Uncategorized

Pers Islam Dakwah Bil Qalam

Sampai saat ini belum ada satu studi ilmiah yang menulis atau terbit tentang sejarah pers di Sumsel.

Oleh : Maspril Aries
Wartawan Utama/ Penggiat Kaki Bukit Literasi/ Radaktur Ahli Risalah.id

Mencari jejak sejarah pers di Sumatera Selatan (Sumsel) adalah perjalanan panjang yang entah kapan akan bertemu? Mencari referensi atau literatur tentang sejarah pers di Sumsel bukanlah suatu hal mudah, butuh perjuangan.

Pada akhir 2019, seorang wartawan yang juga peminat sejarah Dudi Oskandar mulai menulis rangkaian sejarah pers di Sumsel di media Berita Pagi Online. Dudi Oskandar menulisnya berbekal serangkaian referensi yang dicari dan ditelusurinya sendiri. Ada tujuh seri tulisannya tentang sejarah pers di Sumsel. Seri tulisannya adalah kegelisahan dirinya atas tiadanya buku sejarah pers Sumsel.

Sampai saat ini belum ada satu studi ilmiah yang menulis atau terbit tentang sejarah pers di Sumsel. Dudi menceritakan kegelisahannya, “Ada banyak diskusi tentang sejarah pers Sumsel, namun semuanya baru sebatas wacana. Tidak ada yang menuliskannya. Saya belum menemukan buku tentang sejarah pers Sumsel. Kalau ada, hanya tentang satu atau dua surat kabar yang pernah terbit di Sumsel. Salah satunya buku berjudul Pers Perlawanan – Politik Wacana Antikolonialisme Pertja Selatan,” katanya.

Kegelisahan wartawan Dudi Oskandar juga menjadi kegelisahan sebagian wartawan di daerah ini. Bisa dibayangkan untuk mencari jejak sejarah pers di Sumsel demikian sulitnya, apa lagi untuk mencari jejak atau referensi sejarah pers Islam yang pernah terbit di Sumsel tentu akan lebih sulit. Harus membongkar kembali dokumen arsip mungkin yang ada di Monumen Pers Nasional di Solo atau datang di Perpustakaan Nasional di Jakarta atau mencarinya di gedung arsip nasional atau daerah.

Adakah pers Islam yang terbit di Sumsel? Untuk saat ini ada satu pers Islam yang terbit, yaitu media Islam “AsSajidin.” AsSajidin adalah sebuah pers Islam yang terbit dalam format tabloid, terbit berkala satu bulan sekali setebal 24 halaman berwarna. Tabloid AsSajidin pada Mei 2020 sudah berusia 6 tahun. Usia penerbitan yang cukup panjang di tengah “senja kala” surat kabar atau majalah yang banyak gulung tikar atau tidak terbit lagi akibat kalah bersaing dengan media online.

Mengenang awal terbitnya tabloid AsSajidin enam tahun lalu. Dalam penerbangan dari Jakarta – Palembang di dalam pesawat Bangun P Lubis wartawan senior sebuah surat kabar nasional menyampaikan rencananya menerbitkan sebuah media Islam di Sumsel. Menurut saya, itu ide yang bagus karena berbeda dengan media cetak yang sudah ada dan terbit di Palembang.

Waktu itu saya sampaikan, banyak orang mendirikan media massa atau surat kabar lebih fokus pada isi surat kabar atau 5 W + 1 H dan abai dengan sisi pemasaran atau non redaksional, apa lagi jika penerbitan tersebut dimotori wartawan yang belum mengerti seluk-beluk pasar pers. Akibatnya banyak surat kabar yang tidak berumur panjang. Jago dalam menulis berita bukan berarti hebat juga dalam memasarkan surat kabar dan mencari iklan.

Lihat Juga :  Pembuka Pintu-pintu Kebaikan (1)

Bangun Lubis yang kemudian menjadi Pemimpin Redaksi AsSajidin sepertinya mengerti – saya tidak berhak mengklaim bahwa dia mengikuti saran tersebut – terbukti AsSajidin mampu eksis dan tetap terbit sampai usianya enam tahun. Selain terbit dalam bentuk tabloid, AsSajidin juga hadir menyapa pembacanya dalam format online. Pada era konvergensi media AsSajidin harus melakukan langkah multi platform untuk bisa eksis dalam persaingan media yang ketat saat ini karena harus juga bersaing dengan media sosial (medsos).

Tabloid AsSajidin terbit dengan tagline “Menebar Ilmu Meraih Hikmah” menurut penggagas sekaligus owner AsSajidin Grup Emil Rosmali, Tabloid AsSajidin terbit dengan satu tujuan untuk berdakwah lewat beragam tulisan. Melalui media massa atau media cetak, maka pesan dakwah yang ada bisa dengan massal dan sampai ke beragam lapisan masyarakat dan
umat Islam.

Bagi media Islam, seperti AsSajidin dakwah memang menjadi tujuan dari pers Islam pada umumnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “dakwah” berarti penyiaran; propaganda; penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.

Dakwah secara umum berarti menyampaikan pesan, seruan kepada khalayak untuk menjalankan perintah dan anjuran Islam dan menjauhi/ mencegah apa yang dilarang oleh Islam dapat menggunakan berbagai medium.

