Uncategorized

Hati – hati Jika Seorang Muslim Tidak Ada Lagi Rasa Malu

 

ASSAJIDIN.COM – Salah satu sifat yang mesti dimiliki oleh setiap muslim adalah rasa malu. Yakni malu bila melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya.

Di era globalisasi sekarang ini, banyak diantara kaum remaja hingga tua lupa akan sifat malu. Orang yang memiliki sifat malu tentu tidak akan bersikap dan bertindak yang memalukan, baik memalukan dirinya, keluarganya, jamaahnya hingga bangsanya.

“Maka orang yang malu akan mau mengakui kesalahan itu dan menjatuhkan hukuman kepada yang bersalah sesuai dengan tingkat kesalahan, bukan malah melindungi, menutup-nutupi apalagi bersekongkol dalam kesalahan.

Keimanan seseorang perlu kita pertanyakan apabila pada dirinya tidak ada perasaan malu,” kata Ustadz Muhammad Syukri, S. Ag.

Rasulullah Saw bersabda “Malu itu cabang dari iman” (HR. Bukhari).

Ustadz Syukri yang biasa beraktivitas di Yayasan Masjid Agung Palembang ini mengatakan dalam kehidupan manusia ada beberapa sifat malu, yaitu Malu kepada Allah Swt, yakni malu karena ia sudah mengakui Allah Subhanawata’alla sebagai Tuhannya, tetapi tetap berani melanggar ketentuan Allah dengan anggapan Allah tidak mengetahuinya, padahal sebenarnya Allah Maha Tahu terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia.

Lihat Juga :  Etika Orang Beriman, Salah Satunya dengan Ucapan yang Baik

Dalam firman Allah : Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu prasangkamu yang telah kamu duga terhadap Tuhanmu. Prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi (QS 41:22-23).

Untuk itulah, tambahnya setiap muslim harus memiliki sifat malu kepada Allah yang sebenar-benarnya, malu yang ditunjukkan dimana saja, kapan saja dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun juga, bukan hanya malu untuk menyimpang ketika berada di masjid dan sejenisnya, tapi seseorang tidak malu-malu untuk melakukan penyimpangan di pasar, di kantor dan sebagainya, Rasulullah Saw bersabda: Malulah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar malu (HR. Tirmidzi).

Kemudian malu kepada diri sendiri. Hal ini sangat mendasar karena meski orang lain tidak tahu bila penyimpangan dilakukannya, ia justru menjadi saksi atas dirinya sendiri terhadap penyimpangan yang dilakukan, bahkan siap membeberkan kesalahan itu dihadapan Allah Swt sebagaimana terdapat dalam firman-Nya: Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan (QS 36:65).

Lihat Juga :  Ibadah Mahdhah dan Ibadah Ghairu Mahdhah Sama Pentingnya

Lanjutnya, Malu kepada orang lain, yakni malu bila kesalahan yang dilakukan diketahui oleh orang lain, karenanya daripada kesalahan atau dosa yang dilakukan diketahui oleh orang lain, ia merasa lebih baik tidak melakukannya.

Disamping itu, seseorang yang malu atas dosa yang dilakukannya tapi tetap berbuat dosa adalah membahayakan orang lain.

Rasulullah Saw bersabda: Dosa adalah sesuatu yang menggelisahkan hati seseorang, ia tidak setuju bila hal itu diketahui oleh orang lain (HR. Ahmad).

Dalam satu hadits yang berasal dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshari Al Badri dinyatakan: Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama adalah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendak hatimu (HR. Bukhari). (*)

Penulis: tri jumartini

 

Back to top button