Menghidupkan Spirit Ramadhan di 11 Bulan Selanjutnya

AsSAJIDIN.COM — Ramadhan baru saja berlalu. Sebulan penuh kita disibukkan dengan kegiatan ibadah yang intensitasnya jelas berbeda dengan bulan-bulan yang lain. Ada ibadah puasa selama 29 hari. Nuansa islami di mana-mana menggema mulai dari dalam rumah kaum muslimin, sekolah-sekolah, pusat perekonomian, perkantoran hingga masjid-masjid.
Kajian-kajian islami begitu hidup. Di masjid-masjid tausiah para alim ulama tak putus dilaksanakan setiap hari, sekolah-sekolah melaksanakan pesantren kilat menambah keimanan dan ketakwaan, sungguh momen yang indah. Alhamdulillah, Kita sekarang sudah berada di bulan Syawal. Meski ada rasa sedih saat meninggalkan Ramadhan, di balik itu juga ada rasa gembira, kita melewati Ramadhan dengan lancar.
Bulan Syawal ibarat bulan kehidupan baru sekaligus ujian, apakah pendidikan dan pelatihan selama Ramadhan betul-betul merasuk ke dalam hati dan ujian paling berat adalah akankah spirit Ramadhan terus berkobar di 11 bulan berikutnya?
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah
menjelaskan, “Syawal” berarti meningkat. Kita telah melewati bulan kesembilan dalam hitungan bulan hijriah, yaitu bulan Ramadhan yang mulia. Pada bulan kemarin, dosa orang-orang mukmin telah diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala sehingga diibaratkan bagi orang-orang yang memenuhi hak Ramadhan, akan menjadi fitrah kembali sebagaimana anak yang baru dilahirkan dari rahim ibunya.
Tentu ini berlaku bagi orang yang tujuan puasanya sampai, yaitu takwa. Bagaimana anak yang dilahirkan dari rahim ibunya? Artinya ia mempunyai kehidupan yang baru, yakni kehidupan di alam dunia. Begitu pula bulan Syawal ini. Bulan Syawal, bulan kesepuluh, bagi orang-orang yang kemarin menjalankan Ramadhan dengan baik semestinya bulan ini adalah bulan kehidupan baru, sebuah kehidupan yang lain daripada sebelum bulan Ramadhan kemarin. Bulan ini merupakan momentum pembaharuan kita untuk berusaha menapaki kehidupan dengan cara-cara yang lebih baik.
Bulan Syawal ini adalah bulan kelahiran baru kita. Bukan justru bulan kematian kita. Jangan sampai kita yang kemarin saat bulan Ramadhan kita rajin beribadah malam, mengaji Al-Qur’an, bersedekah, I’tikaf dan lain sebagainya, namun karena sekarang ini sudah tidak Ramadhan lagi, kita hentikan semua rutinitas baik tersebut.
Sedekah tidak lagi, puasa (sunnah) tidak lagi, berbuat baik berhenti, mengeluarkan zakat juga tidak. Hanya saat Ramadhan saja. Kalau kita berhenti melakukan rutinitas baik yang selama ini dijalankan pada bulan Ramadhan, berarti bulan Syawal ini sebagai bulan kematian. Apabila kita ingin bulan Syawal ini sebagai bulan suci yaitu bulan kelahiran, sebagaimana orang yang baru lahir, seorang anak mulai bisa menghirup udara dunia, lambungnya mulai berfungsi, ada hal-hal yang baru. Itu namanya kelahiran.
Maka bulan Syawal ini, kita seharusnya mempunyai kebaikan-kebaikan yang baru lagi, yang baru lagi dan seterusnya. Bukan malah mematikan kebaikan-kebaikan yang sudah berjalan.
Begitu pula hati kita, karena kelahiran baru. Dalam mengelola hati, selayaknya bagaimana kita berusaha menjadikan hati kita sebagai hatinya orang yang hidup, selalu berdzikir kepada Allah, ingat Allah, selalu peka terhadap masalah keluarga, sosial, dan lain sebagainya. Ini namanya hati yang lahir dan hidup di bulan Syawal.
