Asmaul Husna, Al-Hayyu (Allah Maha Hidup), Keutamaan dan Maknanya dalam Kehidupan Sehari-hari

AsSAJIDIN.COM — Allah adalah Al-Hayyu, yang Maha Hidup yang memiliki perbuatan. Oleh sebab itu, sesuatu yang tidak bisa berbuat sesuatu maka pada dasarnya ia adalah mayit. Untuk itu, lawan dari al-hayyu adalah al-mayyit.
Untuk mengetahui sesuatu hidup atau tidak, lihat saja perbuatannya. Alam semesta ada adalah Allah yang menciptakannya, begitu juga adanya manusia. Oleh sebab itu, tidak mungkin Allah dipahami mati karena Dia selalu menciptakan manusia dan makhluk lainnya. Buktinya, meski nyamuk sudah diobat mati, tapi masih saja ada nyamuk lainnya. Begitu juga ikan, selalu berkembang dan bertambah meski sudah ditangkap oleh ribuan nelayan. Bahkan dari ikan dihasilkan triliunan rupiah dan manusia tidak pernah kekurangan ikan.
Allah itu tidak tidur, hidupnya Allah itu adalah hidup yang tidak akan pernah mati. Setiap saat Allah sibuk mengurusi makhluk-Nya. Setiap saat angin bertiup dan setiap saat pula awan berjalan. Semua itu Allah yang mengatur.
Al-Hayu yang mutlak atau sempurna adalah yang memiliki kendali semua rasa dan semua yang ada di bawah perbuatan-Nya. Oleh sebab itu, tidak ada yang bisa berbuat kecuali Allah Ta’ala. Seperti manusia berbicara, kalau Allah tidak beri lidah maka manusia tidak akan berbicara. Manusia bisa melihat karena Allah beri mata. Hal seperti ini harus dirasakan oleh seorang muslim, ia bisa melihat bukan sekedar karena ia menjaga kesehatan, tapi karena Allah yang memberinya mata. Seorang manusia sehat bukan karena sekedar karena ia makan makanan bergizi, berapa banyak orang yang makan makanan bergizi tapi tetap saja ia setruk. Betapa banyak pula orang mati tidak ada sebab sakit sebelumnya. Itu disebabkan Allah lah yang memberinya kesehatan.
Semua yang ada itu atas dasar perbuatan Allah Ta’ala karena Allah Al-Hayyu, Maha Hidup yang sempurna. Tidak ada yang lepas dari perbuatan-Nya. Kaki manusia bisa melangkah karena Allah Ta’ala, kulit bisa merasakan karena Allah Ta’ala dan lainnya sebagainya.
Semua itu sebagai bukti bahwa Allah adalah Maha Hidup yang mutlak, selain Allah kehidupannya terbatas. Setelah ia mati, ia tidak akan lagi bisa merasakan. Ia memiliki batas kehidupan, ia hidup sesuai dengan batas yang Allah kehendaki.
Allah hanya memberi umur manusia sedikit, sekitar 60 tahun. Sedangkan di sisi Allah, satu hari di sisi Allah sama dengan 1000 tahun yang dirasakan manusia di dunia. Karenanya manusia pada hakekatnya hanya hidup beberapa detik di sisi Allah. Oleh sebab itu, gunakanlah hidup semaksimal mungkin. Karena orang yang hidup berbeda-beda, baik kwalitas atau kwantitasnya. Derajat mereka di sisi Allah sesuai dengan perbedaan tingkatan-tingkatannya.
Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa derajat manusia itu memiliki peluang melebihi malaikat, tapi derajat manusia juga bisa turun seperti binatang.
Oleh sebab itu, hidup yang benar adalah hidup yang berkwalitas di mata Allah, tidak sekedar hidup. Jika sekedar hidup, hewan juga bisa hidup.
Di jumpai di beberapa ayat bagaimana Allah menggambarkan manusia yang tidak berkwalitas; “Mereka itu lah seperti binatang ternak.” “Mereka itu seperti anjing.” dan lainnya.
Allah gambarkan manusia yang tidak berkwalitas seperti anjing, karena ketika diberi peringatan ia menjulurkan lidahnya dan jika engkau tinggalkan juga tetap menjulurkan lidahnya. Ia kebal oleh peringatan Allah.
