Banyak Remaja Ajukan Dispensasi Nikah, Ada Apa?

ASSAJIDIN.COM — Satu bulan terakhir, banyak pemberitaan tentang dispensasi menikah yang mengungkapkan angka dan fakta di Sumatera Selatan.
Dispensasi pernikahan adalah pemberian hak kepada seseorang untuk menikah, meski belum mencapai batas minimum usia pernikahan.
Dasar hukum tentang dispensasi nikah adalah telah diatur dalam sejumlah aturan perundang-undangan tentang pernikahan atau perkawinan di Indonesia. Seperti dalam Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sementara terkait dasar hukum pemberian dispensasi nikah adalah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Dalam Pasal 6 Peraturan Ma No. 5 Tahun 2019 ini disebutkan bahwa pihak yang berhak mengajukan permohonan dispensasi nikah adalah orang tua atau wali.
Dalam Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2019 disebutkan bahwa pernikahan atau perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Sementara jika terjadi adanya penyimpangan terhadap ketentuan umur, maka pihak terkait dapat meminta dispensasi nikah kepada pengadilan yang berwenang.
Aturan pemberian dispensasi nikah adalah diajukan oleh orang tua atau wali dengan wajib mendengarkan pendapat kedua belah pihak calon mempelai. Hal ini tentunya dengan memperhatikan syarat-syarat atau persyaratan dispensasi nikah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangannya.
Aturan pemberian dispensasi nikah adalah diajukan oleh orang tua atau wali dengan wajib mendengarkan pendapat kedua belah pihak calon mempelai. Hal ini tentunya dengan syarat-syarat tertentu yang juga sudah diatur.
Jika persyaratan tersebut di atas tidak dapat dipenuhi maka dapat digunakan dokumen lainnya yang menjelaskan tentang identitas dan status pendidikan anak dan identitas orang tua atau wali (Pasal 5 ayat 2 Perma Nomor 5 Tahun 2019).
Adapun maksud pemberian dispensasi nikah adalah oleh Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang beragama lainnya berdasarkan pada semangat pencegahan perkawinan anak, pertimbangan moral, agama, adat dan budaya, aspek psikologis, aspek kesehatan, dan dampak yang ditimbulkan.
Didominasi Hamil Duluan
Adanya dispenasi nikah ini, di lapangan terungkap fakta yang cukup mencengangkan.
Di Kota Lubuk Linggau Provinsi Sumatera Selatan misalnya, sedikitkan terdapat 159 remaja mengajukan dispensasi nikah usia dini di Pengadilan Agama Lubuklinggau, Sumsel.
Humas Pengadilan Agama Lubuklinggau, Khairul Badri, kepada wartawan mengatakan ada 195 remaja mengajukan dispensasi nikah di usia dini pada Januari hingga Juli 2023.
“Rata-rata penyebabnya karena hamil di luar pernikahan, hal itu juga belum masuk batas minimum usia pernikahan,” kata kepada wartawan.
Terhadap pengajuan yang masuk ke PA Lubuklinggau itu semua perkaranya sudah diputuskan yakni berasal dari Musi Rawas, Lubuklinggau, dan Musi Rawas Utara (Muratara).
Ia mengatakan, pengajuan yang masuk ke Pengadilan Agama itu ada yang dikabulkan dan juga ada yang gagal.
Di Kabupaten Ogan Komering Ilir, data dari Januari-Juli 2023 terdapat 28 permohonan dispensasi menikah. Umumnya juga didominasi usia di bawah 19 tahun. Dari 28 permohonon tersebut, 15 pemohon diajukan karena orangtua takut anak berzinah. Lalu 12 perkara ditengarai akibat hamil duluan. Astaghfirullah…
Penyebab kegagalan itu umumnya tidak bisa membuktikan adanya syarat yang kami minta sesuai dengan ketentuan.
Hal lain adalah karena orang tua tidak hadir dalam persidangan, termasuk juga pada tahun 2012 ada pasangan yang mengajukan karena dipaksa orangtua.
Ia menyebut, untuk remaja yang memang mengajukan dispensasi nikah tidak banyak yang memiliki status perjaka dan perawan.
Beberapa dari mereka adalah putus sekolah dan ingin menikah meski masih di bawah umur, dan saat ini aturan di bawah umur adalah di bawah 19 tahun.
