Perjalanan Waktu itu Sunnatullah, Mari Bertafakur dan Tahmid

ASSAJIDIN.COM — Dalam Islam, perjalanan waktu dan pergantian tahun merupakan sebuah sunnatullah. Makanya tidak ada hal yang harus lebih disesali selain hilangnya kesempatan mengambil pelajaran dari waktu yang telah berlalu.
Adakah mereka yang muslim masih mau mengikuti pergantian tahun yang identik dengan minum dan makan sepuasnya, Peniupan terompet, berkeliling kota atau bentuk pesta pora lainnya.?
Sebagian muslim tentu punya cara sendiri memaknai pergantian tahun. Sebagian besar ulama Islam sepakat bahwa perayaan tahun baru hukumnya haram, ini didasarkan pada sifat perayaan tahun baru yang cenderung tidak bermanfaat dan membuang-buang waktu serta harta.
Namun ada juga yang memakruhkannya. Dalam al-Qur’an surat Al-Furqan ayat 72 disebutkan :
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Ulama-ulama salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid, dan ar-Rabi’ bin Anas menafsirkan kata “az-Zuura” dalam ayat tersebut sebagai hari besar orang kafir. Itu artinya, kalau sampai seorang Muslim ikut merayakan perayaan tahun baru masehi berarti dia telah melakukan persaksian palsu terhadap hari-hari besar orang kafir.
Ada juga yang berpendapat, daripada merayakan tahun baru dengan berpesta pora, hendaknya kita isi hari-hari kita dengan dzikir dan tahmid kepada Allah SWT, agar hari esok selalu lebih baik dari hari ini.
Melakukan tafakur panjang, sangat dianjurkan sebagai bahan renungan dan cermin terhadap eksistensi kita dalam menjalankan dan menegakan syariat Islam selama satu tahun. (*)