SYARIAH

Jadilah Miskin Mulia, Kaya Tapi Rendah Hati

Jangan meminta-minta karena Rasulullah melarangmu

Assajidin.com – Sikap sombong itu selalu ada di tengah kita. Bahkan kita sendiri juga kadang tanpa sadar pernah merasa sombong karena ada kelebihan. Tetapi sikap ini harus dihindari dari hati. Karena sikap sombong tidak memiliki faedah ataupun manfaat untuk kemuliaan diri.

Bila ada diantara kita yang kaya hendaklah dia tidak sombong. Karena kesombongan atas kekayaan juga tiada arti. Yang kaya adalah Allah, kekayaan manusia hanya sedikit bila disbanding dengan yang menciptakan kita yaitu Allah.

Bahkan sikap sombong sangat dibenci oleh Allah. Dalam firman-Nya Allah mengatakan;” Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat  menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak  akan sampai setinggi gunung.(QS.Al Israa’:37). “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai oorang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”( QS.Luqman:18).

Sewbaliknya “Kalau kalian kaya hendaklah rendah hati.” Itulah sikap mulia yang dimiliki para sahabat pada masa lalu, baik saat masa Rasulullah maupun pada masa setelahnya. Kita ingat Abu Bakar Siddik yang begitu kaya, tetapi dia tetap rendah hati. Kita juga ingat Abbudrrahman bin Auf, saudagar kaya tetapi sikapnya sangat mulia adan rendah hati kepada semua orang,”kata Ustads Ahmad Syarifuddin, saat kajian Jumat di Al Furqon Palembang.

Sikap orang-orang kaya dan juga orang-orang hebat baik dalam ilmu maupun dalam hal jabatan hendaklah memelihara sikap kepribadiannya. Karena tak semua orang suka dengan sikap sombong dan angkuh yang dimiliki seseorang. Sebab sikap rendah hati itulah yang menjadi pilihan karena orang lain sangat menyenangi sikap demikian.

Tentu kita ingat kepada  Qarun, orang kaya, saking kaya hingga kunci gudang hartanya pun harus dipikul oleh beberapa orang laki-laki yang sangat kuat. Qarun digelari Al Munawwir karena suaranya yang amat bagus jika dia membaca Taurat. Tapi dia adalah musuh Allah. Kesombongan Qarun adalah merasa bahwa semua hal dapat dibeli, semua masalah dapat dia selesaikan dengan uangnya yang amat banyak.

Dia juga mengaku bahwa hartanya yang amat banyak itu didapatkan dari ilmu yang ada pada dirinya. Maksudnya, karena dia pintar mencari uanglah maka dia kaya. Qarun sangat iri kepada Nabi Musa as karena Nabi Musa berpengaruh kepada kaumnya.

Jangan kalian hilangkan kemuliaan dirimu

Maka Qarun memfitnah Nabi Musa as dengan membayar seorang perempuan pelacur agar perempuan itu mengatakan bahwa dia berzina dengan Nabi Musa. Ketika Qarun bertemu Nabi Musa, dia menantang untuk saling berdoa pada Tuhan. Qarun berdoa, tidak ada jawaban. Nabi Musa berdoa, maka bumi menelan Qarun, orang-orangnya dan hartanya, hidup-hidup.

Lihat Juga :  Antara Sibuk Bermedia Sosial dan Membaca Al-Qur’an

Kisah Qarun juga tercatat dalam Al Quran ; ‘ Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.(QS. Al Qasas : 78)

Miskin Mulia

Lalu, bila kita miskin jangan pula sampai menurunkan derajatmu sebagai manusia. Tak mesti meminta ke sana- meminta ke sini. Sebab sikaf peminta-minta itu tidak disukai Allah. Allah sangat menyukasi orang berkekurangan, tetapi bekerja keras tanpa mengharap dari manusia yang kaya, tetapi berharap dari pemberian Allah. Karena Allah – lah sesungguhnya yang paling kaya. Sehingga kepada Allah lah tempat meminta yang paling patut.,

