9 Cara Suami Bahagiakan Istri
Rasulullah SAW bersabda, “Dan bergaullah dengan mereka secara patut (QS An Nisa: 19). Terimalah wasiatku untuk berbuat baik kepada para kemuliaan wanita dalam Islam.
Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok). Dan yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah tulang rusuk teratas.
Apabila kamu meluruskannya kamu akan mematahkannya, namun apabila kamu diamkan dia akan semakin bengkok, maka berlaku baiklah padanya.” (HR Bukhâri, no. 3331 dan Muslim, no. 1468)
ASSAJIDIN.COM — Apa saja?
Berikut penjelasannya sebagaimana dikutip dari DetikHikmah :
1. Memperlakukan Istri dengan Baik
Seorang suami diharapkan memiliki sifat dan perilaku yang baik terhadap istrinya. Melalui ikatan pernikahan yang suci, suami berkomitmen tidak hanya di depan keluarga tetapi juga di hadapan Allah SWT untuk membahagiakan istrinya.
Sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Nabi Muhammad SAW:
أَلاَ وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَـاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ -أَيْ أسِيْرَاتٍ- لَيْسَ تَمْلِكُوْنَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ، إِلاَّ أَنْ يَأْتِيْنَ بِفَـاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ، فَإِنْ فَعَلْنَ فَـاهْجُرُوْهُنَّ فِـي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْاهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ، وَلاَ يَأْذَنَّ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ، أَلاَ وَحَقَّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوْا إِلَيْهِنَّ فِيْ كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ.
Artinya: “Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka itu (bagaikan) tawanan di sisi kalian. Kalian tidak berkuasa terhadap mereka sedikit pun selain itu, kecuali bila mereka melakukan perbuatan nista. Jika mereka melakukannya, maka tinggalkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika ia mentaati kalian, maka janganlah berbuat aniaya terhadap mereka. Mereka pun tidak boleh memasukkan siapa yang tidak kalian sukai ke tempat tidur dan rumah kalian. Ketahui-lah bahwa hak mereka atas kalian adalah kalian berbuat baik kepada mereka (dengan mencukupi) pakaian dan makanan mereka.”
2. Menjadi Kepala Keluarga yang Bijak
Ciri khas dari seorang pemimpin yang baik adalah keterbukaannya terhadap diskusi. Setiap keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan keluarga idealnya dibahas bersama istri dengan mendengarkan pandangannya.
Sangat penting bagi seorang pemimpin untuk melindungi keluarganya dari tindakan yang dilarang oleh Allah SWT.
Ia harus senantiasa mengingatkan istri dan anak-anaknya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam surat At Tahrim ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
3. Memberikan Nafkah kepada Keluarga
Memberikan nafkah merupakan salah satu tanda keseriusan seorang suami dalam perannya sebagai kepala rumah tangga.
Sang suami harus benar-benar memperhatikan kebutuhan dasar seperti pakaian, makanan, dan tempat tinggal untuk istri serta anak-anaknya.
Seorang suami yang dengan tulus dan ikhlas mencari nafkah untuk keluarganya, baik dalam jumlah banyak maupun sedikit sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang tersedia akan mendapatkan balasan yang luar biasa dari Allah SWT, baik di dunia ini maupun di akhirat, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits berikut.
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi).” (HR Muslim)
4. Membantu Pekerjaan Rumah Tangga
Terdapat pemahaman umum yang menggambarkan bahwa suami bertugas bekerja di luar rumah sementara istri mengurus rumah tangga. Persepsi ini perlu diluruskan karena bisa menimbulkan kesalahpahaman.
Dalam menjalankan rumah tangga, suami dan istri seharusnya bertindak sebagai dua pihak yang bekerja sama. Keduanya dianjurkan untuk saling mendukung dan membantu dalam pekerjaan masing-masing jika diperlukan.
