Utama PT Brantas Abipraya (Persero) mengarahkan terdakwa Dwi Kridayani untuk membuat rekening operasional divisi 1 yaitu rekening nomor Bank Mandiri Cabang A Rivai atas nama PT Brantas Abipraya yang otoritas penggunaan rekening tersebut ada pada Yudi Arminto selaku project manager.

Lihat Juga :  Ini Rambu-rambu Kampanye Caleg dan Iklan di Media, Mulai 24 Maret 2019

Adapun penggunaan uang dalam rekening operasional divisi 1 tersebut penggunaannya harus meminta persetujuan dari para direksi PT Brantas Abipraya (Persero) termasuk oleh Bambang E Marsono selaku Direktur Utama.

Bahwa dari pencairan uang muka pembayaran sebesar Rp 48 milyar – melalui Bank Mandiri atas nama PT Brantas Abipraya dan PT Yodya Karya (KSC) di transfer ke rekening operasional divisi 1 yaitu pada Bank Mandiri Cabang Arivai atas nama PT Brantas Abipraya sebesar Rp 33 milyar.

Sisanya diambil oleh terdakwa Dwi Kridayani sebesar Rp 2,5 milyar, oleh PT Brantas Abeparaya dihitung keuntungan Rp 5 milyar, dan dipergunakan oleh terdakwa Yudi Arminto dengan alasan operasional proyek padahal untuk diberikan kepada Terdakwa Syarifuddin maupun kegunaan pihak-pihak lainnya diantaranya sebesar Rp 1,049 milyar. Serta untuk Alex Noerdin sebesar Rp.2.3 milyarserta sewa heli untuk Alex Noerdin sebesar Rp 300 juta.

Lalu uang yang diterima oleh Terdakwa Syarifuddin sebesar Rp 1,049 milyar diberikan untuk keperluan pembelian tiket penerbangan pihak Yayasan Wakaf masjid Sriwijaya seperti Lumasia, Marwah M Diah dan Toni.

Namun, saat diwawancarai usai persidangan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel, M Naimullah SH MH tidak mau berkomentar banyak saat ditanya detil penerimaan aliran dana terhadap Alex Noerdin.

“Kita sudah sesuai dengan SOP sebagaimana isi dakwaan yang telah kami bacakan tadi,” kata Naim, diwawancarai awak media Selasa (27/7).

Namun, Naim tidak membantah ketika ditanya bahwa mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin kala itu diduga turut serta menerima sejumlah aliran dana senilai Rp 2,3 milyar sebagaimana disebutkan didalam dakwaan JPU.

“Kita lihat saja nanti pembuktian ada saat persidangan,” singkatnya.

Atas dakwaan tersebut, para terdakwa yang didampingi oleh penasihat hukum masing-masing kompak mengajukan sanggahan atas dakwaan JPU (Eksepsi) secara tertulis yang akan dibacakan pada persidangan Selasa pekan depan. (Sugi)

Back to top button