KALAM

Mengapa Takut tidak Kebagian Rezeki?

Oleh: Bangun Lubis ( Wartawan Assajidin.com )

ASSAJIDIN.COM –Sulit sekali bagi kita untuk menerapkan ajaran Islam sebagaimana yang dianjurkan oleh Al Quran dan Hadist.

Kita menganggap bahwa menerapkan prilaku sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW, akan menjadi beban berat.

Dalam benak kita, bila menerapkan anjuran agama ini maka akan dapat menghambat kegiatan sehari-hari, semua pekerjaan bisa terbengkalai. Padahal, ini sesuatu pemikiran yang salah dan cenderung menyesatkan kita!

Tetapi begitulah yang terjadi pada sebagian pendapat diantara kita. Sehingga kita selalu hitung-hitungan antara waktu ibadah dengan pekerjaan saat ingin mencari rizki. Keyakinan atas kekuasaan Allah yang memberikan nikmat rizki pun nyaris terpupus. Bila waktu bekerja kurang, maka penghasilan pun kita nilai akan berkurang.

Pendapat dan ‘keyakinan’ seperti itu selalu menghantui kita. Padahal ini pendapat yang tidak benar.Apa sebenarnya yang salah dalam pola berkikir kita sebagai seorang manusia yang memiliki ajaran agama Islam? Pertanyaan ini hendaklah kita telaah, agar tak terjerumus kepada pandangan yang keliru.

Lihat Juga :  Doa Witir yang Mustajab Lengkap Arab dan Arti, Berikut Keutamaan Sholat Witir

Coba kita simak firman Allah : ..”Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.” (QS. (6 ) Hud : 11). Lalu mengapa harus takut tak kebagian rizki, sehingga beribadah pun dibelakangkan dari pada bekerja (mencari nafkah)?.

Kalau begitu semua karena Allah. Ketika Allah menjadikan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, sebenarnya tiada lain untuk membimbing kita dari pemikiran yang ‘gelap’ atau pemahaman yang keliru kepada pemikiran yang terangbenderang dan yang lurus.

Harapan, tak boleh kita gantungkan kepada manusia, karena yang mewujud-nyatakan harapan itu adalah Allah. Pun demikian dengan kehidupan ini. Dalam firman Allah SWT, pada  Surah Adz-Dzaariyaat (51 ayat 56),”..dan tidak aku jadikan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadahkepada-Ku.

Ungkapan ini perlu dimaknai sebagai kepatuhan dan ketundukan kita untuk tidak menduakan Allah, atau jangan sampai mendahulukan kepentingan dunia semata.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button