Jangan jadikan hati kita sebagai hati yang mati, tidak ingat Allah, tidak peka terhadap urusan sesama, menyakiti orang lain, menggunjing dan lain sebagainya, maka ini termasuk hati mati yang tidak merasakan kelahiran kembalinya bulan Syawal. Naudzu billah.
Dengan begitu, barangsiapa yang bisa menghidupkan Ramadhan sepanjang hari dan bulan selama setahun penuh sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, maka saat orang tersebut dipanggil oleh Allah, ia akan kembali kepada Allah dalam keadaan suci kapan pun Allah mau memanggil ke rahmat-Nya. Ia patut merayakan kepulangannya kepada Allah karena ia selalu menjaga napas Ramadhan sepanjang tahun setelah bulan Ramadhan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّه السَّماواتِ والأَرْضَ
Artinya: “Sesungguhnya zaman itu selalu berputar sebagaimana semula yaitu ketika Allah menciptakan langit dan bumi.” Zaman boleh berganti, namun semangat kita harus semakin meningkat untuk menjalankan ibadah-ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Bawa Terus Nilai-nilai Ramadhan
Masih mengutip Ustad Ahmad Mundzir, Kita bukanlah orang yang menyembah waktu seperti bulan Ramadhan dan kita tidak menyembah tempat seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan lain sebagainya. Kita menyembah Allah tanpa terkait dengan lokasi mana pun. Kalau kita menyembah Allah terkait dengan lokasi atau waktu saja, tentunya bagi orang yang meninggalkan kota Makkah dan Madinah, misalnya, mereka akan menjadi malas-malasan, karena tidak berada di tempat mulia.
Tempat-tempat yang mulia, waktu dan bulan yang mulia bisa jadi akan selalu berubah seseuai perputaran waktu dan lokasi domisili seseorang, namun tempat dan waktu mempunyai Tuhan yang tidak silih berganti, tidak berubah-ubah. Waktu dan bulan sepanjang masa memilik Tuhan yang tidak pernah berganti selamanya. Dialah Allah subhanahu wa ta’ala.
فَلَا يَجْرِيْ عَلَيْهِ زَمَانْ “Allah tidak terpengaruh oleh waktu.”
وَلاَ يَحْوِيْهِ مَكَانْ
“Dan Ia tidak terdiri atas unsur waktu.”
وَهُوَ عَلَى مَا كَانْ قَبْلَ خَلْقِ الزَّمَانْ وَالْمَكَانْ
“Dia ada sebelum masa dan tempat tercipta.”
عَلِمَ مَا كَانْ وَمَا سَيَكُونْ وَمَا لَمْ يَكُنْ لَوْ كَانْ كَيْفَ كَانْ يَكُونْ
“Dia tahu apa yang telah dan akan terjadi. Dia pula tahu hal-hal yang tidak akan pernah terjadi karena Dia tahu apa yang akan terjadi jika satu hal tersebut itu terjadi.”
Pada bulan Ramadhan, kita diperintahkan untuk puasa selama sebulan penuh. Maka, pada bulan Syawal ini, kita biasakan puasa tersebut pada setiap seminggu dua kali yaitu pada hari Senin dan Kamis.
Hari Senin adalah hari dilahirkannya Baginda Nabi Agung Muhammad ﷺ, sedangkah hari Kamis adalah hari dimana amal setiap hamba dilaporkan periodik mingguan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka Nabi Muhammad ﷺ lebih suka amalnya saat dilaporkan kepada Allah, beliau dalam keadaan berpuasa.
Selain puasa mingguan, ada pula puasa sunnah bulanan, yaitu setiap tanggal 13,14, 15 pada setiap bulan hijriahnya, kita disunnahkan untuk berpuasa. Begitu pula tarawih, mengajarkan kita untuk shalat malam, maka mari kita biasakan untuk shalat malam secara rutin walau dua rakaat saja dalam semalam.
Dengan adanya bulan Syawal ini, atas dasar latihan selama Ramadhan, semoga menjadikan ibadah kita semakin meningkat, tidak justru menurun kualitasnya, yang pada akhirnya kelak kita akan kembali kepada Allah selalu dalam keadaan bersih karena selalu membawa nilai-nilai Ramadhan. (novi a/diolah dari berbagai sumber)