Songket Sebagai Media Dakwah Perkembangan Islam di Palembang
Songket Palembang jadi Icon Busana Muslim Masa Kini

AsSajidin.com Palembang.- Kota Palembang adalah kota tua. Terletak di Provinsi Sumatera Selatan, Palembang mencatatkan namanya sebagai kota tertua di Indonesia. Eksistensi Palembang telah disebut dalam prasasti Kedukan Bukit yang bertanggal 16 Juni 682 M. Artinya, usia Palembang kini sudah mencapai 1.340 tahun.
Tak heran banyak benda-benda yang memiliki sejarah, semisal kain songket, bermakna dalam perkembangan Islam di Palembang.Songket hingga kini tetap eksis menjadi bagian perkembangan fesyen di tanah air terutama Palembang.
Permaisuri Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin, Ratu Anita Soviah yang juga desainer busana muslim di Palembang , mrngatakan kreatifitas seseorang takkan pernah bisa berhenti, ketika terus digali dan dikembangkan. Begitu pula dengan dirinya yang melihat trend busana muslim kian diminati. Apalagi fashion yang dirancang tersebut berpadu dengan kearifan lokal daerah seperti halnya songket Palembang.
“ Saat ini geliat busana muslim bermotif Songket Palembang sedang ngetrend dan telah menjadi ikon fashion busana muslim di kalangan masyarakat, “ ungkap Ratu ketika dibincangi AsSajidin beberapa waktu lalu.
Ratu menjelaskan, banyaknya desainer dan pelaku usaha fashion melirik bisnis tersebut menjadikan daya pikat tersendiri untuk bisa berbuat lebih dalam memperkenalkan kebanggan wong Palembang agar di minati banyak orang, baik nasional maupun mancanegara.
“ Kita sebagai penerus warisan sejarah berkewajiban untuk tetap melestarikannya hingga anak cucu kita. Songket, bukan sekadar hasil tenun, tapi juga warisan turun temurun. Perlu juga di ingat, Songket mampu menembus batasan waktu, dan generasi. Jadi itu bukan hal yang muda. Kalau dulu songket berfungsi sebagai bagian dari adat istiadat, namun sekarang songket bertambah fungsinya menjadi media dakwah Islam karena ia berpadu dengan busana muslim,” terangnya.
Sementara itu, Kemas Anwar Beckh, seniman sekaligus Pemerhati Budaya Islam di Palembang mengatakan jika, songket sejak dulu adalah bagian dari cerita berkembangnya peradaban manusia sejak dari masa Sriwijaya yang menganut ajaran Budha hingga pada zaman Kesultanan Palembang Darussalam sampai saat ini.
“ Songket pada masa Kesultanan Palembang Darussalam erat kaitanya dengan ajaran agama Islam. Kalau dulu di masa Sriwijaya, motif Songket di sesuaikan dengan agama Budha yang selalu identik dengan motif mahluk hidup, namun pada masa Kesultanan Palembang Darussalam,Songket lebih kepada motif bunga, ulir, dan buah-buahan. Itu artinya, Perkembangan Songket di masa Islam berkembang sudah menunjukkan nilai-nilai dakwah Islam. Dalam Islam kan, gambar lukisan mahluk hidup, sedikit menjadi persoalan,” tuturnya.
Berdasarkan perkembanganya, Songket pada masa Kesultanan Palembang Darussalam lanjutnya, lebih memperlihatkan pada fungsi dan kegunaanya saat akan di kenakan. Misalnya, Songket Bunga Melati yang biasa dipakai oleh kaum hawa yang masih gadis (Suci) sebagai pelambang bahwa yang bersangkutan masih sendiri. Begitu juga dengan Songket Bungo Mawar yang biasa di kenakan sebagai kelengkapan upacara cukur rambut bayi yang diselendangkan.
“ Kalau menurut kepercayaan orang-orang dulu ya, semua motif dalam Songket memiliki pelambangan atau artian yang berbeda. Ya, percaya atau tidak tapi yang jelas, Songket sebagai bagian dari media dakwah dalam perkembangan Islam itu ada dan tidak bisa dianggap enteng,” tegasnya.
Senada dengan itu, Hafizah Ketua Sentra Songket Fajar Bulan yang dibincangi AsSajidin, Ahad (25/11) mengatakan jika, asal mula kain Songket berasal dari perdagangan zaman dahulu antara Tiongkok dan India. Orang Tiongkok menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak maka jadilah songket.
Menurutnya, Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai Melayu. Dulu, Songket merupakan kain mewah yang hanya bisa dipakai oleh para bangsawan Palembang. Penggunaan kain ini menunjukkan sebuah kemuliaan, derajat, serta martabat dari setiap pemakainya. Namun saat ini hampir semua golongan masyarakat bisa memilikinya, karena harga kain songket sangat bervariasi mulai dari ratusan ribu hingga ratusan juta rupiah.
“Songket sebagai busana di Raja tidak hanya sebagai karya tenun. Songket sebagai media dakwah telah di buktikan dari persekutuan antara bangsawan Islam Melayu, karena songket yang berharga kerap kali dijadikan maskawin atau hantaran dalam suatu perkawinan. Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri Melayu mengingat secara politik ini sangat penting karena bahan pembuatannya yang mahal menjadikannya sebagai strategi dalam memperkuat wilayah kekuasaan,” tutupnya.
Penulis : Jemmy Saputera