Berusaha Keras Menghindar Dari Godaan Dunia yang Melenakan
DUHAI dunia yang melenakan. Tahu kah engkau bahwa hidup ini sangat singkat. Lihatlah waktu terus berjalan. Haripun usai menjalankan waktunya. Usia tak terasa sudah pula mengikuti perjalanan waktu yang esok lusa bisa jadi bukan milik kita lagi.
Oleh karena itu, “pergunakanlah lima perkara sebelum datang yang lima, hidupmu sebelum matimu, masa sehatmu sebelum sakitmu, waktu longgarmu sebelum datang kesibukanmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, dan masa kayamu sebelum miskinmu. Uangkapan daam hadis ini memiliki makna yang dalam yang harus kita laksanakan. Usai perkara yang satu hendaklah lakukan perkara yang lain, yang sejalan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Sesuatu yang sudah berlalu tak akan kembali lagi menemui anda. Tetapi akan pergi jauh meninggalkan hidup kita. Makanya sebagai ummat yang beriman manfaatkanlah waktumu untuk selalu bersama Allah SWT, sebelum masa itu hilang darimu. Mamanfaatkan waktu juga akan memiliki manfaat yang besar untuk esok lusa dan massa yang akan datang.
Dalam firman Allah di surah Al Baqarah:286), “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”
Ketika ayat ini diturunkan, umat Islam banyak yang sedang merasa cemas. Mereka khawatir diberi cobaan yang sulit untuk dihadapi. Allah SWT kemudian menanggapi bahwa tiap ujian yang diberikan tidak akan melampaui kesanggupan manusia. Meski apa yang sedang dihadapi terasa begitu berat, kamu pasti bisa melaluinya. Mulailah percaya bahwa kamu mampu.”Rasulullah Muhammad SAW pun sama seperti manusia lain, pernah merasakan keresahan hati. Allah SWT kemudian menurunkan Al-Insyirah sebagai penghiburan. Dalam surat tersebut, tercantum ayat Alquran tentang semangat yang berbunyi: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah: 5-6)
Kedua ayat tersebut membuktikan bahwa tiap kesulitan tidak akan berlangsung selamanya. Dalam tiap situasi sulit, pasti akan ada kemudahan yang menyertainya.“ Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”. (QS. At Taubah : 40)
Ayat Alquran tentang semangat ini mengajarkan bahwa Allah SWT pasti akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya meski dalam situasi yang begitu sulit. Bersedih memang boleh, tapi jangan berlarut-larut. Mulailah bergerak hidup dengan harapan, pertolongan Allah SWT itu nyata. Saat hati sedang sedih, kamu mungkin merasa begitu kecil dan lemah. Padahal, manusia adalah ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, seperti ayat Alquran tentang semangat berikut:
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.”(QS. Ali Imran : 139). Jangan biarkan kamu larut dalam emosi negatif. Jika muncul pikiran buruk, segera alihkan ke hal yang lebih bermanfaat. Jadikan kekurangan sebagai pemicu untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Allah berfirman :“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (diri) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al Hasyr : 18).
Semua perbuatan yang kita perbuat akan berpengaruh pada kehidupan kita baik masa kini maupun masa yang akan datang (sesudah mati). Hidup adalah untuk masa depan dan masa depan ada ditangan kita.“kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula………”(QS. Al Isra’:7).
Adakalanya kita lupa bahwa hidup ini hanya sementara. Kita jalani kehidupan di dunia ini juga telah diatur oleh Allah SWT. Namun, kita lupa sehingga terperdaya oleh kesenangan sesaat, kesenangan dunia yang melenakan dan terpengaruh dengan kemewahan dunia yang hanya hiasan, dan sementara, dan tempat singgah yang tidak memiliki arti bila tidak digunakan untuk beribadah pada Allah.
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik…” (QS. Al-Israa’: 18-19).
Marilah kita murnikan hidup dan ibadah hanya untuk Allah, Ketika kita beritikad hanya Allah semata yang menjadi tujuan hidup, acuan hidup dan jalan hidup… kita harus berpikir bahwa hanya Allah tumpuan harapan, tempat meminta, tempat mengadu.
Terkadang kita kurang menyadari “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al-An’aam: 162-163). “Dan Dia bersama kalian dimanapun kalian berada...” (QS.Al-Hadid : 4). Kita harus memahami ini dengan hati dan jiwa sebai makrifatullah. (*)
Penulis: Bangun Lubis