NASIONAL

Eksistensi Penjual Buku Bekas di Era Digital

AsSAJIDIN.COM — Di tengah gempuran penjualan buku secara digital, belasan toko buku bekas di Jalan Sudirman, deretan Masjid Agung Sultan Badaruddin Jayo Wikramo, Kota Palembang ini masih bertahan.

Di masa kejayaannya, toko buku bekas pernah menjadi salah satu referensi pencarian buku yang ramai dikunjungi siswa, mahasiswa bahkan masyarakat umum.

Selain harganya yang murah, depot buku bekas yang ada sejak tahun 90-an ini menjual buku-buku bersejarah dari agama, politik, hukum, sosial, hingga novel dan komik pun dapat ditemukan di toko buku bekas ini.

Namun di masa kini, persaingan dengan digital tak bisa dihindari. Hal ini diakui Abu Usman, pemilik Depot Jasa Buku. Ia mengatakan, saat ini tersisa 15 toko buku bekas di kawasan Masjid Agung.

“Dari sebelumnya mencapai puluhan pedagang, makin lama makin berkurang, terutama sejak Covid lalu dan penjualan banyak lewat digital,” katanya.

Lihat Juga :  Menag Minta Perkuat Pelibatan Umat dalam Program Keagamaan

Meski tak seramai dulu, para pedagang tetap mempertahankan usahanya. Mereka tetap berharap keberkahan berpihak pada penjualan buku bekas ini.

“Masih ada yang cari buku bekas kita, walau tak seramai dulu, baik orang tua, anak sekolahan dan mahasiswa,” katanya.

Merosotnya penjualan buku diakuinya sangat terasa berawal sejak pandemi Covid-19. Dimana sejak itu hampir semua jenis penjualan beralih secara online.

“Semua jenis penjualan saat itu beralih ke digital, termasuk buku, sehingga sejak itu penjualan kita merosot sampai 75 persen, bahkan kadang tidak laku,” katanya.

Kini penjualan buku berangsur pulih, meski tak sepenuhnya. Sebagian orang masih mencari buku di toko buku bekas karena harganya yang terjangkau.

“Harganya beragam, lebih murah dari yang toko atau online, misal di toko Rp50.000, kita bisa Rp40.000 – Rp35.000, isi dan ilmunya sama, beda harga saja,” katanya.

Lihat Juga :  Semua Jawaban Permasalahan Hidup Ada Dalam Alquran

Para pemilik toko buku bekas ini biasanya menerima buku-buku yang tidak lagi digunakan oleh pemiliknya dan dijual ke depot buku di kawasan Masjid Agung ini.

“Lebih dari 30 tahun kita bertahan karena masih ada yang membutuhkan koleksi buku kita,” katanya.

Senada itu, M Idris, pemilik Toko Depot Buku Riski mengatakan, biasanya di setiap ajaran baru banyak orang tua dan siswa juga mahasiswa datang mencari buku.

“Kita punya sekitar 500 koleksi buku, biasanya tiap ajaran baru mahasiswa UNSRI, siswa dari TK sampai SMA ramai mencari buku disini,” katanya.

Ia tidak memungkiri persaingan dengan digital sangat berpengaruh. “Kita tidak beralih, tetap buka toko bersama belasan pemilik lainnya,” katanya. (pitria)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button