Ramadhan Sebagai Momentum Melatih Sifat Tasamuh
AsSAJIDIN.COM — Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tasamuh dimaknai sebagai kelapangan dada, keluasan pikiran, dan toleransi. Sedangkan dalam bahasa Arab, tasamuh lebih dimaknai sebagai toleransi yang juga diartikan sebagai sikap tenggang rasa, lapang dada, dan bermurah hati.
Tasamuh adalah saling menghormati dan menghargai antara manusia satu dengan manusia lainnya. Tasamuh juga bisa berarti sikap menghargai pendirian seseorang mulai dari pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan kelakuan.
Berbicara tasamuh pada konteks keindonesiaan kita menjadi relevan. Bukan karena takdir keragaman budaya, bahasa, ras, suku agama dan warna kulit yang berbeda-beda yang dimiliki bangsa ini. Namun secara kualitas, memang ada ketimpangan antar golongan masyarakat jika dilihat dari ukuran kesejahteraan. Ada perbedaan yang lebar pada tingkat pendapatan masyarakat, yang membelah dua kelompok masyarakat menjadi kaya dan miskin. Ketimpangan akses pendidikan, akses sumber-sumber informasi tentang peluang, akses perbankan, teknologi dan lain sebagainya.
Jika tasamuh dimaknai sebagai sikap lapang dada, tenggang rasa dan murah hati terhadap keragaman budaya, suku, agama, ras, warna kulit, dan jenis rambut, saya rasa kita sudah khatam. Kita sudah paham, meski implementasinya masih belum sempurna. Namun konsep toleransi dalam memahami keragaman dan kebhinekaan ini konsep lama yang sudah selesai. Kita dianggap sudah sangat teruji. Bahkan, Indonesia sudah menjadi teladan dunia soal toleransi jenis ini.
Namun pertanyaannya adalah bagaimana membangun sikap tasamuh dalam konteks ketimpangan sosial akibat krisis ekonomi yang melanda dunia dan Indonesia saat ini? Dalam hal ini, konsep baru tasamuh harus diletakkan dalam tataran demikian. Sehingga konsep tasamuh sosial memperoleh legitimasi praksisnya karena berdampak langsung terhadap problem mendasar yang sedang dihadapi masyarakat saat ini. Lalu bagaimana caranya agar akhlak mulia (tasamuh sosial) bisa secara istiqamah dilakukan?
Ramadhan sebagai Momentum
Puasa Ramadhan, tidak hanya berekses pada peningkatan kualitas individu saja. Namun dalam perspektif sosial, puasa Ramadhan adalah momentum bagi peningkatan kualitas hidup yang lebih berkemajuan dan mensejahterakan. Memang tidak tiba-tiba datangnya. Kuncinya tetap ada pada peningkatan kualitas sikap atau perilaku sosial pada setiap individu yang berpuasa. Dari kualitas perilaku sosial inilah tasamuh sosial memiliki makna yang tidak karitatif namun lebih membumi dengan praktek-praktek sosial.
Ketajaman visi dan misi sosial muncul tatkala kemampuan individu dalam mengontrol diri, emosi sebagai control internal; melakukan diet jasmani (mengatur pola makan); diet rohani (larangan menghayal pada hal-hal yang buruk, sekaligus membersihkan hati, nurani dan pikiran); melatih keikhlasan (bukan melakukan sesuatu dengan pamer atau riya); melatih kesabaran (menahan emosi marah); menggapai ihsan (menjadi manusia yang baik karena amal, pedoman hidup dengan dzikir); sarana memperdalam ilmu (mendengar ceramah, seminar , kajian dll); penyucian diri (lembaga penghapus dosa) dan puasa juga sebagai peningkatan kualitas kemampuan intelligence, cognitive, emotional, sosial, dan religius.
Puasa menjadi media atau proses pelatihan dan pendadaran jiwa yang sangat penting dalam penajaman tauhid sosial. Paling tidak, sikap dan perilaku individu diatas akan melahirkan dua perilaku sosial berikut ini :
Pertama, sikap empati yang mendalam seperti menumbuhkan rasa empati, mampu, mengerti, memahami, menghayati, dan merasakan, apa yang dialami oleh orang lain. Apa yang dirasakan orang lain. Menempatkan diri ke posisi orang lain sehingga akan timbul sikap tidak semena-mena, mengerti kepentingan orang lain, tepa selira, tidak ujub, sombong, takabur, sehingga mampu bersyukur.
Kedua, menumbuhkan dan sekaligus penajaman jiwa sosial seperti membantu orang lain, mengentaskan kemiskinan, kesetiakawanan sosial dan lain sebagainya.
Bagaimana Tasamuh Sosial dilakukan?
Islam adalah agama yang sangat sempurna. Semua hal lengkap ada di dalamnya. penjelasan didalam Alquran dan hadits sangat lengkap termasuk soal tasamuh. Berikut adalah pandangan Islam soal tasamuh sekaligus sebagai pedoman kita untuk melaksanakan tasamuh sosial.
Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Maidah: 8 berikut ini :
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Demikian juga Al Quran juga menjelaskan di dalam QS. Al-Hujurat: 10:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat” .
Dalam Hadis, Rasulullah SAW juga menyampaikan bagaimana cara melakukan tasamuh sosial ini. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah Saw pernah bersabda:
“Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka mencari-cari kesalahan, saling mendengki, saling membelakangi, serta saling membenci. Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.” (HR Bukhari).
Hadis lainnya tentang toleransi juga tertuang pada:
Rasulullah Saw. bersabda: “ Siapa yang membantu menghilangkan kesulitan orang mukmin satu kesulitan di dunia, niscaya Allah akan menghilangkan kesulitan dia dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang menghadapi kesulitan, Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat.” (HR Muslim).
Apa kesimpulan yang bisa diambil dari catatan kecil ini adalah:
Pertama, tasamuh adalah salah satu perilaku terpuji yang sangat dianjurkan agama. Sikap ini mendapatkan momentumnya ketika Puasa Ramadhan 1443 H dilaksanakan oleh seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Karena Puasa melatih setiap individu yang melaksanakannya menjadi insan yang sempurna akhlaknya seperti antara lain : mampu meredam amarah sebagai bagian dari peningkatan aspek kesehatan emosi; melatih kesabaran; meningkatan kecerdasan emosional dan mampu membentuk kematangan diri untuk selalu konsisten dan jujur.
Kedua, kesempurnaan akhlak individu sebagai dampak Ramadhan itu akan mewujud dalam perilaku sosial melalui sikap kesediaan memberi atau membantu orang lain baik melalui kegiatan berderma berupa sedekah, zakat, infak dan lain-lain; sikap tenggang rasa, menghargai orang lain, toleransi terhadap sesama dan lain sebagainya.
Ketiga, sebagai makhluk sosial, tentu sikap demikian menjadi cerminan sosok baru pasca ramadhan yang terilhami oleh spirit Quran dan Hadits nabi yang telah diturunkan kepada umat manusia. Dengan demikian, toleransi adalah prinsip dasar Islam. Tasamuh merupakan kewajiban agama dan spirit moral tanpa batas.
Selalu ada peluang berbuat baik dengan mengembangkan tasamuh sosial ini. Namun ujiannya akan datang setelah Ramadhan meninggalkan kita. Apakah kita tetap konsisten atau sebaliknya. Wallahu a’lamu bishawab. (*/sumber: kemenag.go.id)