Sudah Pantaskah Kita Mengaku Umat Rasulullah SAW?
ASSAJIDIN.COM — Sebagai umat Islam, tentu saja kita wajib mengetahui tentang kisah Nabi Muhammad Saw.
Kisah kehidupan beliau bukan hanya untuk dibaca atau didengarkan saja, tetapi dapat dijadikan contoh dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dari zaman dulu umat Islam selalu mengenang Rasulullah tidak lain dan tidak bukan kecuali untuk menyemangati kaum muslimin agar tetap semangat dan serius mencontoh perilaku Nabi
Muhammad sebagai utusan Allah.
Sebenarnya apa yang dapat kita contoh pada diri Nabi Muhammad ? Apa itu sunnah Nabi? Apakah semua sunnah Nabi harus kita ikuti? Marilah kita pahami dahulu apa arti sunnah sebenarnya.
Sunnah mempunyai 2 arti, yang pertama, sunnah adalah suatu pekerjaan yang jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa.
Yang kedua, sunnah adalah suatu pekerjaan yang diulang-ulang terus menerus.
Makanya ada juga yang namanya ”sunnatullah”, yaitu suatu kejadian yang selalu diulang-ulang oleh Allah, misalnya: kelahiran seorang bayi manusia harus didahului dengan proses pembuahan di dalam rahim. Itu adalah sunnatullah, selalu seperti itu diulang-ulang terus oleh Allah sampai akhir zaman.
Contoh lainnya, yaitu jika suatu negeri banyak terjadi kezaliman, yang kaya tidak peduli dengan yang miskin, maka Allah akan menimpakan azab bencana pada negeri itu, itulah sunnatullah, sampai akhir zaman akan terjadi dan diulang-ulang terus oleh Allah. Demikian yang difirmankan Allah di dalam Q.S Ali-Imran(3):137,
”Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan”.
Perilaku dan Tutur Kata Nabi Muhammad
Allah menjelaskan perilaku Nabi Muhammad SAW dalam Al Quran QS Al A’raf (203): Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Quran kepada mereka berkata “Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?” Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
Perilaku Rasulullah Adalah Alquran
Jadi saudara-saudaraku yang mengaku sebagai ummat Muhammad, Allah sendiri bilang bahwa Nabi Muhammad s.a.w hanya mengikuti wahyu, yaitu Al-Qur’an.
Bahkan perlu diketahui, bahwa Nabi Muhammad s.a.w tidak akan pernah berani keluar dari Al-Qur’an, seperti termaktub di dalam Q.S Al-Haqqah(69):41-47 yang terjemahannya:
”Dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya dia (Muhammad) (berani) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya [1509]. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu”.
Nabi Muhammad sendiri sekali-kali tidak pernah mengatakan dan berbuat yang diluar Al-Qur’an. Nabi Muhammad tidak pernah mengarang Hadits yang diluar Al-Qur’an. Hadits Nabi Muhammad adalah Al-Qur’an itu sendiri. Maka sangat benar ketika Aisyah r.a ditanya: ”Bagaimana perilaku Rasulullah?” Aisyah r.a menjawab: ”Perilaku Rasulullah adalah Al-Qur’an”.
Patutkah Kita Mengaku Umat Nabi?
Jika demikian keadaan sebenarnya, kita semua yang hidup saat ini yang mengaku sebagai ummat Nabi Muhammad s.a.w apakah patut kita mengaku ummat beliau sedangkan perilaku kita bukan Al-Quran?
Apakah patut kita mengaku pengikut Muhammad sedangkan kita mengikuti kitab-kitab lain selain Al-Qur’an, sedangkan Muhammad sendiri mengikuti Al-Quran.
Sudah terbukti sejak sahabat Ali bin Abi Thalib r.a wafat hingga sekarang, kaum muslimin mengikuti ulamanya sendiri-sendiri, mengikuti madzhabnya sendiri-sendiri, jauh dari Al-Qur’an, akhirnya sekarang kita bercerai-berai. Kaum muslimin berpegang pada buku-buku dan kitab-kitab madzhab, tidak pernah menengok ke Al-Qur’an lagi. Dan sangat lucunya, semuanya mengaku sebagai pengikut Muhammad, padahal Muhammad mengikuti Al-Qur’an, Muhammad tidak pernah mengikuti Madzhab.
Muhammad tidak pernah mengikuti Imam yang dilantik manusia, tetapi Muhammad hanya mengikuti Imam yang dilantik oleh Allah yaitu Ibrahim, Q.S Al-Baqarah(2):124,
”Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”.
Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.
Q.S. An-Nahl(16):123 yang artinya: “”Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.
Kita Ingin Seperti Apa?
Demikianlah, sekarang kita tinggal memilih, masih mengikuti manusia atau kembali kepada Allah.
Kalau kita mengaku mengikuti Nabi Muhammad, maka kita ikuti apa yang diikuti Nabi kita, dan resikonya adalah kita harus berakhlak seperti akhlak Nabi Muhammad yaitu akhlak Al-Qur’an. Beberapa akhlak Nabi Muhammad adalah sebagai berikut:
1. Nabi Muhammad tidak pernah menghina agama lain
Q.S. Al-An’am(6):108,
”Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan”.
2. Nabi Muhammad tidak pernah curang dalam berdagang, tidak pernah merugikan hak-hak orang lain
Q.S. Hud(11):85,
”Dan Syuaib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”.
3. Nabi Muhammad tidak kikir, akan tetapi beliau mengajak manusia untuk bersedekah
Q.S. Muhammad(47):38,
”Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini)”.
4. Nabi Muhammad tidak mengajak berselisih dalam syariat, tapi mengajak untuk berlomba-lomba dalam berbuat baik
Q.S. Al-Baqarah(2):148, “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
5. Bisikan Nabi Muhammad kepada para sahabatnya adalah bisikan mengajak bersedekah, berbuat makruf, dan mengajak perdamaian.
Q.S. An-Nisa’(4):114, yang artinya: ”Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”.
Jadi saudaraku semuanya, jika masih mengaku sebagai Umat Nabi Muhammad s.a.w, marilah kita mulai membisikkan kepada saudara-saudara kita yang lain: ”Sudah sedekah apa belum hari ini?”, ”Sudah berbuat baik apa belum hari ini?”, ”Sudah membuat perdamaian apa belum hari ini?” Itulah beberapa sunnah-sunnah Nabi Besar Muhammad s.a.w yang harus kita ikut di zaman now ini. (*/sumber: tulisan H Baharuddin Fasilitator Paham Qurani)