5 Ulama Penyebar Islam di Dieng: Benarkah Pewaris Rambut Gimbal?
Penulis:Endang Fiitriyani,S.Sos
ASSAJIDIN.COM — Kisah berdirinya kabupaten di Jawa Tengah yang akrab dengan julukan “Negeri di Atas Awan”tidak lepas dari peran ulama pengembara, yakni Kiai Kolodete, Kiai Karim, Kiai Ageng SeloManik, Kiai Ageng Mangku Yudho, dan Kiai Walik. Para ulama ini lantas berpisah wilayah didaerah yang kini dikenal dengan nama Wonosobo, atas tugas yang diberikan oleh Walisongountuk menjaga keislaman masyarakat Dieng saat itu.
DilansirdariWebsiteResmiKabupatenWonosobo,KiaiKolodetekemudianmembukapemukiman di Dataran Tinggi Dieng, sedangkan Kiai Karim di daerah Dieng Selatan yang kinimasukwilayah kecamatan Kalibeber.
Lalu Kiai Walik menduduki wilayah yang kini menjadi kota Wonosobo, kemudian Kiai AgengSelo Manik bertugas menjaga Dieng wilayah timur, dan Kiai Ageng Mangku Yudho menjagawilayah Dieng Barat.
Menyandang gelar ‘kiai’, siapa sangka kalau ternyata Kiai Kolodete dulunya merupakan seorangresi Hindu (penyair atau orang suci yang menerima wahyu). Lalu bagaimana perjalanan KiaiKolodete memeluk Islam dan menyebarkan ajaran agama Islam di wilayah Dieng, Wonosobo,JawaTengah?
Kiai Kolodete mendapat hidayah Islam atas pengaruh Walisongo. Tokoh yang dikenal sebagaileluhur Dataran Tinggi Dieng ini diislamkan oleh Sunan Kalijaga. Ia kemudian menyebarkanajaran agama Islam di Dieng.
Mengutip liputan6.com, Ketua Pokdarwis Dieng Kulon, Alief Fauzi mengungkapkan, mitosnya Sunan Kali Jaga pernah datang Ke Dieng.
Kemudian beliau salat di sebuah batu yang oleh masyarakat dijadikan musala bernama Sunan Kalijaga.
Alief Fauzi melanjutkan, sebelum Islam masuk, hanya kasta Brahmana dan kasta Kesatria yangboleh menempati wilayah Dieng. Namun sejak Islam masuk, Dieng boleh ditinggali oleh siapapun.
Hal ini berkat Walisongo yang menugaskan Kiai Kolodete, Kiai Karim, Kiai Ageng SeloManik, Kiai Ageng Mangku Yudho, dan Kiai Walik untuk menyebarkan Islam di wilayah Dieng,Wonosobo,Jawa Tengah.
Sumber lain mengisahkan bahwa Kiai Kolodete merupakan punggawa pada masa Mataran Islamsekira adab ke-14 Masehi. Oleh karena itulah, awal mula peralihan peradaban Hindu ke Islam dipegunungan Dieng tidak lepas dari Kiai Kolodete, yang konon kemudian mewariskan rambutgimbal kepada anak-anak di pegunungan Dieng.
Menurut legenda,anak-anak di pegunungan Dieng yang berambut gimbal merupakan garis keturunan Kiai Kolodete.
Uniknya, anak-anak di pegunungan Dieng yang berambut gimbal tidak
tumbuh dari lahir, melainkan tumbuh di usia 2 atau 3 tahun diiringi dengan demam tinggi.Rambut gimbal itu tidak bisa dipotong sembarangan, pasalnya jika dipotong sendiri maka akantumbuh gimbal lagi.
Bocah rambut gimbal hanya dapat memotong rambut mereka pada upacara tradisi tahunan. Di Tahun ini,anak anak berambut gimbal di Dieng akan menjalani acara pemotongan rambut pada 25 hingga 27 Agustus 2024, dalam gelar Dieng Culture Festival (DFC) 2024.
Upacara ruwatan tahunan ni menjadi tradisi bagi masyarakat Dieng, dan mengundang wisatawan domestik hingga luar Negeri karena menyajikan keunikan tradisi masyarakat dan keindahan lamnya.
HaliniberkaitandenganleluhurKiaiKolodeteyangdiutusWalisongountukmenyejahterakan masyarakat Dieng.
Tolok ukur kesejahteraan masyarakat Dieng saat itu lantas ditandai dengan keberadaan anak-anak berambut gimbal.Sebab berdasarkan penelusuran,
Kiai Kolodete dahulunya berambut gimbal dan bersumpah tidak akan mencukur rambutnya hingga penduduk di Dataran Tinggi Dieng hidupnya Makmur.
Keberadaan Kiai Kolodete dan sahabat-sahabatnya yang diutus untuk menyebarkan ajaran agama Islam di pegunungan Dieng bisa dirasakan saat ini.
Masyarakat Dieng sebagian besar dikenalsebagai penganut Islam yang patuh dan taat pada ajaran agama.