Hikmah Paling Berharga dari Peristiwa Isra Miraj
AsSAJIDIN.COM — Setiap bulan Rajab kaum Muslimin selalu memperingati peristiwa perjalanan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW.
Isra adalah perjalanan Nabi dari Masjidil Haram (di Makkah) ke Masjidil Aqsha (di al-Quds, Palestina). Mi’raj adalah kenaikan Nabi menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk. Semua itu ditempuh dalam semalam. Jumhur sepakat bahwa perjalanan ini dilakukan oleh Nabi SAW dengan jasad dan ruh. Oleh karena itu, ia merupakan salah satu mukjizatnya yang mengagumkan yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya.
Peristiwa Isra Mi’raj terjadi pada tahun ke 10 dari Nubuwah, ini pendapat al-Manshurfury. Menurut riwayat Ibnu Sa’d di dalam Thabaqat-nya, peristiwa ini terjadi 18 bulan sebelum hijrah. Dengan tujuan untuk menentramkan perasaan Nabi, sebagai nikmat besar yang dilimpahkan kepadanya. Agar Nabi merasakan langsung adanya perlindungan dari-Nya, yang sebelumnya, Nabi mengalami kesulitan dan penderitaan selama menjalankan dakwah dan kehilangan orang yang dicintai, Abu Thalib dan Khadijah binti Khuwailid; untuk menunjukkan pada dunia bahwa Nabi merupakan Nabi teristimewa; untuk menunjukkan keagungan-Nya (QS al-Isra’ [17]: 1, QS al-An’am [6]: 75, dan QS Thaha [20]: 23); dan untuk menguji keimanan umat manusia.
Mengapa perjalanan Isra Mi’raj dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha? Peristiwa ini memberikan isyarat, kaum Muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi Rumah Suci (Baitul Maqdis) dari keserakahan musuh Islam.
Hal ini juga mengingatkan kaum Muslimin zaman sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang selalu menodai dan merampas Rumah Suci. Dalam perjalanan Isra Mi’raj, Nabi dipertemukan dengan para nabi terdahulu, hal ini merupakan bukti nyata adanya ikatan yang kuat antara Nabi SAW dengan nabi-nabi terdahulu. Sabda Nabi SAW, “Perumpamaan aku dengan nabi sebelumku adalah seperti seorang laki-laki yang membangun sebuah bangunan, lalu ia memperindah dan mempercantik bangunan itu, kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya.
Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, “Amboi indahnya, jika batu batu ini diletakkan?” Akulah batu bata itu, dan aku adalah penutup para nabi.” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadis shahih diriwayatkan, Nabi SAW mengimami para nabi dan rasul terdahulu dalam shalat jamaah dua rakaat di Masjidil Aqsha. Kisah ini menunjukkan pengakuan bahwa Islam adalah agama Allah terakhir yang diamanatkan kepada manusia. Agama yang mencapai kesempurnaannya di tangan Nabi SAW.
Pilihan Nabi SAW terhadap minuman susu, ketika Jibril menawarkan dua jenis minuman, susu dan khamr, merupakan isyarat secara simbolik bahwa Islam adalah agama fitrah. Yakni, agama yang akidah dan seluruh hukumnya sesuai dengan tuntunan fitrah manusia. Tidak ada sesuatu pun yang bertentangan dengan tabiat manusia. Oleh-Oleh Isra Mi’raj Sekembalinya seseorang dari menempuh perjalanan jauh selalu membawa oleh-oleh untuk keluarga, sanak famili, dan tetangganya.
Pun dengan perjalanan Isra Mi’raj Nabi SAW. Nabi SAW membawa oleh-oleh untuk umatnya. Setiap oleh-oleh yang dibawa Nabi pasti memiliki manfaat bagi manusia. Oleh-oleh yang dimaksud adalah perintah shalat lima waktu. Sungguh merugi orang yang shalat, namun ia tidak dapat merasakan manfaatnya. “Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS al-Maa’un [107]: 4-5). Di antara manfaat shalat itu, pertama, sebagai pembuka pintu surga. Nabi bersabda, “Kunci surga adalah shalat dan kunci shalat adalah wudhu.” (HR Tirmidzi).
Kedua, sebagai penerang hati. Shalat mendidik jiwa, menajamkan nurani, dan menerangi hati melalui lentera kebesaran dan keagungan. Nabi bersabda, “Shalat itu adalah cahaya penerang bagi seorang Mukmin.” (HR Ibnu Majah). Ketiga, meraih ketenangan dan kebahagiaan. Seseorang yang mendirikan shalat berarti sedang menghadap Allah secara langsung tanpa perantara. Dengan keadaan seperti itu, perasaan dekat kepada-Nya menyelimuti jiwa, kebersamaan dengan-Nya memenuhi dada yang diiringi rasa tenteram, percaya diri, dan penuh keyakinan. Kondisi itu pula yang mengantarkan seseorang untuk sujud dan rukuk dengan penuh khusyuk, seraya memohon pertolongan-Nya. “Sesungguhnya beruntunglah orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (QS al-Mukminun [23]: 1-2).
Keempat, menghapus dosa. Setiap manusia tidak luput dari salah dan dosa. Salah satu saran
a untuk menghapus dosa adalah dengan menjaga shalat lima waktu. Nabi bersabda, ”Begitulah seperti halnya shalat lima waktu yang menghapuskan dosa-dosa.” (HR Muslim). Kelima, mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dengan kata lain, menjalankan shalat dengan benar dapat mencegah berbagai bentuk kemungkaran. Hal ini menunjukkan, shalat dapat mempercantik perilaku dan memperindah diri dengan akhlak mulia. “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS al-Ankabut [29]: 45). Dalam hadis Nabi disebutkan, ”Barang siapa yang mendirikan shalat tetapi dirinya tidak terhindar dari perbuatan keji dan munkar maka hakikatnya dia tidak melaksanakan shalat.” (HR Thabrani).
Keenam, menjadi pembeda antara Mukmin dengan kafir. Nabi bersabda, “Sesungguhnya batas antara seseorang dan kemusyikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Dalam hadis lain, “Kesepakatan yang mengikat kita dengan mereka adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkan shalat berarti telah kafir.” (HR Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Oleh karena itu, kewajiban shalat tidak akan pernah lepas dari seorang Muslim. Ia tidak dapat gugur hanya karena sakit atau bepergian. Di mana pun seorang Muslim berada, ia tetap berkewajiban mendirikan shalat. “Dan, bumi ini dijadikan untukku baik dan suci sebagai tempat bersujud. Jika waktu shalat datang pada setiap umatku, hendaknya ia mendirikannya di manapun ia berada.” (HR Bukhari dan Muslim).(*/sumber: republika)