KESEHATAN

Memaafkan Ciri Orang Bertakwa, juga Baik untuk Kesehatan

ASSAJIDIN.COM —  Menjadi orang yang pemaaf, gampang diucap tapi susah dilakukan. Karenanya Allah memberi ganjaran bagi orang pemaaf, yakni salah satu ciri orang yang bertakwa.

Memaafkan tidak harus menunggu lebaran. Kapanpun, siap sedialah untuk selalu memaafkan. Karena memafkan adalah salah satu ciri orang bertakwa.

Firman Allah dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 133-134 disebutkan :

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,

Surat Ali ‘Imran Ayat 134

لَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Dengan memaafkan hati menjadi bersih, insyaallah.

Dari sisi kesehatan dan kejiwaan, dikutip dari okezone.com, psikolog Meity Arianty menjelaskan maaf adalah kata sederhana yang memiliki makna dalam buat yang meminta pun penerimanya dan kata itu seharusnya diucapkan saat melakukan kesalahan.

Namun, untuk momen Lebaran kata memohon maaf identik dengan membersihkan diri di hari yang fitri di mana kita merasa kemarin-kemarin mungkin atau benar-benar sadar melakukan kesalahan dan lupa atau belum sempat minta maaf. “Nah, ajang Idulfitri dijadikan momen untuk meminta maaf pada orang-orang yang kita kenal,” paparnya.

Lihat Juga :  Tiap Bangun Tidur Badan Sakit Semua, Kenapa Ya? Kenali 6 Penyebabnya

Meity melanjutkan, kenapa pada orang terdekat? Karena biasanya kita melakukan kesalahan baik disengaja atau tidak kepada orang-orang yang kita kenal atau pernah berinteraksi dengan kita. Lalu, bagaimana membedakan orang tulus meminta maaf dengan mereka yang tidak? Psikolog yang biasa disapa Mei itu menjawab, sebenarnya ini bisa panjang penjabarannya, karena banyak hal yang dapat dilihat dan rasakan. “Namun, menurut hemat saya, kita nggak perlu fokus pada apakah orang tersebut itu tulus meminta maaf atau tidak, karena seharusnya kita fokus pada diri kita sendiri, apakah kita benar-benar tulus memaafkan? Karena yang sulit itu bukan meminta maaf tapi memaafkan,” ungkapnya.

Dia coba menganalogikan kasus ini dengan contoh sebagai berikut: Bayangkan Anda harus menerima maaf seseorang yang telah menyakiti Anda, membuat Anda sedih, menghancurkan Anda, atau karena hal lain. Dengan mengingat momen tersebut saja tentu membuat Anda sedih atau kesal, dan ini tidak mudah. Sebab, ada ego yang ikut campur di sana. Pertanyaan lanjutannya ialah apakah orang tersebut layak dimaafkan? Mempertanyakan hal seperti ini adalah gangguan emosi negatif dan perlu dibenahi. Ketika Anda mempertanyakan hal tersebut, maka Anda mesti masuk ke dalam diri dan sampaikan ke diri Anda kalau Anda layak bahagia dengan melepaskan beban kemarahan dan kebencian. “Anda harus sadar, saat Anda menyimpan kemarahan dan kebencian atau rasa sakit hati, itu diibaratkan Anda membawa pisau kemana-mana yang setiap saat dapat menyakiti diri Anda,” tegas Mei.

Lihat Juga :  Pemaaf, Ciri-ciri Orang Takwa

Jadi, kembali kepada kata maaf, Mei percaya apa yang Anda berikan, maka akan berbalik ke diri Anda sendiri. Konsep karma itu benar ada di kehidupan ini. Sehingga saat Anda menerima maaf seseorang, maka di saat yang bersamaan, Anda membuat diri Anda bahagia. “Karena ada keikhlasan di dalamnya dan rasa ikhlas itulah yang membuat diri Anda bahagia. Saya juga percaya, ketika keikhlasan hati untuk memaafkan itu ada, maka Anda membuang energi negatif dan ini yang membuat Anda lebih positif dari sebelumnya,” jelas Mei.

Nah, jangan tunda lagi, yuk saling memafkan. (*)

Back to top button