Syahadat Kunci Pembuka Bagi Seseorang Menjadi Islam
Islam dengan Dua Kalimat Syahadat

SYAHADATAIN yang diucapkan dengan kalimat, Asyhaduan Laa Ilaaha ill Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasuulullah.
Aku mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu adalah Rasulullah (utusan Allah). Bobot perkataan “Asyhaduan Laa Ilaaha ill Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasuulullah” itu sangat agung dalam ajaran Islam.
Inilah dua kalimat syahadat yang selalu membasahi lisan orang-orang beriman setiap hari–minimal dalam shalatnya. Dua kalimat syahadat (syahadatain) merupakan kunci pembuka bagi seseorang yang ingin masuk Islam. Ini sekaligus yang pertama dari rukun Islam.
Dua kalimat itu sesungguhnya mengandung makna transendental-vertikal dan berimplikasi horizontal. Dengan mengikrarkan ungkapan syahadat yang pertama (kalimat tauhid), seseorang telah berjanji dengan sepenuh hati, ia hanya akan melakukan pengabdian sekaligus memohon pertolongan kepada Allah Swt. saja, tidak kepada selain-Nya. Kalimat tauhid ini akan mengantarkan pula kepada suatu keyakinan yang mantap, ketundukan yang mutlak absolut itu hanyalah kepada Allah Swt.
Ketundukan kepada manusia, meskipun para pemimpin, hanyalah bersifat relatif. Seseorang akan patuh manakala pemimpin itu berperilaku sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Manakala si pemimpin menyimpang jauh dari garis kebenaran, maka tidak ada kepatuhan dan ketundukan kepadanya. Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk manakala bermaksiat kepada Khalik (Allah SWT).”
Dalam pandangan Muslim dan Mukmin yang bertauhid, semua manusia itu sama. Oleh karena itu, sangatlah bertentangan dengan pernyataan syahadatnya yang pertama, apabila ada seorang Muslim mensakralkan pemimpinnya. Yang makshum itu hanyalah para rasul dan nabi Allah.
Syahadat yang kedua mengantarkan seorang Muslim pada keyakinan bahwa Nabi Muhammad Saw. itu adalah utusan Allah Swt. Beliau-lah figur yang patut dijadikan teladan dalam segala aktivitas kehidupan yang mana tedapat dalam surat Al-Ahzab ayat 21.
Bukti keimanan dan kecintaan kepada Allah Swt., adalah ittiba’ (mengikuti dengan sungguh-sungguh) kepada Rasulullah Saw. Perhatikan firman-Nya, “Katakanlah: Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Zat Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS.Ali Imran: 31).(Republika-2022).
Syahadat dalam pemahaman Islam, ini diartikan bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah semata, dan Muhammad adalah utusan Allah bagi umat Islam adalah memberikan pembelajaran mengenai keyakinan akan Islam sebagai agama yang haq dan menyampaikan kebenaran akan kebenaran Allah itu sendiri.
Syahadat merupakan bentuk pengakuan atau sumpah terhadap keyakinan kepada kebenaran bahwa Tuhan hanya Allah Swt. saja dan Dia adalah Tuhan yang Adil dan bijaksana.Firman Allah pada surat Ali Imran ayat 18 : ”Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu dan orang yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia. Yang Maha Perkasa, Maha-bijaksana.”
Tuhan adalah Allah yang Maha Perkasa dan lagi Maha Bijaksana. Jadi bukan Tuhan bila tidak adil, bila tidak perkasa, bila tidak Mahabijaksana. Semua kemahaan itu hanya ada pada Allah Swt. Demikian disampaikan, Ustadz Drs. H. Umar Said, Ketua Umum Forum Ummat Islam (FUI) Sumatera Selatan, dalam pengajian Ahad pagi di Masjid Al Furqon Palembang. Pengakuan atas Syahadat yang merupakan sumpah dari seorang hamba ini, tentu menanggung resiko yang bila mengingkarinya akan menanggung dosa bahkan ingkar atas ajaran Islam. .
