HALAL

Wisata Religi di Surabaya (5) : Uniknya Kampung Santri Ndresmo, Jadi Lokasi Para Kiai Atur Strategi Perang Lawan Kolonial Belanda

ASSAJIDIN.COM — Kampung Santri Ndresmo berlokasi di Jalan Sidosermo II Nomor 18, Kelurahan Sidosermo, Kecamatan Wonocolo, Surabaya.

Mengutip Ketik.co.id, Sidosermo yang awalnya dari kampung bernama Ndresmo dikenal dengan kampung pondok pesantren.

Kampung Santri Ndresmo. (Foto : IDN Times Jatim)

Ndresmo berasal dari istilah yang dibuat oleh KH Mas Sayyid Ali Akbar yang kemudian diikuti masyarakat sekitar.

Ndresmo adalah kependekan dari “sing nderes wong limo” (yang membaca Al-quran sebanyak lima orang santri). Dari kata itulah kemudian berubah menjadi Sidosermo.

Nderes, yang berarti membaca Al- Quran, memberi warna berjalannya kehidupan dan kegiatan pondok pesantren yang jumlahnya lumayan banyak.

Kampung Sidosermo adalah satu satunya kampung yang memiliki banyak pondok pesantren di Surabaya.

Tidak kurang dari 30 pondok pesantren ada di kampung pondok pesantren Sidosermo.

Ndresmo atau yang juga dikenal sebagai Kampung Santri meliputi kawasan Sidoresmo Dalem, Kelurahan Jagir di Kecamatan Wonokromo, dan Sidosermo di Kecamatan Wonocolo.

Memang, ada pelafalan beragam terkait dengan nama Nderesmo. Pada papan nama kampung tertera Sidosermo atau Sidoresmo. Konon, sebutan itu agak melenceng dari muasal nama kampung yang asli.

Berdasarkan penuturan Mas Ismail (55), seorang ustadz dan masih keturunan pendiri Nderesmo, nama sebenarnya adalah Nderesmo.

Nama itu akronim dari bahasa Jawa, ‘nderese wong limo’, alias mengajinya orang lima, yang dianggap sebagai cikal-bakal atau toponim nama Nderesmo.

“Yang memberi nama adalah pendiri kampung ini Sayyid Ali Akbar,” ujar Mas Ismail.

Lihat Juga :  Wisata Halal di Hongkong (5) : Masjid Stanley, Permata Tersembunyi di Dalam Penjara  

Konon semua pimpinan pondok di Sidosermo ini terhitung bertalian keluarga, yang semuanya berasal dari Assayid Ali Akbar yang makamnya ada di pemakaman keluarga di Sidosermo Gang Kuburan.

Assayid Ali Akbar adalah Habaib, yang artinya adalah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Ia adalah keturunan ke 28. Pemerintah kota Surabaya memberi status Cagar Budaya pada komplek pemakaman Assayid Ali Akbar.

 

Kampung Santri Ndresmo. (Foto : PusakaJawatimuran)

Panggilan “Mas”

Salah satu keunikan di Kampung Ndresmo ialah panggilan “mas” untuk para keturunan Sayyid Ali Akbar.

Sebutan itu tidak hanya dialamatkan kepada para laki-laki, tetapi juga kepada para perempuan.

Menurut K.H. Mas Ahmad Nasrohuddin, pimpinan Majelis Syabab An Nabawi, ketika Mbah Sulaiman masih nyantri di Ampel Denta dan pada suatu malam Sunan Ampel mendatangi dan mengecek para santrinya.

Di tengah kegelapan malam, Sunan Ampel melihat di salah satu santrinya terdapat sinar yang seolah seperti benderang keemasan.

Karena tidak bisa mengenali siapa santrinya itu, maka sarungnya diikat sebagai identitas. Setelah shalat subuh, Kanjeng Sunan Ampel bertanya kepada para santrinya.

Siapakah dia yang sarungnya terdapat ikatan. Kemudian Sulaiman menjawab bahwa dirinyalah yang sarungnya terdapat ikatan.

Di hadapan para santrinya , Kanjeng Sunan Ampel mengatakan bahwa di depan nama Sulaiman pantas diberi kata sandang “Mas”, yang berarti “emas” karena sinar keemasan yang menyala tatkala Sulaiman tidur.

Tidak hanya Sulaiman, semua anak turun Sulaiman berhak atas titel “Mas” di depan namanya seperti K.H. Mas Ahmad Nasrohuddin.

Lihat Juga :  Kuliner Madinah (3) : Luqaimat yang Nikmat
Ndresmo, kampung pesantren di tengah kota. (Foto : Ketik.co.id)

Manten Pegon

Kini Sidosermo, Ndresmo, tidak lagi kampung yang kecil, tapi sudah meluas dan bertumbuh menjadi perkampungan yang dihuni oleh banyak orang.

Namun untuk mengidentifikasi kampung lamanya, di tengah-tengah perkampungan ini teridentifikasi dengan nama Sidosermo Dalam.

Di kawasan kampung Sidosermo Dalam inilah masih terdapat rumah-rumah kuno termasuk langgar hingga masjid.

Kampung Ndresmo ini juga memiliki adat kebudayaan khusus. Satu di antaranya yang masih eksis hingga kini ialah Manten Pegon, prosesi mengarak anak khitan dengan cara naik kuda keliling kampung.

H Abbas, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al Badar di lingkungan Ndresmo Dalam. (Foto : (suryatravel/wiwit purwanto)

Strategi Perang

Melansir Suryatravel.com, H Abbas, pengasuh Pondok Pesantren Al Badar, salah satu pondok tertua yang ada di lingkungan Ndresmo Dalam, mengatakan kawasan Nderesmo ini dulunya adalah tempat berkumpulnya para kyai dalam mengatur strategi saat perang lawan Belanda.

“Para kyai ini berkumpul di Ndresmo ini untuk bermusyawarah dan mengatur strategi melawan Belanda,” kata H Abbas putra dari KH Nur Hamid generasi ke 4 di Pondok Pesantren AL Badar.

Di kawasan ini,.kata H Abbas, hampir semua bangunan masih merupakan bangunan lama, seperti Musola Al Badar yang berada di lingkungan Ponpes Al Badar masih bangunan lama dengan arsitek yang masih dipertahankan seperti aslinya.

Para santri menginap di rumah pondokan yang juga menyatu dengan pondok tempat belajar.

“Para santri juga tetap sekolah seperti biasa di sekolah umum, pulang ke pondok dilanjutkan belajar diniyah,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button