SYARIAH

Dahsyatnya Makna Surat Dhuha, karenanya Selalu Dibaca Saat Shalat Dhuha

AsSAJIDIN.COM — Memahami surat-surat pendek di dalam Alquran sangat penting. Kita tidak hanya disarankan membacanya, tapi juga memahaminya.

Kita coba membaca dan memahami surat Ad-Dhuha. Surat ini Surah Ad-Duha (bahasa Arab:الضحى) adalah surah ke-93 dalam al-Qur’an dan terdiri atas 11 ayat. Surah ini termasuk golongan surah Makkiyah dan diturunkan sesudah surah Al-Fajr. Nama Adh Dhuhaa diambil dari kata yang terdapat pada ayat pertama, yang artinya “waktu matahari sepenggalahan naik”.

Surat Adh Dhuhaa, menerangkan tentang pemeliharaan Allah SWT terhadap Nabi Muhammad SAW (dan umatnya) dengan cara yang tak putus-putusnya, larangan berbuat buruk terhadap anak yatim dan orang yang meminta-minta dan mengandung pula perintah kepada Nabi supaya mensyukuri segala nikmat.

Dahsyatnya makna surat ini, karenanyalah dianjurkan untuk membaca surat Dhuha saat melaksanakan sholat Dhuha.

Berikut terjemahan surat Ad-dhuha.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

1. Demi waktu Dhuha (ketika matahari naik sepenggalah),

2. dan demi malam apabila telah sunyi.

3. Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad), dan tidak (pula) membencimu,

4. dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.

5. Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau menjadi puas.

6. Bukankah Dia mendapati dirimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(mu).

7. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.

8. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.

9. Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.

10. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardik(nya).

11. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).

Lihat Juga :  Berbuat Baik yang Bernilai di Mata Allah Menurut Alquran

Adapun Tafsir makna dan kandungan Surah Ad-Dhuha adalah sebagai berikut :

Ibnu Katsir berkata, “Dianjurkan bertakbir dari akhir surah Adh Dhuha sampai akhir surah An Naas. Para ahli qiraa’at menyebutkan, bahwa hal itu termasuk sunnah yang ada riwayatnya, dan mereka menyebutkan alasan mengucapkan takbir dari awal surah Adh Dhuha, yaitu bahwa ketika wahyu terlambat turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terputus selama waktu tersebut, kemudian malaikat datang dan menyampaikan wahyu kepada Beliau, “Wadh Dhuhaa-Wallaili bidzaa sajaa.” Yakni surah Adh Dhuha sampai akhirnya, maka Beliau bertakbir karena gembira dan senang.” Ibnu Katsir berkata pula, “Riwayat tersebut tidak diriwayatkan dengan isnad yang dapat dihukumi shahih maupun dha’if, wallahu a’lam.”

Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Jundub bin Sufyan ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah sakit sehingga tidak bangun selama dua atau tiga malam, lalu ada seorang wanita yang datang berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya aku berharap setanmu telah meninggalkanmu, karena aku tidak melihat dia mendekatimu sejak dua atau tiga malam.” Maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wadh dhuhaa—Wallaili idzaa sajaa—Maa wadda’aka Rabbuka wamaa qalaa.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim, Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadits ini hasan shahih,” Ahmad, Thayalisi, Ibnu Jarir, Al Humaidiy, dan Al Khathiib dalam Muwadhdhih Awhaamil Jam’i wat Tafriiq juz 2 hal. 22).

Allah Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengan waktu dhuha dan waktu malam ketika telah sunyi untuk menerangkan perhatian Dia kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Maksudnya, ketika turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata, “Tuhannya (Muhammad) telah meninggalkannya dan benci kepadanya.” Maka turunlah ayat di atas untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu, yaitu, “Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula) membencimu,” yakni Allah Subhaanahu wa Ta’aala tidaklah meninggalkan Beliau dan membiarkannya sejak Dia mengurus dan mendidik Beliau, bahkan Dia senantiasa mengurus dan mendidik Beliau dengan pendidikan yang sebaik-baiknya serta meninggikan Beliau sederajat demi sederajat.

Lihat Juga :  Sedekah Dipertontonkan di Media Sosial Menurut Habib Jafar Ternyata Boleh!

Yakni Dia tidak membencimu sejak Dia mencintaimu. Inilah keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dahulu dan yang sekarang; yakni keadaan yang paling sempurna; kecintaan Allah untuk Beliau dan tetap terus seperti itu serta diangkatnya Beliau kepada kesempurnaan, dan tetap terusnya mendapatkan perhatian dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Adapun keadaan Beliau pada masa mendatang, maka sebagaimana firman-Nya, “Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.”

Maksudnya, bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu akan menjumpai kemenangan-kemenangan meskipun permulaannya penuh dengan kesulitan-kesulitan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala menguatkan agama Beliau, memenangkan Beliau terhadap musuh-musuhnya serta memperbaiki kondisi Beliau sehingga Beliau mencapai keadaan yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang terdahulu maupun yang datang kemudian, baik dalam hal keutamaan, kebanggaan maupun kegembiraan. Sedangkan di akhirat, maka tidak perlu ditanya tentang keadaan Beliau; keadaan Beliau penuh dengan berbagai kemuliaan dan kenikmatan. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.” Pemberian-Nya yang besar tidak mungkin diungkapkan selain dengan kata-kata itu. (*/sumber: dictio.com)

Referensi :

http://belajar-tobat.blogspot.co.id/2015/09/makna-dan-kandungan-surah-ad-dhuha.html 5
https://pandipratama.wordpress.com/2012/05/05/isi-kandungan-surah-ad-duha/ 55

Back to top button