Mengambil contoh dari kehidupan Rasulullah SAW, meskipun sibuk berdakwah, beliau juga turut serta dalam pekerjaan rumah seperti menyiapkan makanan, menjahit sandal, dan lain-lain, sesuai dengan apa yang diajarkan dalam beberapa hadits.
عن عروة قال قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ قَالَتْ مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ
Artinya: “Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember.” (HR Ibnu Hibban)
5. Memiliki Etika yang Baik
Etika yang baik mencakup ucapan, tindakan, sikap, dan sifat. Salah satu contoh dari etika yang baik adalah menghindari kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah, beliau tidak pernah melakukan tindakan pemukulan terhadap pembantunya atau istrinya. Hal ini ditegaskan oleh Sayyidah Aisyah RA., berkata:
مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلاَ امْرَأَةً وَلاَ خَادِمًا إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya: “Rasulullah sama sekali tidak pernah memukul siapa pun dengan tangannya, baik itu pelayan beliau maupun perempuan, kecuali saat berjihad di jalan Allah.”(HR Muslim)
Rasulullah SAW bahkan mengingatkan para suami untuk tidak memukul istri mereka dan menegur mereka yang melakukannya. Beliau bersabda:
لاَ يَجْلِدُ أَحَدُكُمُ امْرَأَتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ، ثُمَّ يُجَامِعُهَا فِي آخِرِ الْيَوْمِ
Artinya: “Janganlah salah seorang dari kalian memukul istrinya seperti ia memukul seorang budak, sedangkan di penghujung hari ia pun menggaulinya.” (HR Bukhari)
6. Menasihati Istri dengan Cara yang Baik
Khusus bagi suami, penting untuk bersabar jika istri melakukan kesalahan. Menanggapi kesalahan istri dengan cara yang tidak bijak hanya akan melukai perasaannya dan memperburuk situasi.
Terlebih lagi, ada hadis yang menjelaskan cara yang tepat dalam menasehati perempuan. Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «المَرْأَةُ كَالضِّلَعِ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ»
Artinya: “Istri itu (terkadang) seperti tulang rusuk (yang bengkok dan keras). Jika kamu luruskan, kamu bisa mematahkannya. Jika kamu (biarkan, dan tetap) menikmatinya, maka kamu menikmati seseorang yang ada kebengkokan (kekurangan) dalam dirinya.” (HR Bukhari)
7. Mencintai Istri dengan Tulus
Seorang istri akan merasa bahagia jika dicintai karena keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT, bukan karena kekayaan, penampilan, atau keturunannya. Seperti contoh yang diberikan oleh Rasulullah SAW yang selalu mencintai istrinya dengan tulus.
Hal ini diperjelas dalam sebuah hadits Nabi, “Suatu ketika Amr bin al-Ash bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling kau cintai?’ Beliau menjawab, ‘Aisyah’.” (HR Bukhari dan Muslim)
8. Setia
Dalam sebuah pernikahan, kesetiaan berarti keinginan kuat untuk tetap setia pada janji yang telah dibuat, menghadapi segala suka dan duka bersama-sama, serta bekerja sama mencapai cita-cita keluarga dengan menerima segala kelemahan dan kelebihan pasangan.
Pasangan suami istri harus berkomitmen untuk saling menjaga kesetiaan, dan apabila menghadapi kesulitan, mereka harus tetap bersatu untuk mengatasinya bersama-sama.
9. Menghindari Hal yang Menimbulkan Konflik
Keharmonisan dalam rumah tangga bisa berubah-ubah, terkadang tenang, terkadang penuh gairah. Konflik dapat muncul dari hal-hal kecil hingga besar.
Menurut buku Psikologi Keluarga karya Hj. Ulfiah, terdapat sembilan faktor yang bisa menjadi penyebab konflik dalam keluarga.
Komunikasi yang tidak baik
Konflik orang tua dan anak
Masalah ekonomi
Cemburu
Merasa superior
Perselingkuhan
Kekerasan dalam rumah tangga
Campur tangan orang tua
Poligami