Rektor Unsri Mangkir, DPRD Sumsel Kecewa, Belum Ada Sanksi Pelecehan Seksual Oknum Dosen
ASSAJAIDIN.COM – Komisi V DPRD Provinsi Sumsel menggelar rapat dengar pendapat tentang oknum dosen Unsri yang melakukan pelecehan seksual, bertempat di Ruang Banggar DPRD Sumsel, Senin (6/12/2021).
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Prov. Sumsel, Ibu Hj. R.A. Anita Noeringhati, SH MH. Rapat dengar pendapat itu dijadwalkan dihadiri pihak Rektorat Unsri, tapi sayang tidak ada satupun dari pihak rektorat yang hadir.
Ketua DPRD Prov. Sumsel, Ibu Hj. R.A. Anita Noeringhati, SH MH mengatakan, hari ini pihaknya meminta unsri menghadiri dengar pendapat terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen Fakuktas Ekonomi dan FKIP.”Kami ingin mengetahui apa saja yang dilakukan untuk penyelesaian kasus di lingkungan FE dan FKIP. Harapan kami ada rektor dan pihak rektorat yang hadir. Tapi Wakil rektor 2 menelpon pihak rektorat tidak bisa hadir karena ada rapat internal tentang kasus ini. Itu kami sesalkan.
Karena tujuan rapat agar tidak jadi bola liar,” ujarnya.
Anita menuturkan, dari rapat tadi sudah didiskusikan, dan sepakat agar kasus ini dituntaskan. Pelaku harus diberi sanksi tegas.
“Saya sebagai alumni unsri, menjunjung civitas jangan sampai oknum mencoreng nama unsri. Saya harap Raktor Unssri menyampaikan apa yang sudah dilakukan terhadap oknum dosen pelaku pelecehan seksual,” bebernya.
“Ada kemungkinan panggil lagi, kami kecewa sekali. Memang tidak ada hubungan struktur antara Unsri dengan DPRD Sumsel. Tapi Unsri ini terjadi di wikayah Sumsel, dan kasus oknum dosen ini sudah pidana. Saya minta dituntaskan,” tambah Anita.
Dalam kesempatan itu dia mengungkapkan kekecwaannya. Karena ada peristiwa korban yang mendapat pelecehan seksual tidak boleh yudisium.”Kita minta korban dan BEM Unsri yang mengawal kasus ini jangan dihambat pendidikannya,” ucapnya.
Ketika ditanya lambannya Unsri menangani kasus pelecehan seksual, Anita sangat kecewa. “Ini saya sesalkan, kalau September lalu Unsri cepat menindak tegas oknum pelaku pelecehan. Kasus ini tidak bergulir seperti ini. Ini menunjukkan kalau hal jelek itu akan terbuka. Saya sangat menyangkan oknum Rektorat melindungi oknum pelaku pelecehan dengan mengorbankan nama baik Unsri. Kita apresiasi Kapolda Sumsel, Polres Ogan Ilir yang sudah cepat melakukan penyelidikan atas kasus ini,” katanya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Sumsel Henny Yulianti mengatakan, pihaknya menerima laporan kasus pelecehan seksual di kampus sejak September. “Kami tau dari instagram dan kami mencari korban pada September. Kemudian pada 19 November mencuat lagi,kami mendengar dari Presiden Mahasiswa ada penyelesaikan kasus secara internal korban dan pelaku. Namun pada 20 November , Presma Unsri mengatakan kalau kasus ini dilaporkan ke Polda,” katanya.
“Gubernur memerintahkan agar mengawal kasus ini sampai selesai. Kami tidak ingin proses ini terganggu, tidak hanya korban tapi adek adek BEM jangan terganggu. Kami mensuport adek adek BEM berani menyampaikan ke publik,” bebernya.
Presiden Mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) Dwiki Sandy menuturkan, setelah isu ini mencuat sejak September 2021.” Kami dari awal membersamai korban, karena kami tidak ingin ada korban lagi. Saat Yudisium, dekanat FE menunda Yudisum korban pelecehan. Kami minta DPRD Sumsel mengirimkan surat rekomendasi agar mencopot dosen tersebut dari unsri.Karena kasus ini masuk ranah hukum. Kita harap pelaku dihukum, dan diberi sanksi diberhentikan, sehingga Unsri bebas dari predator seksual,” bebernya.
“Kita sangat menyangkan terjadi pelecehan seksual dikampus kita. Yang harus dituntaskan oknum ini, dan harus dinon aktifkan. Kita sangat mengecam. kasus ini mencuat dari September. Hari ini banyak korban yang muncul.Kita sanggat menyayangkan ,ini upaya kasus ini cepat selesai, agar kampus tidak ada lagi prefaotr seksual,” paparnya.
Dwiki mengungkapkan, korban pelecehan seksual yang sudah melapor ada 4 orang. “Korbannya yang sudah melapor tiga di FE dengan pelaku dosen yang sama inisial R. Satu korban mengalami pelecehan fisik , dua korban pelecehan verbal melalui Whats Apps dan telegram. Kemudian satu korban pelecehan seksual fisik dilakukan oknum dosen FKIP berinisial A , kita buka terus pengaduan,” pungkasnya. (Yanti)