Mendekatkan Diri kepada Allah Taqarrub Ilallah
ASSAJIDIN.COM — Taqarrub berasal dari kata “qaraba” atau “qarib” yang berarti “dekat”. Taqarrub ilallah artinya adalah mendekatkan diri kepada Allah. Istilah ini muncul dari dalil-dalil nash syara’ yang membicarakan tentang upaya pendekatan diri kepada Allah. Salah satu dalil tersebut adalah hadits qudsi dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa Allah berfirman,
وَإِذَا تَقَرَّبَ الۡعَبۡدُ إِلَيَّ شِبۡرًا تَقَرَّبۡتُ إِلَيۡهِ ذِرَاعًا وَإِذَا تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا تَقَرَّبۡتُ مِنۡهُ بَاعًا وَإِذَا أَتَانِي مَشۡيًا أَتَيۡتُهُ هَرۡوَلَةً . – رواه البخاري و مسلم
“Jika seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia mendatangiku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR. Al-Bukhari: 7536 dan Muslim: 2675).
Kata “taqarrub” secara bahasa mengandung makna “mencari kedekatan” (thalabul qurbi). Jadi arti taqarrub ilallah secara bahasa adalah mencari kedekatan dengan Allah. (Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Fathul Bari, 18/342).
Dari kaidah bahasa inilah para ulama berusaha merumuskan pengertian taqarrub ilallah secara syar’i.
Imam An-Nawawi dan Imam Ibnu Hajar Al-Atsqalani membuat pernyataan bahwa kedekatan secara fisik dalam arti jarak (masafah) antara manusia dengan Allah adalah mustahil. Jadi hadits tersebut tidak bisa dipahami secara hakiki (harfiah), melainkan harus dipahami secara majazi (arti kiasan) yang telah masyhur digunakan dalam gaya bahasa Arab. Maka, makna syar’i dari taqarrub ilallah adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan. (Lihat Fathul Bari 21/132, Syarh Shahih Muslim 9/35, Al-Muntaqa Syarh Al-Muwatha’ 1/499, Syarh Al-Bukhari li Ibni Bathal 20/72).
Secara lebih rinci, Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Jami’ Al-Ulum wal-Hikam (38/9-12) menerangkan ruang lingkup taqarrub ilallah. Menurut beliau, ada dua golongan amalan untuk taqarrub ilallah.
Golongan amalan untuk taqarrub ilallah
Orang yang melaksanakan amalan-amalan fardhu (faraidh); meliputi mengerjakan perkara-perkara yang diwajibkan (fi’lul wajibat) dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan (tarkul muharramat).
Orang yang melaksanakan ibadah-ibadah sunnah (nafilah).
Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa taqarrub ilallah bukan hanya berupa ibadah mahdhah semata, melainkan mencakup segala aktivitas yang wajib dan yang sunnah. Baik berupa ibadah mahdhah maupun berupa interaksi sosial antar manusia. Upaya untuk meninggalkan segala bentuk yang haram dan yang makruh juga termasuk taqarrub ilallah. (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Jami’ Al-Ulum wal-Hikam 38/12).
Pentingnya Taqorrub Ilallah
Sebagaimana definisi yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa urgensi taqarrub ilallah adalah untuk meraih kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Sebagaimana hadits qudsi dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa Allah berfirman,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبۡدِ بِشَيۡءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افۡتَرَضۡتُ عَلَيۡهِ وَمَا يَزَالُ عَبۡدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ. – رواه البخاري
“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada melaksanakan apa yang Aku wajibkan kepadanya. Dan tidaklah hamba-Ku terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah (nawafil) hingga Aku mencintainya.” (HR. Al-Bukhari: 6502).
Ibnu Rajab Al-Hanbali juga menerangkan bahwa jika orang mendekatkan diri kepada Allah, maka ia akan dicintai Allah. Dan orang yang dicintai Allah akan mendapat berbagai balasan yang baik dari Allah, seperti keridhaan, rahmat, limpahan rezeki, taufiq, pertolongan dan sebagainya. (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Jami’ Al-Ulum wal-Hikam 38/12 dan Syarh Shahih Muslim 9/35).
Sebenarnya, Allah juga telah menegaskan bahwa Allah itu dekat, sebagaimana firman Allah berikut,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ .
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka penuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 186).
Asbabun Nuzul ayat ini adalah ketika ada seorang Arab Badui yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, Apakah Tuhan kita dekat sehingga kita akan bermunajat (berbisik) kepada-Nya? Ataukah Dia jauh sehingga kita harus menyeru-Nya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diam, lalu Allah turunkan ayat ini.
Riwayat ini dari Ibnu Abu Hatim, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, Ibnu Murdhawih serta Abus-Syaikh Al-Asbahani.
Makna yang dimaksud adalah bahwa Allah tidak akan mengecewakan doa dari orang-orang yang berdoa kepada Allah. Banyak dalil baik dari al-Quran maupun hadits shahih yang menyebutkan bahwa Allah dekat dengan hamba-hamba-Nya yang beriman, bertakwa dan selalu berbuat kebaikan. Makna dekat yang dimaksud adalah bahwa Allah selalu memperhatikan setiap amal hamba-Nya serta mendengar dan mengabulkan setiap doa hamba-Nya.
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡإِنسٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ الۡوَرِيدِ .
“Dan sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,” (QS. Qaf [50]: 16).
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحۡسِنُونَ .
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl [16]: 128).
Begitu pula hadits qudsi dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa Allah berfirman,
أَنَا مَعَ عَبۡدِي إِذَا هُوَ ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتۡ بِي شَفَتَاهُ . – رواه إبن ماجه وأحمد
“Aku selalu bersama hamba-Ku jika ia ingat (berzikir) kepada-Ku dan kedua bibirnya menyebut nama-Ku.” (HR. Ibnu Majah: 3792 dan Ahmad: 10552).
Dari hadits qudsi tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan selalu berzikir dan mengingat Allah di mana pun dan kapan pun.
اَلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ اللَّهَ قِيٰمٗا وَّقُعُودٗا وَّعَلٰى جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡأَرۡضِ …
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi…” (QS. Ali Imran [3]: 191).
Semoga tulisan singkat ini dapat bermanfaat dan dapat membawa kita lebih dekat kepada Allah. (*/SUMBER: MANHAJ.OR.ID)