Suami-Istri Ribut Masalah Ekonomi, Ini Solusi Menurut Islam

AsSAJIDIN,COM — Dalam kehidupan berumah tangga, tidak selalu berjalan mulus. Suami-istri kadang menghadapi beberapa kendala, mulai dari masalah pandangan, perilaku yang berbeda hingga persoalan lain seperti masalah mencari nafkah atau kebutuhan ekonomi. Suami-istri harus bekerja mencari nafkah, dan nafkah ini lah yang kadang membuat rumah tangga “beriak”.
Misal ketika istri bekerja, apakah gaji istri yang dipakai menanggung biaya pengeluaran rumah ? Apakah suami saya mempunyai hak dari gaji saya yang saya dapatkan dari hasil pekerjaan saya ?, jika istri yang harus menanggung biaya pengeluaran rumah, maka berapa persen pembagiannya antara suami dan istri? Begitu antara lain persoalan yang sering membuat rumah tangga ribut.
Dikutip dari islamqa.co, dijelaskan secara Islam, biaya pengeluaran rumah antara suami dan istri yang keduanya sama-sama bekerja dan mencari rizeki, maka sebaiknya berdamai saja tidak perlu bersengketa. Adapun dari sisi kewajiban maka ini bab lain yang harus dirinci. Jika suami telah mensyaratkan bahwa biaya pengeluaran rumah tangga ditanggung berdua, kalau tidak maka ia tidak mengizinkan anda untuk bekerja lagi, maka umat Islam itu sesuai dengan syarat-syarat mereka. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Umat Islam itu sesuai dengan syarat-syarat yang mereka buat, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram”.
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda dalam hadist nabi:
إِنَّ أَحَقَّ الشُّرُوطِ أَنْ يُوَفَّى بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ
“Sungguh syarat-syarat yang paling berhak untuk dipenuhi adalah yang berkaitan dengan menghalalkan kelamin”. Maka berlakulah sesuai kompromi bersama.
Adapun jika tidak ada syarat apapun di antara anda berdua, maka semua biaya operasional rumah itu menjadi tanggungannya suami, bukan kepada istri, dia lah yang memberikan nafkah, Allah -‘Azza wa Jalla- berfirman:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ
الطلاق/7
“Hendaklah orang (laki-laki) yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya”. (QS. Ath Thalaq: 7)
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
وَعَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan menjadi kewajiban kalian (orang laki-laki) memberi nafkah kepada mereka, memberikan pakaian kepada mereka dengan baik”.
Nafkah itu menjadi kewajiban suami; dia lah yang bertanggung jawab untuk keperluan dan urusan rumahnya, rumah istri dan anak-anaknya, dan menjadi sumber penghidupan dan pendapatan bagi istrinya; karena manjadi timbal balik dari pekerjaan, kepenatan istrinya sudah termasuk dalam hal ini dan tidak mensyaratkan kepada istrinya bahwa beban kebutuhan rumah tangga menjadi tanggungannya, atau setengah, atau yang serupa dengannya. Adapun jika sudah masuk dalam kategori tersebut sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, maka umat Islam itu sesuai dengan syarat-syarat mereka. Jika dia memulai hidup dengan anda, anda sudah menjadi guru dan anda sudah bekerja, sementara dia ridho dengan keadaan anda, maka ia wajib tunduk dalam masalah ini dan tidak boleh memperuncing permasalahan sedikitpun. Gaji anda juga menjadi hak anda sendiri kecuali anda menginzinkan sedikit secara suka rela, Allah -‘Azza wa Jalla- berfirman:
فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْساً فَكُلُوهُ هَنِيئاً مَرِيئاً
النساء/4 .
“Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. (QS. An Nisa’: 4)
Sebaiknya anda mengizinkan sebagiannya, kami nasehatkan kepada anda agar menyisihkan sebagian gaji anda untuk suami anda untuk kebaikan dirinya dan menjadi solusi bagi sengketa dan menghilangkan masalah, sehingga anda bisa hidup tenang, nyaman, dan tuma’ninah, buatlah kesepakatan antara anda berdua, seperti setengah gaji, sepertiga, atau seperempatnya, dan lain-lain, agar masalahnya menjadi hilang , sengketa pun akan berubah menjadi keharmonisan, nyaman, dan tuma’ninah.
Adapun jika hal itu belum terlaksana, maka ada baiknya diadukan saja ke pengadilan di negara yang anda berada di dalamnya, dan apa yang menjadi putusan pengadilan syar’i sudah cukup in sya Allah.
Akan tetapi nasehat kami kepada suami-istri adalah damai dan tidak lagi bersengketa, dan tidak perlu mengadukannya ke pengadilan, sebagai seorang istri sebaiknya merelakan sebagian hartanya untuk suami, sehingga masalah pun akan terurai, atau dia akan memberi izin dan ridho dengan pembagian Allah kepadanya, ia pun akan memberikan nafkah sesuai dengan kemampuannya, mengizinkan gaji secara keseluruhan dan tidak lagi merintangi. Rumah adalah rumah suami-istri, anak-anak adalah sama-sama milik berdua, semua sesuatu adalah milik berdua, maka sebaiknya ada toleransi dari beberapa hal agar masalahnya selesai. Semoga Allah senantiasa memberikan taufik-Nya kepada semua.(*)