Ingkar & Munafik
Mereka para pengingkar sumpah atau syahadat tersebut, hanya menjadikan syahadat sebagai alat perlindungan diri. Mereka bersyahadat; hanya ingin mendapat perlindungan diri dari Rasulullah. Padahal, mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang mengingkari Allah dan Rasulnya dalam hatinya. Mereka adalah orang-orang munafik.
Mereka seolah-olah mengakui keberadaan Allah Swt. dan kebenaran bahwa Muhammad sebagai Rasulullah, tetapi mereka juga menghalang-halangi orang beriman untuk menegakkan kalimatullah. “Mereka bersumpah tetapi mereka ingkar atau tidak sungguh-sungguh mempercayai kebenaran atas syahadat yang diucapkan. Mereka bersaksi dengan mulut tetapi hatinya mengingkari.”
Mereka hanya ingin mencari selamat dari orang-orang beriman, atau agar mereka disebut sebagai golongan dari kaum mukmin. Padahal, syahadat mereka hanya main-main dan tidak ingin menegakkannya secara benar. Pada dasarnya, mereka yang ingkar itu bertujuan menjalin kerjasama dengan kaum kuffar, untuk merongrong agama Islam dan menghalang-halangi ditegakkannya syariat Islam.
Syahadat adalah berupa perjanjian, kesaksian dengan Allah. Janji untuk mengakui satu satunya Tuhan. Sebagaimana dalam fiman Allah dalam surat Al Maidah ayat 7 : ”Dan ingatlah akan karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya, yang telah diikatkan kepadamu, ketika kamu mengatakan”Kami mendengar dan Kami menaati.” Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mengetahui segala isi hati.”
Nikmat yang diungkapkan dalam ayat ini adalah Addinul Islam yakni kebenaran Al Qur’an. Sebab pada saat bersamaan nikmat berupa Addinul Islam, telah mengikatkan kamu dalam sebuah perjanjian dengan Allah.
Adanya perjanjian dengan Allah tersebut telah tercatat dalam surat Al Qur’an surat Al A’raaf ayat 172 : ”Wahai Muhammad , ingatlah ketika Tuhanmu mengambil perjanjian dari anak keturunan Adam saat masih berada dalam rahim ibunya, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri. Firman-Ku kepada manusia .”Wahai manusia, bukankah Aku adalah Tuhan kalian? Mereka menjawab. “Benar kami bersaksi.” Wahai manusia, perjanjian ini dibuat supaya pada hari kiamat kelak kalian tidak berkata.”Di dunia dahulu kami tidak pernah mengenal ajaran tauhid.”
Sebuah konsekwensi yang tak dapat dipungkiri. Manusia telah berjanji ketika dalam kandungan ibu dengan Allah melalui kesaksian dengan roh, yakni pengakuan atas kebenaran Tuhan yang satu yakni Allah Swt.
Karenanya, jika pun ada anak manusia yang kemudian lahir dan besar menjadi Nashrani atau Majusi, adalah karena tindakan orangtuanya, sebagaimana hadist Rasulullah Saw.: Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah telah bersabda: “Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat darinya buntung (pada telinga)?”. Hadist diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam Kitabul Jana`iz (no. 1358, 1359, 1385).
Disamping itu Rasulullah adalah saksi bagi umatnya, untuk pengakuan atas kebenaran seseorang itu ummat Rasulullah. Rasulullah akan tahu ummatnya memiliki dengan ciri-ciri keislamannya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 31 : “Wahai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang mukmin”Taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya . Jika kalian mengingkari perintah atau larangan Allah dan Rasul-Nya, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”
Melalui firman Allah ini, sungguh suatu ancaman kepada mereka yang ingkar atas syahadat atau sumpah dan janji atas kebenaran Allah Swt. Sebab, tidak dapat kalian bersaksi bahwa ada Tuhan Selain Allah. Yang bersaksi demikian hanyalah mereka yang ingkar atau munafik.(*)
Penulis: Bangun Lubis