Allah juga sebut mereka seperti binatang ternak. Allah tidak menyebut mereka sebagai binatang liar karena binatang liar lebih mulia dan kuat dari binatang ternak. Binatang ternak besar hanya karena obat dan lemah fisiknya. Berbahayanya lagi, binatang ternak bila dilepas tidak akan dapat mencari makanan sendiri. Beda dengan ayam kampung, ketika dilepas akan gesit mencari makanan sendiri.
Pola kehidupan hari ini banyak seperti binatang ternak. Jika mentalitasnya seperti binatang ternak, maka ia tidak akan berani menegakkan kebenaran. Ia takut dipecat, takut tidak bisa menghidupi keluarganya. Ketika atasannya salah, ia tidak berani menasehatinya karena takut dipecat.
Oleh sebab itu, derajat manusia itu berdasarkan perbedaan mereka dalam menyikapi kehidupan. Jika kehidupannya diisi oleh nilai-nilai islam yang benar, seperti amar makruf dan nahi mungkar dan lainnya maka semakin tinggi derajatnya di mata Allah. Tapi bila mereka hanya fokus terhadap kehidupan duniawi, maka ketika itu juga derajatnya akan jatuh. Sehingga Allah katakan, “Ia kembalikan mereka ke derajat paling rendah (binatang ternak).”
Allah telah tetapkan, derajat binatang tidak akan bisa menyamai malaikat dan manusia. Malaikat juga tidak akan bisa menjadi manusia dan juga binatang. Tapi manusia bisa menjadi malaikat dan juga bisa menjadi binatang. Bahkan malaikat yang menjadi hamba Allah yang dimuliakan bisa sujud kepada manusia ketika manusia meningkatkan kwalitas hidupnya berdasarkan syariat Allah. Namun jika manusia lari dari sistem Allah, maka dengan sendirinya menjatuhkan derajatnya menjadi rendah seperti binatang ternak.
Penilaian itu dilihat dengan kacamata Islam, tidak dengan kacamata materialistik. Yang mulia bukan mereka yang berdasi dan hidup mewah sedang mental mereka seperti binatang. Tapi mereka yang mulia adalah mereka yang kwalitas hidupnya sesuai dengan syariat Allah.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami makna Al-Hayu, bahwa hidupnya Allah begitu dahsyat melahirkan karya alam dan isinya. Begitu pula manusia, bila ingin hidupnya berkwalitas maka ikutilah syariat Allah. Jalani sistem Allah maka secara otomatis derajatnya akan naik dan bisa mencapai kemuliaan para malaikat.
Itulah makna Al-Hayyu, Allah setiap saat berkarya untuk kemaslahatan makhluk-Nya, semua kehidupan yang ada tergantung kepada kehidupan-Nya dan karya-Nya. Maka alangkah indahnya jika manusia juga terus berkarya yang bermanfaat, baik bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan lainnya.
Untuk itu, orang yang tidak mau berkarya, tidak mau beribadah maka ia ibarat bangkai yang tidak pernah terdorong untuk berbuat baik. Itulah kenapa hidup ada yang berkwalitas dan tidak, jika ingin berkwalitas maka harus mengikuti syariat Allah dan sebaliknya. Surga itu sebagai balasan untuk orang yang berkarya atau beramal shaleh dan neraka balasan bagi mereka yang sombong, menolak kebenaran dari Allah dan rasul-Nya.
SPIRIT ASMAUL HUSNA AL-HAYY mengajarkan kita untuk peka terhadap ladang amal di sekitar kita.
Sesungguhnya ALLAH melihat perbuatan kita, saat menolong sesama yang kesusahan, saat memberi makan kucing yang kelaparan atau saat memungut sampah yang berserakan, Allah pasti mengetahui semua itu.
Dan itu semua hanya dilakukan oleh hamba yang bisa menghidupkan hatinya di setiap keadaan, yang memiliki kepekaan tinggi.
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang tersembunyi di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui Isi Hati.” (QS Fathir : 38)
Seorang Hamba yang hatinya “hidup”, tidak akan menyia-nyiakan setiap kesempatan untuk beramal sholeh, sekecil apapun.
AL-HAYY – ALLAH YANG MAHA HIDUP dan MENGHIDUPKAN. (*/sumber: Buku Asmaul Husna Karya Aa Gym, Jilid 2)