Uncategorized

Mengenang Puisi-puisi Maestro Sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko Damono

AsSAJIDIN.COM

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti

Jasadku tak akan ada lagi

Tapi dalam bait-bait sajak ini  Kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti

Suaraku tak terdengar lagi

Tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti

Impianku pun tak dikenal lagi

Namun di sela-sela huruf sajak ini

Kau tak akan letih-letihnya kucari Lewat puisinya itu.

Cuplikan puisi yang begitu indah. Itulah salah satu peninggalan puisi maestro Sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko Damono.

Beliau meninggal dunia pada Minggu (19/7/2020) pukul 09.17 WIB di Rumah Sakit Eka Hospital BDS, Tangerang di usia 80 tahun.

Meninggalnya sosok sastrawan kebanggaan Indonesia itu meninggalkan duka mendalam bagi para penikmat karya-karyanya. Beliau dikenal melalui berbagai puisi mengenai hal-hal sederhana tetapi penuh dengan makna kehidupan. Hal itu yang membuat karyanya begitu popular di Indonesia, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Berikut sejumlah karya-karya yang dihasilkan Sapardi Sapardi Djoko Damono.

1. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah Dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak Dari hujan bulan Juni

Dihapuskannya jejak-jejak kakinya Yang ragu-ragu di jalan itu

 Tak ada yang lebih arif Dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

Puisi ini menjadi salah satu karya paling fenomenal ciptaan Sapardi Djoko Damono. Mengisahkan tentang kesabaran dan ketabahan seseorang. Kumpulan puisi “Hujan Bulan Juni” bahkan telah dialihbahasakan ke dalam empat bahasa, yakni Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.

Lihat Juga :  Hikmah Ramadhan: Berpuasalah Seperti Ulat Jangan Seperti Ular

2. Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti

Jasadku tak akan ada lagi

Tapi dalam bait-bait sajak ini

Kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti

Suaraku tak terdengar lagi

Tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti

Impianku pun tak dikenal lagi

Namun di sela-sela huruf sajak ini

Kau tak akan letih-letihnya kucari Lewat puisinya itu.

Sapardi Djoko Damono menuturkan alasan mengapa ia masih menulis hingga kini. Penyair yang lahir dan besar di Surakarta ini seakan menyelipkan wasiat bahwa kita akan kekal bersama tulisan-tulisan yang kita tinggalkan. Puisi “Pada Suatu Hari Nanti” itu juga tercatat dalam buku “Hujan Bulan Juni”.

Lihat Juga :  Kesedihan Habib Rahman, Qodarullah Muridnya di Majelis Taklim Menghilang di Sungai MusiAnsori Dilaporkan Tenggelam di Sungai Musi

3. Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu.

Kita abadi: Memungut detik demi detik

Merangkainya seperti bunga

Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.

Kita abadi “Yang Fana Adalah Waktu”

dulunya merupakan judul puisi Sapardi yang termasuk ke dalam kumpulan sajak Perahu Kertas (1983). Puisi tersebut merupakan seri ketiga dari trilogi buku “Hujan Bulan Juni”. Dikisahkan tentang hubungan Sarwono dan Pingkan, mereka hanya berkomunikasi menggunakan surel.

4. Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan Kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Banyak sekali karya yang diciptakan Supardi selama hidupnya, “Aku Ingin” menjadi salah satu karya yang terkenal. Bahkan, puisi ini beralih wahana menjadi sebuah lagu atau biasa disebut musikalisasi puisi. Puisi yang menggambarkan perasaan mencintai seseorang seperti pengorbanan ini termasuk ke dalam kumpulan puisi dalam buku “Hujan Bulan Juni”. (*/sumber: kompas)

Back to top button