Tradisi Pantauan Bunting
Oleh : Albar Santosa Subari
ASSAJIDIN.COM — Prof. Dr. H. Hazairin SH putra Bengkulu dan Guru Besar ilmu hukum adat dan hukum Islam di universitas Indonesia ( UI), yang menulis disertasi berjudul De Rejang, mengatakan bahwa Perkawinan Adat ( Adat Perkawinan) bukan saja urusan pribadi yang akan berumah tangga, tapi juga urusan keluarga, kerabat dan masyarakat bahkan juga ada unsur silsilah adalah urusan yang telah meninggal dunia ( kalau bahasa Jawanya Bibit, Bebet
Bobot.).
Sehingga pernikahan atau perkawinan itu bukan saja urusan agama tapi adalah juga urusan adat istiadat.
Pada kesempatan ini kita ingin mengetahui salah satu tradisi masyarakat yang bermukim di Kabupaten Muaraenim tepatnya di dusun / Desa Mulak Ulu. Yaitu adat istiadat dalam prosesi seseorang yang akan dan saat menikah adalah adat istiadat apa yang sudah dikenal di masyarakat tersebut dengan istilah TRADISI PANTAUAN BUNTING.
Bunting bukan satu makna seperti bahasa kita umumnya ( yaitu orang yang hamil- bahasa daerah Palembang). Tapi maksudnya adalah wanita atau perempuan.
Kalau kita maknai dalam bahasa Indonesia Pantauan berarti memanggil ( pantau) atau mengundang.
Sementara kata Bunting berarti sepasang pengantin, jika dihubungkan dengan terjemahan bebasnya berarti mengundang pengantin untuk datang ( bertandang) ke rumah rumah keluarga dekat masing masing-masing.serts warga setempat.
Tujuan nya adalah salah satu bentuk penghormatan dan rasa bahagia tradisi ini juga sebagai momen perkenalan mempelai pengantin kepada keluarga dan kerabat.
Sebelum dilaksanakan pantauan bunting, kerabat atau warga yang melaksanakan acara tersebut terlebih dahulu menyiapkan makanan atau santapan bagi pengantin.
Pantauan sendiri dilaksanakan sebelum hari J resepsi pernikahan.
Saat pantauan bunting terjadi interaksi pasangan mempelai. Apalagi salah satu mempelai ( laki-laki atau perempuan) bukan warga setempat.
Guna mempererat tali persaudaraan, karena sudah merasa satu kesatuan menjadi kerabat dalam satu komunitas.
Penulis juga pernah menyaksikan sendiri adat tradisional ” Pantauan Bunting”., karena salah satu keluarga ada yang menikah dengan seorang laki-laki yang berasal dari desa/ dusun Mulak Ulu tersebut.
Karena pasangan mempelai tersebut harus singgah atau naik ke rumah sanak keluarga ( biasanya rumah di dusun menggunakan tiang), harus betul betul menyiapkan diri agar tetap fit tidak jatuh sakit. Karena biasa keluarga yang di datangi bukan satu dua rumah tapi lebih dari itu. Dan biasanya disuguhi makanan dan lain sebagainya.
Simpulan bahwa perkawinan adat itu merupakan satu rangkaian dari urusan perseorangan ( yang mau menikah – masa perkenalan bujang gadis), lalu dilanjutkan dengan prosesi pembicara keluarga kedua belah pihak, dan seterusnya sampai ke masalah kerabat ( contohnya adat istiadat Pantauan Bunting tadi).
Masyarakat dan leluhur untuk menilai calon masing masing mempelai ( laki laki dan perempuan: bibit, bebet dan bobot).
Tradisi Pantauan Bunting merupakan simbul dari sifat dan ciri masyarakat hukum adat yaitu komunal, yang melahirkan sifat gotong royong.
Karena perkawinan adat ini adalah urusan keluarga, kerabat dan masyarakat) sehingga jarang terjadi perceraian diantara mereka. Kalau pun ada itu biasanya sudah sulit di damaikan.mungkin.bisa faktor faktor yang tak diduga baik secara internal maupun eksternal.