SYARIAH

Hukum Tasyabbuh (Mencontoh/Menyerupai)) Menurut Islam

ASSAJIDIN.COM  – Pada masa sekarang ini banyak hal yang berubah pada umat Islam terutama para muda-mudinya. Dalam hal gaya dan penampilan, bahkan akhlaq dan tingkah lakunya sudah menyerupai orang barat atau gaya orang kafir.

Contohnya, ada pemuda yang gaya rambutnya dimiripkan gaya rambut Ronaldo, ada pemudi yang gaya berpakaiannya dimiripkan dengan Taylor Swift.

Begitu pula dengan berbagai perayaan seperti perayaan hari ulang tahun, tahun baru dan hari Valentine yang tidak ada asul-usulnya sama sekali dalam budaya Islam. Pada akhirnya ummat Islam tidak lagi mempunyai ke-khas-an tersendiri. Dan benarlah apa yang telah disabdakan Nabi shallAllahu ‘alaihi wasallam lebih dari 14 abad yang lalu.

Dari Abu Hurairah radhiyAllahu ‘anhu, Nabi shallAllahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wasallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (H.R. Bukhari)

Dalam sabdanya yang lain;

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyAllahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, pen.), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (H.R. Muslim)

Semua yang disampaikan Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wasallam merupakan suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini. Walaupun itu adalah sunnatullah, namun bukan berarti mengikuti jejak ahli kitab dan orang kafir jadi boleh. Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.

Tasyabbuh secara bahasa adalah bentuk masdar dari kata kerja “tasyabbaha” yang menunjukkan penyerupaan sesuatu, kesamaan warna dan sifat. Tasyabbuh memiliki arti menyerupai atau mencontoh.

Lihat Juga :  Mengharapkan Malam yang Lebih Baik dari 1000 Bulan

Menurut Imam Syafi’I rahimahullah, bahwasanya yang dimaksud tasyabbuh adalah ungkapan yang menunjukkan upaya manusia untuk menyerupakan dirinya dengan sesuatu yang diinginkan dirinya serupa dengannya dalam hal tingkah laku, pakaian atau sifat-sifatnya.

Jadi, tasyabbuh adalah ungkapan tentang tingkah yang dibuat-buat yang diinginkan dan dilakukan. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang nyata antara definisi tasyabbuh secara bahasa dengan definisi secara istilah. Sehingga yang dimaksud dengan “tasyabbuh bil kuffar” adalah penyerupaan terhadap orang-orang kafir dengan seluruh jenisnya dalam hal aqidah atau ibadah atau adat atau cara hidup yang merupakan kekhususan orang-orang kafir.

Cukup sulit untuk meneliti hukum-hukum tasyabbuh secara terperinci, karena setiap bentuk tasyabbuh memiliki hukum tersendiri yang disesuaikan dengan tingkat penyelisihannya terhadap syari’at. Akan tetapi secara global, kita bisa menetapkan suatu hukum umum yang bisa dipakai sebagai pedoman untuk menghukumi seluruh bentuk tasyabbuh.

Tasyabbuh Yang Dilarang (Haram)
Tasyabbuh yang haram adalah segala perbuatan yang menjadi kekhususan yang diambil dari ajaran orang kafir dan tidak diajarkan dalam ajaran Islam. Pada umumnya tasyabbuh seperti ini dihukumi dosa besar, bahkan ada yang bisa sampai tingkatan kafir tergantung dari dalil yang membicarakan hal ini.

Tasyabbuh yang dilakukan bisa jadi karena memang ingin mencocoki ajaran orang kafir, bisa jadi karena dorongan hawa nafsu, atau karena syubhat bahwa hal tersebut mendatangkan manfaat di dunia atau di akhirat.

Bagaimana jika orang melakukannya atas dasar tidak tahu, seperti merayakan ulang tahun yang rangkaian acaranya berisi hAl hal yang jahil (bodoh, maksiat, sia-sia), padahal ritual seperti ini tidak pernah diajarkan dalam Islam? Jawabnya, kalau memang dasarnya tidak tahu, maka tidak berdosa.

Namun jika orang tersebut sudah diberi tahu dan masih melaksanakannya juga, maka ia terkena dosa.

Adapun acara ulang tahun yang diisi dengan rangkaian acara yang baik dengan tujuan selebrasi, doa, dan mengingat maut, membahas tentang keberkahan usia, maka hal ini tidak apa-apa. Allahu a’lam bishshawab.

Lihat Juga :  Hukum Makan Daging Kodok Menurut 4 Mazhab dan Fatwa MUI

Dalam Majmu’ Al Fatawa (22: 154) Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah menjelaskan ‘mengapa kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriah’, karena keserupaan dalam perkara lahiriah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlaq dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.

Masih dalam Majmu’ Al Fatawa (22: 154) beliau juga berpendapat bahwa jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir, bagaimana lagi dalam perkara yang lebih dari itu?

Tasyabbuh akan mengarahkan pada perbuatan mengagumi dan mengidolakan pribadi-pribadi orang-orang kafir, yang pada gilirannya akan membuat dirinya kagum kepada adat, hari raya, ibadah, dan aqidah mereka yang dari awal sampai akhirnya di bangun di atas kebatilan dan kerusakan.

Tasyabbuh akan menumbuhkan benih kasih sayang dan loyalitas kepada orang-orang kafir, dan ini hukumnya minimal adalah haram dan merupakan dosa besar. Allaj SWT berfirman,

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Q.S. Al Mujādilah: 22)

Berikut dalil-dalil umum diharamkannya tasyabbuh, Allah SWT berfirman,

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Q.S. Āli ‘Imrān: 105)

Allah SWT berfirman,

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Q.S. Al Jāṡiyah 45: 18)

Allah SWT berfirman,

“… dan janganlah mereka (kaum mukminin) seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Al Ḥadīd: 16). (*/Sumber: islamidia)

 

Back to top button