SYARIAH

Qanaah dalam Islam, Lima Perkara, dan Hikmahnya dalam Kehidupan

AsSAJIDIN.COM — Istilah “Qana’ah” ini dari segi bahasa berarti ‘cukup’ dan ‘merasa puas dengan setiap sesuatu yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT dan tunduk serta akur dengan karunia-Nya’. Singkatnya, qanaah ini adalah sikap bersyukur akan apa yang telah diberikan oleh Allah SWT dan merasa cukup akan semua itu.

Menurut Muhammad Ali Al-Tirmizi, sikap Qanaah ini berupa jiwa yang rela terhadap pemberian rezeki yang telah ditentukan-Nya. Kemudian menurut Abu Abdillah bin Khafif, Qanaah adalah perbuatan meninggalkan angan-angan terhadap sesuatu yang tidak ada dan merasa cukup dengan sesuatu yang telah ada. Sementara itu, menurut Abu Zakaria Ansari mengartikan bahwa Qanaah ini adalah perasaan seseorang bahwa dirinya telah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, terutama dalam pemenuhan keperluan hidup yang berupa makanan, pakaian, dan lain-lain.

Dalam hal ini, Allah pasti telah menentukan kadar cobaan untuk setiap hamba-Nya, sehingga adanya cobaan dan godaan yang ada selama ini hanyalah semata-mata guna menguji tingkat keimanan manusia saja. Meskipun begitu, Allah juga tidak akan membebani manusia melebihi batas kemampuannya. Dalam beberapa sumber, disebutkan bahwa orang yang telah memiliki sifat Qanaah pasti tidak akan tergiur dengan kemewahan atau kekayaan yang dimiliki oleh orang lain, sebab dirinya sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya selama ini.

Lihat Juga :  Mengkafani Jenazah, ini Sunnah dan Dalilnya 

Dzunnun al-Masri pernah mengatakan bahwa “Barang siapa bersikap Qanaah, maka dirinya dapat merasa nyaman di tengah manusia-manusia se-zamannya dan disegani oleh rekan-rekannya”. Tidak hanya itu saja, bahkan Rasulullah SAW juga pernah bersabda mengenai sifat Qanaah ini yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abu Hurairah, berbunyi: “Jadilah kamu orang yang warak, dengan itu kamu menjadi orang yang banyak beribadah, dan jadilah kamu orang yang bersikap qanaah, maka dengan demikian kamu akan menjadi orang yang banyak bersyukur kepada sesama manusia.”

Dalam hadist tersebut, menyatakan bahwa sifat warak akan menjadikan manusia gemar beribadah kepada Allah SWT sehingga dirinya tidak akan menghabiskan waktu dan umur secara percuma. Lagipula, waktu tersebut akan dimanfaatkan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dari sifat Qanaah ini bukan berarti kita akan meninggalkan ikhtiar, sebab ikhtiar tetap akan dilaksanakan dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan. Apabila Grameds sudah berikhtiar, tetapi ternyata ikhtiar tersebut belum berhasil, maka tidak perlu kecewa seberat-beratnya atau bahkan berkecil hati. Sebaliknya, Grameds harus menerimanya dengan sepenuh hati dan yakin bahwa Allah akan memudahkan urusan hamba-Nya, sebab sifat Qanaah adalah bagi mereka yang tidak pernah patah semangat atas apa yang telah diberikan dan tidak lupa untuk mengucap rasa syukur.

Lihat Juga :  Anugerah Adinata Syariah 2022, Nobatkan Sumsel dengan Dua Penghargaan Sekaligus

Manusia yang terus-menerus melaksanakan sifat Qanaah ini nantinya akan merasa cukup dari apa yang telah dikaruniakan oleh Allah, sehingga dapat terbebas dari beberapa sifat buruk yang tidak disukai oleh Allah. Yap, penerapan sifat Qanaah ini dapat membebaskan manusia dari sifat ghurur (tertipu), sifat ‘ujub (bangga diri), dan sikap su’ul adab (akhlak yang buruk) kepada Allah SWT. Bahkan, sifat Qanaah yang mana dapat juga disebut dengan sikap rasa bersyukur ini ternyata efektif sebagai terapi diri dari penyakit psikis yang sering membawa dampak negatif terhadap kesehatan fisik. Hal tersebut karena dari dalam diri seseorang, akan muncul sikap menerima kenyataan, baik ketika sakit maupun sehat, serta baik ketika dalam kondisi kaya maupun miskin.

Keberadaan Qanaah ini adalah awal dari rida. Rida sendiri berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti ‘menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa maupun tertekan’. Menurut Al-Hujwiri ini, rida terbagi menjadi dua hal yakni rida Allah terhadap hamba-Nya, dan rida hamba terhadap Allah. Dalam rida Allah terhadap hamba-Nya ini adalah dengan cara memberikan pahala, nikmat, dan karomah-Nya kepada para hamba-Nya. Sementara rida hamba terhadap Allah adalah dengan melaksanakan segala perintah dan tunduk atas segala hukum-Nya. (*/sumber:gramedia.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button