Di tengah masyarakat, dakwah lebih identik dengan ceramah, khotbah dan tablig. Ceramah, khotbah dan tablig adalah cara menyampaikan ajaran agama atau syiar Islam dengan lisan atau disampaikan dengan bahasa lisan atau disebut dakwah bil lisan.

Selain itu juga dikenal adanya dakwah bil fi`li yang berarti berupa perbuatan dakwah dengan memberi contoh teladan dari seorang pendakwah. Namun ada satu metode dakwah yang kurang akrab dan dikenal luas di tengah masyarakat yakni dakwah bil kitabah atau secara tulisan.

Dakwah bil kitabah kalah populer dan terdengar asing di telinga banyak orang dibandingkan dakwah bil lisan dan juga dakwah bil fi`li. Dakwah bil kitabah atau dakwah melalui tulisan juga sering diidentikan dengan dakwah bil qalam (DBQ) atau dakwah menggunakan pena. Kata “Qalam” merujuk kepada firman Allah SWT yang terjemahannya : “Nun, perhatikanlah Al-Qalam dan apa yang dituliskannya” (QS Al-Qolam :1).

Dakwah bil kitabah atau dakwah bil qalam adalah dakwah menggunakan pena dengan membuat dakwah tertulis diantaranya di media massa. Dakwah bil qalam adalah aktivitas tulis-menulis (jurnalistik) yang butuh keseriusan. Saat ini umat manusia cenderung memanfaatkan media (media massa) dalam mencari berbagai informasi yang dibutuhkan, disamping itu media tulisan dapat tersimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga bisa menjangkau obyek yang banyak.

Pers Islam

AsSajidin adalah salah satu pers Islam yang terbit di Sumsel yang berdakwah bil qalam. AsSajidin juga layaknya pers umum mengemban fungsi pers yaitu menyampaikan informasi (to inform), memberi pendidikan (to educate), dan menghibur (to entertain) pada pembaca. Sebagai pers Islam AsSajidin memiliki fungsi ganda yakni menyampaikan dakwah (menyeru kebajikan dan mencegah kemunkaran berlandaskan ajaran Islam).

Lihat Juga :  Kangen Suara Mengaji,Pesan Vera Sebelum ditemukan Meninggal Termutilasi

Pers Islam menurut Muktamar Media Massa Islam Sedunia I yang berlangsung di Jakarta, 1-3 September 1980 merumuskan, ialah segala tulisan lainnya yang senantiasa mendasarkan pemberitaan atas kebenaran Islam dengan cara dan metode yang diatur agama Islam, yakni bi al-mau’ izhah al-hasanah (pendekatan yang baik), sehingga memungkinkan terjalinnya pengertian pembaca terhadap Islam.

Dengan kata lain pers Islam itu harus selaras dengan tuntutan Islam itu sendiri. Bukan sebaliknya, pers Islam diluar metode dan aturan agama Islam. Dalam pemahaman yang lebih dalam pers Islam itu universal. Tegaknya nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan hak asasi, kepedulian sosial dan seterusnya, adalah kongruen dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Zaim Uchrowi pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi Harian Republika menyebutkan secara garis besar pers Islam terpecah menjadi dua pandangan. Pandangan pertama adalah pers yang menyatakandiirnya Islam dan menggunakan atribut-atribut formal Islam. Soal apakah isi keredaksian maupun manajemen tidak menjalankan prinsip-prinsip Islam, adalah soal lain. Pandangan kedua, bahwa yang terpenting adalah berkembangnya nilai-nilai Islam. Bukan berkibarnya bendera. Pandangan kedua lebih melihat bahwa Islam universal. Artinya, nilai-nila Islam pasti membawa kebaikan bila dilaksanakan dalam kehidupan.

Pada masa lalu, sejumlah media massa Islam pernah lahir di Indonesia, baik dalam bentuk surat kabar atau majalah. Survei yang pernah dilakukan Litbang Redaksi Republika dan The Asia Foundation tahun 1998-1999 menemukan sedikitnya ada 34 pers Islam di Indonesia yang terbit antara 1970-1993.

Sejumlah pers Islam yang sempat tumbuh dan berkembang pesat pada masanya, diantaranya, Majalah Gema Islam, Majalah Kiblat, Majalah Pandji Masjarakat, Harian Duta Masjarakat, Harian Abadi dan Harian Pelita, Majalah Ummat dan Harian Republika.

Dari 34 pers Islam tersebut tak semua berumur panjang, kini hanya tinggal nama. Harian Republika yang lahir 4 Januari 1993 sampai kini mampu tetap eksis di tengah persaingan media massa yang ketat. Surat kabar yang didirikan ICMI tersebut berhasil mengisi kekosongan yang ditinggalkan media massa Islam sebelumnya. Harian Republika tumbuh menjadi pers Islam berkembang pesat selama lebih dari dua dekade.

Bagaimana dengan pers Islam di Sumatera Selatan? Selain Tabloid AsSajidin di Sumsel pernah terbit surat kabar Duta Masjarakat edisi Sumsel yang diterbitkan tokoh-tokoh NU dan surat kabar Mimbar Masjarakat yang diterbitkan tokoh-tokoh HMI, kemudian berganti nama menjadi Nusa Putera edisi Sumsel yang berafiliasi dengan PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia). 𝞨𝞨

 

Back to top button