Oleh: H Emil Rosmali ( Pemimpin Umum Assajidin.com)
“ Sabar akan membawamu kepada alam kebahagiaan”
ASSAJIDIN.com – Seorang sahabat pernah berkeluh kesah. Rumahtanganya tidak begitu ‘damai’. Adakalanya bagaikan penuh keramaian yang ‘membuncah’ dan bahkan pertengkaran selalu membarengi perjalan waktu. Begitulah rumah tangga. Selalu ada persoalan utamanya diantara suami dan istri, dan juga dengan anak-anak. Bahkan jika terjebak dalam jalan buntu maka perceraian tak jarang menjadi jalan akhir. Tentu bukan hanya suami yang ingin bercerai lalu terjadi, namun istri juga tidak jarang memiliki keinginan besar untuk menggugat cerai suaminya, karena tak lagi sejalan. Kasihan. Padahal Allah memberikan gambaran sebagaimana firman-Nya.” Artinya: Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya…”(QS. An Nisa : 1).
Dalam Islam tentu ada rambu-rambu yang harus dipatuhi seorang wanita (istri) jika ingin menguggat cerai suami. Namun, banyak ulama memohonkan agar tetaplah dapat memelihara kerukunan rumah tangga dengan baik dan menuju kebahagiaan. Betapa Allah menyayangi sebuah rumah tangga yang memiliki ikatan yang erat, baik pada suami maupun istri. Menurut ajaran Islam, perkawinan adalah ikatan suci, agung dan kokoh, antara seorang pria dan wanita sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah SWT, untuk hidup bersama sebagai suami-isteri. Al-Qur’an menyebutkan dengan kata-kata “Mitsaaqan ghaliza” yakni perjanjian yang suci dan mulia, yang setara dengan perjanjian Allah dengan para Nabi. ( Ditulis oleh Drs Juhar, Penghulu Ahli Madya KUA Kecamatan Padang Utara, Kota Padang) . Dalam surah Al-Ahzab ayat 7:Artinya : “Dan (ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam, dan kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.”.
Maksudnya: perjanjian yang teguh ialah kesanggupan menyampaikan agama kepada umatnya masing-masing. Dalam surah An-Nisa’ ayat 21, ketika Allah mengabadikan perjanjian perkawinan. Perkawinan bukanlah perjanjian dan kontrak perdata biasa, tetapi suatu ikatan lahir batin antar seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pemahaman lembaga perkawinan, baik yang disebutkan dalam ajaran agama maupun dalam konteks yuridis ini, menunjukkan bukti betapa dimensi kedalaman dan sucinya ikatan perkawinan. Firman Allah ;” Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasangannya” (QS Al-A’raf: 129).
Itu makanya “Marie Van Ebner Escenbach” sampai menyatakan: “Bila di dunia ini ada sorga maka itu adalah perkawinan dan rumah tangga yang bahagia”. Ungkapan ini sebenarnya dia telah mengambil sabda Rasulullah SAW: yaitu: “Baitii Jannatii”, “Rumah tanggaku adalah sorga bagiku”. Namun pada tataran aplikatif tidak mudah mewujudkan kerukunan, keharmonisan, ketenteraman, kedamaian dalam rumah tangga yang berujung kepada kebahagiaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya muncul konflik dalam rumah tangga yang dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan. Sebagaimana yang telah diuraikan di depan, bahwa perkawinan merupakan lembaga sakral yang harus dijaga dan dihormati. Karena sakral dan sucinya hubungan perkawinan, maka berbagai cara harus ditempuh untuk menyelamatkan sakralitas dan keutuhannya. Atas dasar itulah pada prinsipnya perceraian dilarang dalam Islam, kecuali berbagai upaya untuk menyelamatkannya itu sudah diupayakan, namun tetap tidak berhasil.
Kebaikan keluarga akan berpengaruh kepada kebaikan masyarakat, dan kebaikan masyarakat akan berpengaruh kepada kebaikan negara. Oleh karena itulah agama Islam banyak memberikan perhatian masalah perbaikan keluarga. Di antara perhatian Islam adalah bahwa seorang laki-laki, yang merupakan kepala rumah tangga, harus menjaga diri dan keluarganya dari segala perkara yang akan menghantarkan menuju neraka. Marilah kita perhatian perintah Allâh Yang Maha Kuasa berikut ini :
Tafsir ini ingin menyebut bahwa hai orang-orang yang beriman, Allâh Maha kasih sayang kepada para hamba-Nya. Jika Dia memberikan perintah, pasti itu merupakan kebaikan dan bermanfaat, dan jika Dia memberikan larangan, pasti itu merupakan keburukan dan berbahaya. Maka sepantasnya manusia memperhatikan perintah-perintah-Nya. Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhuma dan para Ulama Salaf rahimahumullâh berkata, “Jika engkau mendengar Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam al-Qur’ân ‘Hai orang-orang yang beriman’, maka perhatikanlah ayat itu dengan telingamu, karena itu merupakan kebaikan yang Dia perintahkan kepadamu, atau keburukan yang Dia melarangmu darinya”. (ttps:almanhaj.or.id/22724-jagalah-dirimu-dan-keluargamu-dari-api-neraka)
Di dalam keluarga, saat beradu argumen, tentu kita diliputi perasaan emosi yang membuat kita sulit, bahkan tak bisa berpikir jernih. Karena itulah saat emosi kita sulit mengendalikan diri. Yang ada hanya keinginan untuk meluapkan amarah, salah satunya melalui kata-kata. Namun, ketika sedang beradu argumen dengan suami, seemosi apapun perasaan, tenmtu kita harus tetap bisa mengendalikan diri. Jangan sampai melontarkan ucapan tak pantas kepada suami. Sebagai istri, Anda wajib menghormati suami, namun juga suami wajib menghormati istri. Tidak bisa hanya sepihak. Tentu harapannya adalah ketenteraman rumahtangga.(*)