Ketua Pengadilan Agama kelas 1B Kayuagung, Afrizal melalui Humas PA, M Arkom Pamulutan mengimbau kepada seluruh orang tua untuk mengawasi anak-anaknya agar tidak terjerumus pada pergaulan bebas, apalagi sewaktu berpacaran. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Sebisa mungkin jaga anak kita jangan kebablasan cara berpacarannya. Serta jangan dulu boleh menikah saat usianya masih di bawah 19 tahun,” katanya.
“Kasian kalau anak dipaksakan menikah sebelum usia 19 tahun, karena dari sisi kesehatan dan mentalnya belum siap untuk berkeluarga,” tutup Arkom.
Permasalah Darurat yang Harus Dicarikan Solusi
Fenomena dispensasi menikah yang didominasi kasus hamil duluan Ustadzah Ummi Rofi’ Maryam
kepada Assajidin mengatakan, Dalam islam, diperbolehkan bagi seseorang untuk menikah ketika dia merasa telah baligh dan mampu.
Sehingga tidak ada batasan di dalam islam, kapan seseorang itu pantas untuk menikah. Bagi seorang laki-laki ketika sudah mencapai usia baligh dengan ditandai perubahan hormon dan mengalami mimpi basah, maka dia boleh untuk menikah.
Begitupun bagi seorang perempuan, ketika ia sudah baligh dengan di tandai datangnya haid/menstruasi serta merasa telah mampu untuk menjalankan aktifitas sebagai istri maka ia boleh untuk menikah.
Maka sah-sah saja di dalam islam jika para muda/mudi pelajar yang merasa telah mampu, untuk meminta di nikahi (minta dispensasi menikah).
Namun perlu diperhatikan adanya fenomena minta dispensasi menikah dini saat ini, terjadi bukan karena kesiapan mereka untuk menikah, namun justru karena adanya keterpaksaan akibat telah hamil di luar nikah. Nauzhubillahi minzalik..
Ini adalah sebuah kemaksiatan yang terjadi di kalangan remaja. Dimana aktifitas pergaulan bebas yang melampaui batasan, sampai terjadi kehamilan adalah permasalah darurat yang harus segera di selesaikan. Orang tua, masyarakat dan negara harus bersinergi bersama dalam mengontrol pergaulan remaja saat ini, dengan melarang aktifitas pacaran, mengontrol tayangan di media-media seperti melarang sinetron-sinettron yang berbau porno, pacaran dan pergaulan bebas.
Juga larangan konten-konten pacaran di media online seperti youtube, instagram, tiktok, dsb.
Kerusakan pergaulan remaja saat ini tidak terlepas dari adanya pengaruh dari peradaban barat yang memisahkan aturan agama dari kehidupan (sekulerisme).
Sekulerisme telah merasuk ke jiwa kalangan muda mudi saat ini sehingga berprilaku bebas tanpa batasan. Tidak mau diatur, tidak taat terhadap aturan agama, kerusakan akhlak dan pergaulan bebas.
Padahal sudah jelas jika kita kembali kepada aturan pergaulan dalam islam. Islam sudah memberikan aturan yang sangat sempurna dalam urusan pergaulan. Islam melarang aktifitas khalwat (berdua-duaan), melarang campur baur (ikhtilat), melarang pacaran dan perzinaan. Bahkan islam mengancam para pelaku zina dengan cambuk dan rajam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا يخلون أحدكم بامرأة فإن الشيطان ثالثهما
“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad).
Ffirman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (cambuk), [An-Nûr/24:2].
Sayangnya aturan islam yang sempurna itu tidak diterapkan saat ini. Sehingga mengakibatkan banyak kerusakan dan kekacauan. Bukan hanya kekacauan dalam pergaulan, namun juga dalam hal lain, seperti ekonomi, sosial, dsb.
Oleh sebab itu, kerusakan pergaulan saat ini harus diselesaikan secara komprehensif sehingga tidak menimbulkan permasalah-permasalahan baru.
Dengan bersama-sama mengambil dan menerapkan aturan islam secara menyeluruh serta meninggalkan aturan barat yang sekuler dan liberal.
Alllahu’alam bishowab. (reno/tri jumartini/novi amanah)