Uncategorized

Ujian Wabah Pandemi Covid-19, Pembeli Kian Sulit, Pedagang Menjerit

AsSAJIDIN.COM –Terik matahari itu kian menyengat kulit. Siang yang begitu panas itu biasanya ramai orang tawar menawar. Bukan hanya soal ramai, berjalan pun kadang sulit karena ribuan orang berdesakan.

Mulai dari mereka pembeli yang membeli kebutuhan Ramadan untuk keluarganya hingga persiapan kebutuhan menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Tak hanya soal kuliner takjil untuk berbuka puasa, hingga pakaian dengan berbagai model acap kali ramai sebagai sebuah tradisi lebaran dengan pakaian yang serba baru.

Begitulah seharusnya potret di Pasar 16 Ilir Palembang, sebagai pasar tradisional tertua di Bumi Sriwijaya ini.

Suasana Ramadan hingga Idul Fitri memanglah sebuah momentum yang tak hanya dinanti oleh para pembeli dari berbagai pelosok kampung Sumatera Selatan di pasar ini, melainkan mereka pedagang dari berbagai jenis pedagang emperan hingga toko pun sangat menanti suasana ini. Tapi, tampaknya memang jauh panggang dari api.

Yang terjadi adalah terdengar jeritan sendu para pedagang di pasar ini. Teriakan-teriakan keluh kesah yang dibungkus dengan bahasa Kota Pempek ini pun kian sahut menyahut sesama mereka untuk sekedar menghibur diri.

Lihat Juga :  Bila Bintang Tsurayya Muncul, Berarti Wabah Corona Akan Berakhir?

Mereka pun tak bisa apa-apa selain pasrah dan berdoa agar wabah virus Corona ini segera berlalu. “Mak mano, jualan ini Ooo,” ucap salah satu pedagang dengan sesama mereka.

Keluh-kesah mereka seolah saling sahut-menyahut dilakukan untuk menghibur diri sembari menunggu pembeli datang.

Herman salah satu pemilik toko pakaian di Pasar 16 Ilir Palembang yang menyediakan berbagai pakaian muslim, sarung, ambal hingga sejadah pun terus tertunduk. Sesekali ia memegang kalkulator sembari memantau karyawannya yang terus berdiri menunggu dan siap menyapa pembeli.

“Sampai Jam 01.00 siang ini belum ada pembeli, kalau biasanya sudah ratusan pembeli,” ujarnya.

Herman yang sudah 30 tahun mengelola toko warisan orang tuanya tersebut baru kali ini merasakan sepi nya pembeli.

Ia pun juga sama seperti para penjual lain, pasrah dengan keadaan seraya tetap menunggu para pembeli. Pasalnya, suasana ini memang tak diinginkan oleh semua orang.

Bukan hanya soal dampak kesehatan, sosial, pendidikan dan juga ekonomi sehingga daya beli melemah.

“Ya gimana ada mau pembeli, di mana-mana akses jalan ditutup. Kalau biasanya kan dari daerah mana-mana ke Palembang belanja. Tapi ya gimana lagi, itulah yang terbaik,” terangnya.

Lihat Juga :  Modal Penting yang Harus Dimiliki Calon Pemimpin

Hal senada dikatakan Gunawan, salah satu pedagang kurma dan buah-buahan di pasar tersebut. Lebih dari 15 tahun ini menekuni berdagang bersama anaknya.

Meski tak separah pedagang sebelumnya, namun Gunawan tak menyangka daya beli masyarakat begitu sangat turun. Padahal kurma dan buah-buahan menjadi incaran para pedagang.

Selain sebagai menu takjil pembuka puasa, buah juga menjadi makanan untuk meningkatkan imun tubuh di tengah pandemi ini.

“Tapi ya, sudah siang gini baru Rp200.000. Kalau biasanya mah gak kehitung,” cetusnya.

Sebagai seorang pedagang yang begitu lama berjualan kondisi tersebut memanglah harus dihadapi dengan tanpa tekanan. Menurutnya, kondisi ini tak diinginkan oleh siapa pun. Sehingga ia pun tetap berusaha tegar layaknya pedagang lain.

Dan salah satu cara untuk menghibur mereka adalah sesama mereka pun saling melempat keluh kesah dengan dibungkus candaan ala bahasa Kota Pempek.

“Tapi gimana lagi, kita harus sabar. Mudah-mudahan virus ini (corona-red) bisa cepat hilang dan bisa seperti biasanya,” tuturnya penuh harap. (*/sumber: sibernas/sugi)

Back to top button