NASIONAL

Memaknai Emansipasi Muslimah yang Insya Allah Diridhoi Allah

ASSAJIDIN.COM — BULAN April menjadi bulan spesial bagi perempuan Indonesia. Mengapa? karena di bulan April menjadi bulan peringatan kelahiran Raden Ajeng Kartini (RA Kartini), pelopor kebangkitan perempuan dan pejuang emansipasi perempuan (muslimah) Indonesia.

 

RA Kartini yang lahir di Jepara, 21 April 1879 disebut oleh Pramoedya Ananta Toer sebagai pemikir modern Indonesia pertama yang tanpanya maka penyusunan sejarah modern Indonesia tidaklah mungkin.

Dikutip dari Kompas.com, menurut para penulis, pemikiran Kartini yang tertuang lewat surat-suratnya kepada J.H. Abendanon dan istrinya, beserta sahabat penanya yang sebagian besar orang Belanda menjadi hal yang sangat berharga di masa itu.

Berikut beberapa hal yang diperjuangkan Kartini terkait emansipasi perempuan.

  1. Pendidikan bagi kaum perempuan.

Seperti yang diketahui, di masa RA Kartini mencoba memperjuangkan emansipasi perempuan. Perempuan biasa tidak diperbolehkan mendapatkan pendidikan. Hanya perempuan bangsawan yang berhak memperoleh pendidikan.

Selain itu, budaya turun-temurun saat itu menormalisasi seorang perempuan hanya pasif menjalani alur kehidupan. Kartini ingin membuktikan bahwa perempuan pun harus memperoleh pendidikan dan bisa menggantikan peran laki-laki.

  1. Perempuan tidak dipandang rendah

Pada surat untuk Stella Zeehandelaar, 23 Agsutus 1900 dituliskan juga gelisah Kartini mengenai kedudukan kaum perempuan yang selalu dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki. “Ingin hatiku hendak beranak, laki-laki dan perempuan, akan ku didik, ku bentuk jadi manusia dengan kehendak hatiku. Pertama-tama akan ku buangkan adat kebiasaan yang buruk, yang melebih-lebihkan anak laki-laki daripada anak perempuan”.

 

  1. Perempuan berhak bebas dan punya kesempatan setara.

Ia juga menceritakan kisah pengalaman tentang betapa nestapanya perempuan harus terkurung di dalam rumah dan tidak diperbolehkan mengetahui kondisi dunia luar sebelum mereka menikah. Dahulu, perempuan selalu dicap sebagai objek yang hanya harus berada di dapur, kasur dan sumur.

 

Lalu surat kepada Nyonya Cvink Soer pada awal 1900, Kartini menyampaikan bahwa keinginan atau target pemerintah dalam memakmurkan masyarakat di Pulau Jawa tidak bisa hanya dilakukan dengan pengajaran bagi para pegawai laki-lakinya. “Pemerintah hendak memakmurkan Pulau Jawa, hendak mengajar rakyat pandai berhemat, dan hendak memulainya dengan pegawainya. Apakah gunanya memaksa orang laki-laki menyimpan uang, apabila perempuan yang memegang rumah tangga, tiada tahu akan harga uang itu?”.

Lihat Juga :  Fiqih Ringkas Ibadah Kurban

 

Dimaksudkan RA Kartini saat itu adalah bila memang pemerintah ingin memajukan peradaban, maka haruslah kecerdasan pikiran dan kecerdasan budi sama dimajukan baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan.

 

 

Emansipasi yang Diridhoi Allah

 

Seabad telah berlalu. Sebagian cita-cita RA Kartini sudah tercapai. Sudah tidak terhitung berapa banyak perempuan Indonesia berpendidikan tinggi, setara dengan laki-laki.

Berapa banyak perempuan yang melanglang buana tak terkukung di rumah saja, dan tidak sedikit perempuan hidupnya harmonis, berhasil dalam karir dan keluarga.

Lalu pertanyaaan sekarang emansipasi yang bagaimana yang diridhoi Allah?

Ustad H Muhammad Harris Ridho, Lc, Fasilitator Paham Quran yang juga penyuluh Agama Islam Kemenag Lahat mengatakan, sebenarnya bukan hanya perempuan yang berperan untuk menjadikan dirinya bermartabat dengan bungkus emansipasi.

Perempuan (muslimah) tidak akan berhasil tanpa peran laki-laki, sebaliknya laki-laki pun tak akan sukses tanpa perempuan. Mustahil laki-laki tanpa perempuan di belakangnya.

Sesungguhnya kondisi yang ideal adalah saling mengerti dan saling paham dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan. Ya, kalau dalam keluarga artinya kerja sama tim antara suami dan istri. Antara orangtua dan anak-anaknya.

“Bila suami tahu perannya dan bagaimana dia mendukung istri, dan sebaliknya istri tahu perannya sebagai partner suami. Insyaallah semua akan beres,” katanya.

 

Lanjut Harris, Allah sudah sangat jelas mengatakan dalam surat Al-Hujurat ayat 13 dalam Bahasa Arab, Latin dan juga terjemahannya:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Lihat Juga :  Kumpulan Ayat Alquran Membahas Tentang Anak Yatim

Ya ayyuhan-nāsu inna khalaqnakum min żakariw wa unṡa wa ja’alnākum syu’ụbaw wa qabā`ila lita’ārafụ, inna akramakum ‘indallāhi atqākum, innallaha ‘alīmun khabīr.

 

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Kandungan  Surat Al-Hujurat Ayat 13.

 

  1. Manusia adalah Satu Keturunan

Dalam Surat Al-Hujurat Ayat 13 dijelaskan bahwa Allah SWT menyerukan bahwa seluruh umat manusia adalah satu keturunan. Mereka berasal dari nenek moyang yang sama, yakni Adam dan Hawa. Dikarenakan berada dalam satu keturunan, maka setiap manusia adalah setara dan tidak ada perbedaan kasta dalam kehidupan.

  1. Prinsip Berhubungan Antar-manusia

Melalui keturunan yang sama, Allah SWT menjadikan manusia menjadi bersuku-suku, sehingga jumlah manusia semakin berkembang pesat. Dengan hal ini, maka keberagaman dalam kehidupan menjadi tidak terhindarkan dan kita dianjurkan untuk saling mengenal satu sama lain serta saling memberi manfaat.

  1. Kemuliaan dan Ketaqwaan

Surat Al-Hujurat Ayat 13 menjelaskan bahwa yang membedakan manusia di hadapan Allah SWT adalah ketaqwaannya. Bukan jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan.

Semakin bertaqwa seseorang (baik itu laki-laki maupun perempuan), maka ia akan semakin dimuliakan oleh Allah SWT.

 

Jelaslah bahwa emansipasi yang diridhoi Allah adalah mereka yang bisa menjaga kehidupannya dengan seimbang.

Perempuan boleh berpendidikan tinggi mengejar cita-citanya dan berperan serta bermanfaat. Perempuan bertoleransi dengan suami, anak, lingkungannya dan menjalankan kodratnya sebagai perempuan.

Ditambah, perempuan harus menjadi insan yang mulia dan takwa agar mendapat ridho Allah.

Tidak ada tujuan lain hidup di dunia selain mendapat/menggapai ridho Allah. Demikian seharusnya perempuan dalam memahami perannya di era emansipasi agar tetap membumi. (novi amanah)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button