SYARIAH

Kembali Fitrah dengan Syariat Islam

Oleh: Hexa Hidayat

(Alumni Univeristas Muhamadiyah Palembang, Aktivis)

 

ASSAJIDIN.COM — Setelah sebulan penuh berpuasa, saatnya umat Islam merayakan kemenangan dengan ditandainya perayaan 1 Syawal 1441 Hijriyah.

Seperti halnya berpuasa, hari raya umat Islam ini pun disyariatkan pada tahun ke-2 H, bersamaan dengan turunnya perintah berpuasa.

Hari Raya ini disyariatkan untuk memenuhi dan menyempurnakan kebutuhan jiwa dan fisik umat Islam.Hari raya bagi umat Islam identik dengan hari bahagia, bisa makan minum sepuasnya, bersilaturahim kepada saudara juga teman.Pada saat itu juga momentum kebersamaan terasa sangat kental sekali.

Kebahagiaan umat muslim juga ditandai dengan suara takbir yang berkumandang sejak matahari tenggelam di malam 1 syawal, hingga imam dan khatib naik mimbar. Di pagi hari sebelum berangkat ke tempat shalat,kaum muslim disunahkan makan dan minum terlebih dahulu sebelum berangkat menunaikan shalat idul fitri, yang menandai berakhirnya puasa mereka selama sebulan penuh.

Dan disunahkan mengumandangkan takbir selama perajalanan menuju masjid. Shalatnya pun disunahkan ditempat terbuka. Umat muslim pun berkewajiban telah membayarkan zakat fitrah mereka sebelum khatib naik mimbar. Karena, hakikat zakat fitrah adalah proses penyucian diri yang berdimensi kemanusiaan, dan juga wujud ketaatan kita kepada ALLAH Swt.

Zakat fitrah sendiri merupakan pelengkap dari puasa Ramadhan. Hal ini disampaikan oleh Ibn Abbas ;” Rasulullah memfardhukan zakat fitrah dan menyucikan diri seorang yang berpuasa dari al-laghw dan rafats, dan untuk memberikan makan untuk orang-orang yang miskin. “ Hal ini termasuk dalam syariat Islam.

ALLAH Swt berfirman, ”Katakanlah (Muhammad),dengan anugerah dan kasih sayang Allah,maka dengan itu hendaknya mereka beergembira dan berbahagia .”(TQS Yunus; 58).Meskipun demikian kebahagiaan yang dirasakan harus disesuaikan dengan syariat-syariat Islam bukan malah melenceng dari aturan-aturan syariat.Karena,syariat itulah yang akan menjadi prinsip atau pegangan hidup manusia sampai akhir zaman.

Lihat Juga :  Setelah Mandi Junub, tak Perlu Lagi Wudhu untuk Sholat?

Dalam syariat semua sudah baku adanya,tergantung individu masing-masing mau atau tidak mengambilnya sebagai pegangan hidup dalam menyelesaikan segala persoalan yang ada di kehidupan ini.

Hari raya idul fitri pun identik dengan bersilaturahim, saling bermaafan atas khilaf yang pernah dilakukan selama periode sebelumnya, bahkan ada pula yang mengatakan momentum 1 syawal merupakan penghapusan dosa bagi umat muslim, bahkan dikatakan seperti bayi yang baru terlahir kembali.

Melihat momentum yang sangat bernilai tersebut sungguh rugi kita sebagai umat muslim tidak memanfaatkan itu semua untuk kembali menjadi pribadi muslim yang tidak hanya taat tapi juga bertakwa kepada ALLAH swt dan Rasulullah Saw.

Saatnya kita mulai mengoreksi diri bagaimana seharusnya seorang muslim itu bersifat dan bersikap baik dari pemikiran,perkataan maupun perbuatan supaya kita menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya.Ketiga hal tersebut tentunya tidak terlepas dari hukum-hukum syariat.

Dalam hal pemikiran, pribadi seorang muslim tidak hanya memandang sesuatu itu berdasarkan manfaat yang didapatkan tapi standard pemikiran seorang muslim harus merujuk pada hukum halal dan haram, apabila tidak sesuai dengan syariat Islam maka tinggalkan begitu juga sebaliknya.

Pemikiran yang baik akan menghasilkan suatu aqidah yang benar.Karena Pemikiran inilah akan menjadi solusi Fundamental pada diri manusia bagaimana nantinya seorang muslim itu bersikap dan bertingkah laku.

Begitu pula dalam perkataan,seorang muslim tidak hanya menjadikan ucapannya sebagai lelucon yang tidak mempunyai arti,tetapi sebaliknya perkataannya harus bisa membuka pikiran orang lain ke arah yang lebih baik. Lalu bagaimana seorang muslim harus bersikap atau betingkah laku?

Seperti halnya pemikiran dan perkataan,seluruh perbuatan seorang muslim tidak terlepas dari syariat Islam. Berdasarkan penjelasan ini, maka dapat dikatakan bahwa menjalankan sesuatu apapun dalam kehidupan ini tidak boleh terlepas dari hukum syariat,karena hal ini bersumber langsung dari ALLAH Swt.

Lihat Juga :  Dalil dan Kriteria Mengonsumsi Hewan Bangkai tapi Halal

Seorang muslim yang bertakwa harus meyakini bahwa perhitungan amal manusia atas apa yang dikerjakan di dunia merupakan keterkaitan dengan kehidupan setelah dunia,yang tentunya diatur oleh hukum-hukum syariat yang bersumber kepada Al Qur’an n Hadist, maka kehidupan dunia harus dihubungkan denngan apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya.

Momentum 1 Syawal adalah saatnya menghapuskan kesalahan-kesalahan akibat pemahaman yang salah selama ini Pemahaman yang salah bisa saja dalam hal makanan, pakaian, muamalah, maupun dalam kehidupan budaya dan politik. supaya kita bisa kembali fitrah dengan hukum syariat yang merujuk kepada standard halal dan haram.

Karena, penting bagi kita bahwa iman terhadap syariat Islam tidak cukup dilandaskan pada akal semata,tetapi juga harus disertai sikap penyerahan total dan penerimaan secar mutlak terhadap segala yang datang dari ALLAH swt.

Sebagaimana firman ALLAH Swt ; “Maka dari Rabbmu, mereka itu (pada hakikatnya) tidak beriman sebelum mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan,dan mereka menerima (pasrah) dengan sepenuhnya “ (QS An-Nisa;65).

Jadi, sayang sekali apabila kita tidak memanfaatkannya untuk merubah standard diri kita menjadi lebih baik dalam Islam yang sebenarnya,padahal sejatinya momentum 1 syawal ini menyuruh kita untuk tidak kembali kepada kesalahan-kesalahan sebelumnya. Hal ini akan menjadikan diri kita sebagai seorang muslim yang berkualitas merujuk kepada syariat Islam yang berstandar halal dan haram.(*)

Back to top button