Allah Ta’ala  memuji orang yang bersabar atas kemiskinannya, tidak meminta-minta, walau dia boleh meminta apabila terpaksa. Hal ini tidak berarti larangan menerima pemberian orang yang kasihan padanya. Bukankah Allah menyuruh orang kaya agar menyisihkan hartanya untuk orang yang meminta-minta dan orang yang tidak meminta. “ Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta-minta).” (QS. Al-Ma’arij: 24-25)

Lantas, bagaimana jika berada dalam kondisi yang sangat terpaksa? Demikianlah seperti yang dirasakan salah seorang sahabat, Qabishah bin Mukhariq Al Hilal. Ketika ia tidak mampu lagi menunaikan nafkahnya lantaran beratnya beban hidup yang melandanya, Rasulullah pun memberikannya tiga syarat.

“Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh, kecuali bagi salah satu dari tiga golongan. Pertama, orang yang memikul beban tanggungan yang berat di luar kemampuannya. Maka, dia boleh meminta-minta sampai sekadar cukup, lalu berhenti. Kedua, orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya. Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. Ketiga, orang yang tertimpa kemiskinan sehingga tiga orang yang sehat pikirannya dari kaumnya menganggapnya benar-benar sangat miskin.

Maka, dia boleh meminta sampai dia mendapatkan sekadar kebutuhan hidupnya. Sedangkan selain dari ketiga golongan tersebut hai Qabishah, maka meminta-minta itu haram, hasilnya bila dimakan juga haram.” (HR Muslim).

Lihat Juga :  One Day one Hadist : Janganlah Engkau Bermalas-malasan

Tentu yang mereka butuhkan bukanlah uang recehan, melainkan pendidikan dari para pemimpin dan mereka yang perhatian terhadap lingkungan sosial.

Seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika mendapati seorang pemuda yang segar bugar tapi mengemis. Rasulullah menanyakan, apakah masih ada harta yang ia miliki. Ia menjawab, hanya mempunyai sehelai kain yang sudah usang.

Rasulullah pun menyuruhnya untuk pulang mengambil kain tersebut. Setelah itu, kain tersebut pun dilelang orang Rasulullah di hadapan beberapa orang sahabat. Salah seorang sahabat membeli kain tersebut dengan harga cukup tinggi dengan maksud bersedekah kepada pemuda tadi.

Uang hasil lelang tersebut diserahkan Rasulullah kepada si pengemis muda seraya menyuruhnya membeli kapak. Setelah itu, ia pun memulai profesi barunya sebagai tukang kayu hingga akhirnya ia bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak, kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggungnya, itu lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, kemudian dia diberi atau ditolak.” (HR Bukhari dan Muslim).

 

Bahaya Meminta-Minta

Orang yang sering meminta kepada orang lain karena suka-suka, tanpa alasan, bukan hanya akan membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi juga orang lain, bahkan kerugian mereka di akhirat. Maka itu akan menyakiti diri sendiri dan orang lain. Merasa kecewa bila diberi sedikit, bahkan marah apabila permintaannya ditolak. Terkadang para pengamen dan pengemis mengganggu orang yang sedang makan, berjalan, ataupun orang yang sedang berkendaraan. Mereka yang suka meminta-minta akan menjadi miskin jiwa dan harta.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda://“Tidaklah seorang hamba membuka pintu untuk meminta-minta melainkan Allah membukakan baginya pintu kefakiran.” (HR. Ahmad)

Mereka peminta-minta sebenarnya memasukkan diri sendiri ke dalam api neraka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa meminta harta benda kepada orang lain dengan tujuan memperbanyak (kekayaan), maka sebenarnya dia meminta bara api, oleh karena itu terserah kepadanya mau memperoleh sedikit atau memperoleh banyaknya.” (HR. Muslim)

Dilanda kemiskinan dengan tidak merasakan kepuasan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membukakan bagi dirinya pintu meminta-minta tanpa kebutuhan yang mendesak, atau bukan karena kemiskinan yang tidak mampu bekerja, maka Allah akan membukakan baginya pintu kemiskinan dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (HR. Baihaqi)

Penulis:  Bangun Lubis

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button