Belajar Memelihara Kebaikan Hati dan Jiwa Kepada Orang Lain

ASSAJIDIN.COM – Seorang muslim, diajarkan bagaimana memelihara kebaikan dalam hati dan jiwanya. Merekapun dituntut untuk memiliki adab, akhlak yang bagus dan suka memberikan kebaikan kepada sesamanya.
Seorang muslim, diajarkan perkara hati – jiwa dan prilaku nyata. Sosok yang lembut hatinya, tidak sombong dan tidak pula mencari popularitas untuk disebut sebagai seorang yang suka dipuji-puji. Sangan sempurna.
Namun kalau kita menyaksikan kenyataan yang diharapkan itu, agaknya makin ke sini semakin jauh dari harapan. Diantara mereka suka berseberangan pandangan, mempertontonkan kehebatannya, tak mau mengalah dengan menhindari kebaikan kepada sahabat muslimnya, bahkan yang paling parah membunuh sesama pun kadang terjadi.
Belum lagi soal popularitas. Diantaranya, ingin dipuji dan ujub, ataupun angkuh dan sombong. Tidak mau memaafkan dan memberikan kebaikan kepada sahabat sesamanya. Sebuah sikap paradoks dengan perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW. Ia bermain-main dengan sikap dan kata, tetapi menyinggung hati sahabat muslimnya yang lain.
Jika kita jujur, tidak ada ajaran mengenai perkara seperti itu dalam ajaran Islam. Kalau, seorang Muslim sudah mulai mendekatkan diri dengan ajaran agamanya, hendaklah tidak lagi memiliki pemikiran demikian yang justru dapat menggugurkan kebaikan yang dimilikinya. Imbalan kebaikan atasnya berupa pahala, gugur dengan berganti dosa.
Jangan Sakiti Hatinya
Lihat saja dalil yang dibentangkan AlQuran dalam firman Allah. “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat (laki-laki dan perempuan) tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”(QS.Al Ahzab (33): 58).
Sebuah larangan yang diperintahkan Allah untuk tidak menyakiti saudara muslim. Berarti Allah meminta sebaliknya, saling menyayangi, membela dan mencintai karena Allah. Maafkan sekalipun mereka ada kesalahan, sepanjang kata maaf masih bisa berarti dalam sebuah ‘pertengkaran’ diantara kamu.Maaf itu lebih mulia.
Ingatlah dan sadarilah, bahkan belum tentu sahabatmu seiman itu, tidak menyukaimu, bisa jadi dia sangat menyayangimu. Jika hanya sebuah perkara kecil menyinggung hati, maka lupakanlah itu, biar semua baik-baik saja.
Firman Allah; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim “ (QS. Al Hujuraat (49):11).
Pada ayat ini, Allah memanggil hamba-Nya sebagai “Hai Orang-Orang yang Beriman”. Sebuah panggilan yang begitu sangat baik dan memuliakan, yakni sebaik-baik panggilan. Orang yang Beriman. Lalu mengapa diantara mereka yang beriman malah justru saling mengejek dan memanggil dengan panggilan yang buruk? Ini sebuah pengingkaran terhadap sifat Allah yang Maha Baik. Maha Penyayang, Maha Pengasih, Maha Mencintai hamba-Nya. ‘’Mari kita renungkan dengan mendalam, dan tidak hanya membaca kalimat itu selintas saja. Indah sekali dan begitu menyentuh,” kata dr. Adika Mianoki, dalam sebuah artikelnya diterbitkan muslim.or.id, 23 September 2021.
Rasulullah bersabda;” Mencela hanyalah dilakukan oleh orang yang hatinya penuh dengan akhlak yang tercela dan hina serta kosong dari akhlak mulia. Oleh karena itu Sabda Nabi SAW:”Cukuplah seseorang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim” (HR Muslim) “ .
Tinggikan Derajatnya
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Allah Ta’ala melarang dari perbuatan sikap merendahkan orang lain dan menghina mereka. Hal ini sebagaimana terdapat pula dalam hadits Nabi dalam Sabdanya, ‘Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain’,
Yaitu menghina dan menganggap orang lain lebih rendah, dan ini adalah perbuatan haram. Boleh jadi orang yang dihina lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah dan lebih Allah cintai. Oleh karena itu Allah berfirman (QS. Al Hujuraat :11), ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim).
Ingatlah bahwa manusia yang paling dicintai Allah adalah sebagaimana Sabda Rasulullah, adalah manusia yang saling mencintai karena Allah, dan bermanfaat pula bagi manusia lainnya.
Begitu banyak pelajaran yang disampaikan oleh Rasulullah kepada umatnya, agar selalu terjaga dari keburukan diri, dari dosa dan dari kehinaan. Hasan Al Bashri rahimahullah berkata;” Akhlak yang baik itu adalah gemar memberi, berbuat baik pada orang lain dan bersabar (mamaafkan) atas kesalahan orang. ( tulisan, Ustadz Maulana La Eda – Mahasiswa Pasca Sarjana, Prodi Ilmu Hadist-Universitas Islam Madina).
Kecuali memuliakan orang lain, sebenarnya sikap memuliakan diri sendiripun begitu dituntut dalam kehidupan sehari-hari. Memuliakan diri misalnya, kita tak perlu menyombongkan diri, karena sifat sombong itu tidak disukai Allah,:”Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.”(QS. An Nahl : 23)
Begitu pun dengan riya, misalkan seorang berbuat kebaikan semacam seorang yang ahli ibadah, atau merasa bangga sekali dengan sedekah yang diberikannya kepada saudaranya yang membutuhkan, maka batallah pahala sedekahnya itu. (Ramkuman dari tulisan Adika Mianoki)
Begitulah, kenyataan dalam kehidupan umat muslim yang tidak dikehendaki oleh Allah. Allah mengharapkan bagaimana harus berkehidupan sesuai dengan ajaran yang disampaikan Rasulullah, jangan sampai ada bibit-bibit ketidakbaikan dalam hati dan jiwa maupun dalam prilaku sehari-hari umat muslim agar keridhoan Allah terus menyertai.(*)
Penulis: Bangun Lubis