Menjadi Guru yang Mewarisi Nabi
Makna Guru Pewaris Nabi dan Rasul Allah, Tingginya Kedudukan Seorang Guru, Guru yang Bagaimana dan Seperti Apa?
AsSAJIDIN.COM — Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir. Dia mengatakan guru laksana pewaris nabi dan rasul Allah. Bahasa Arabnya Warasutul Al Anbiya.
Apa maknanya? Apakah semua guru atau ada ciri dan syaratnya? Berikut penjelasannya.
Dikutip dari laman kemenag.go.id, dalam bahasa Agama Islam guru disebut dengan “Warasatul Anbiyaa “pewaris para nabi dan rasul Allah.
Hal ini karena tugas para guru hampir sama dengan para rasul, yaitu memberi pelajaran, penerangan untuk mendidik manusia agar mengalami perubahan dari bodoh menjadi pandai dari tidak tahu menjadi tahu, tak berakhlak menjadi berakhlak.
Dalam surah Ali Imran [3] ayat 164 Allah SWT menegaskan tugas para rasul. Dalam ayat tersebut setidaknya ada tiga tugas pokok seorang rasul yang bisa dijadikan pegangan oleh setiap guru, yaitu membacakan ayat-ayat Allah (at-tilawah); membersihkan jiwa (at-tazkiyah); dan mengajarkan Alquran (al-kitab) dan sunah (al-hikmah).
Guru merupakan profesi yang paling mulia, agung, dan dihormati. Hal itu karena guru sebagai ahli waris para nabi. Guru dihormati karena ilmunya, yaitu ilmu yang diwariskan Rasulullah SAW melalui para sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in, para ulama, dan guru terdahulu.
Karena itulah, para guru pantas disebut sebagai ahli waris para nabi.
Namun, guru yang bagaimana?
Fasilitator Paham Alquran di Palembang, Sukardi SThI, mengatakan guru yang dapat disebut pewaris nabi yaitu guru yang akhlaknya baik meniru suri tauladan nabi serta yang mengamalkan dan mengajarkan ilmu sesuai tuntunan Alquran dan Hadits.
Menjadi guru berarti memiliki peluang mendapatkan amalan yang terus mengalir, yaitu dengan mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada peserta didik.
Sabda Nabi SAW, “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu berdoa untuknya.” (HR Muslim).
Menurut Syekh Jamal Abdul Rahman, jika guru mampu mendidik siswa menjadi saleh maka hal itu masuk ke dalam ketiga kategori amal yang tidak akan putus sebagaimana dalam hadis di atas. Maksudnya, waktu dan tenaga yang disisihkan guru untuk mendidik siswa bisa menjadi sedekah jariyah.
Ilmu yang guru sampaikan kepada siswa akan menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan, siswa yang dididik guru akan menjadi anak yang saleh, yang akan mendoakan dirinya, baik ketika guru masih hidup maupun sudah meninggal dunia.
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.Al-Muadillah ayat 11).“Innamaa bu`istu li utammima makaarimal akhlak “Sesungguhnya aku diutus kata rasulullah hanyalah untuk menyempurnakan akhlak mulia (HR.Akhmad).
Merupakan suatu keharusan seorang penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari gurunya. Para guru, ulama, serta ustazd dan ustazah mereke semua pewaris para nabi begitu tinggi akhlak mereka, tak lepas wajahnya menebarkan senyum kepada para murid, sabarnya mereka dalam memahamkan pelajaran, sabar menjawab pertanyaan para tolibul ilm yang tak ada habisnya, jika berpapasan di jalan malah mereka yang memulai untuk bersalaman, sungguh akhlak yang sangat terpuji dari para penerbar sunnah.syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Jika gurumu itu sangat baik akhlaknya, jadikanlah dia qudwah atau contoh untukmu dalam berakhlak.
Namun bila keadaan malah sebaliknya, maka jangan jadikan akhlak buruknya sebagai contoh untukmu, karena seorang guru dijadikan contoh dalam akhlak yang baik, bukan akhlak buruknya, karena tujuan seorang penuntut ilmu duduk di majelis seorang guru mengambil ilmunya kemudian akhlaknya.”Sabar dalam membersamainya.Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun amalnya nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya.
Tetap bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.Allah berfirman :“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).
Karena tidak ada yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza wa Jalla. (*/berbagai sumber)