Uncategorized

Putus Cinta, Hijrah, Taaruf dan Akhirnya Allah Temukan Jodoh

AsSAJIDIN.COM — Patah hati yang dirasakan Ayu dua tahun silam rupanya masih membekas di lubuk hati. Ayu trauma pacaran. Ia tak mau lagi menjalin hubungan cinta-cintaan dengan lelaki.

“Aku mau taaruf saja, Bu,” ucap Ayu kepada ibunya di penghujung tahun 2017.

Sontak ibunya yang masih awam dengan taaruf atau perjodohan dengan cara perkenalan tanpa pacaran itu pun terkejut.

Ayu memberanikan diri untuk taaruf usai mencerna kajian ustaz Khalid Basalamah yang ia tonton di YouTube dan buku Udah Putusin Aja karangan Felix Siauw. Pemikiran dua ustaz itu banyak memengaruhi pandangannya tentang pacaran dalam Islam. Ia memutuskan untuk ta’aruf atau proses saling mengenal tanpa melalui pacaran.

Ayu meminta izin kepada ibunya untuk taaruf online dengan seorang pria yang dikenalnya lewat laman www.mawaddahindonesia.com. Ibunya tak percaya dengan proses taaruf online.

“Ibu saya sempat marah. Ibu lebih setuju pakai cara biasa karena ada perantaranya,” ujar Ayu seperti dikutip dari CNNIndonesia.

Ayu sendiri bukannya tak pernah mencoba taaruf langsung melalui perantara. Namun perempuan yang kini berusia 26 tahun itu mengaku tak cocok dengan pria yang dikenalkan. Hingga akhirnya ia menjajal taaruf lewat laman Mawaddah yang berada di bawah pengawasan tim Khalid Basalamah pada Januari 2018.

Untuk taaruf melalui Mawaddah, ia harus mendaftarkan diri dengan mengisi kolom identitas diri layaknya akun media sosial Facebook. Mawaddah juga memberikan sejumlah syarat bagi peserta ta’aruf.

Di antaranya harus memahami Alquran dengan manhaj salaf atau berpegang teguh pada ajaran sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, bersikap jujur, amanah, ikhlas, sabar dan doa, serta mau menjaga privasi.

Jika setuju dengan syarat tersebut, maka calon pendaftar akan diarahkan pada pranala yang memuat identitas, mulai dari nama, alamat, suku, status, izin menikah, tempat kerja, dan unggahan foto diri. Dalam pilihan status pun, peserta bisa memilih opsi lajang, duda, janda, hingga siap poligami.

Lihat Juga :  Cerita Hijrah Natasha Rizky, Sembuh dari Sakit setelah Berhijab

Uniknya, tiap peserta taaruf di Mawaddah tak bisa langsung melihat foto calonnya secara langsung. Mereka hanya bisa melihat sebagian identitas dan mengirimkan permintaan taaruf kepada calon yang diinginkan. Jika permintaan itu disetujui, barulah peserta taaruf dapat melihat foto masing-masing.

“Sebenarnya sempat ragu juga karena itu kan bentuknya seperti Facebook, tidak ada perantaranya. Jadi kita cuma bisa lihat biodata saja, fotonya dirahasiain. Kalau memang kita ada yang tertarik, baru nanti diterima permintaan kita. Setelah itu kita bisa lihat full biodata dan fotonya,” tutur Ayu.

Setelah beberapa kali tak cocok dengan permintaan taaruf dari sejumlah lelaki di akun Mawaddah, Ayu menerima sebuah notifikasi pada pertengahan Februari 2018. Ia membaca dengan seksama biodata laki-laki yang mengajukan permintaan itu. Ayu berusaha memantapkan diri dengan menjalankan salat istikharah sebelum menerima permintaan tersebut.

“Sebelum saya approved, saya istikharah dulu. Kalau memang ini dari Allah saya minta dipermudah. Ya udah saya baca biodatanya dan akhirnya saya approved. Rasanya langsung klik aja, kalau jodoh gitu kali ya,” kenangnya sembari melepas senyum.

Perasaan ‘klik’ itu Ayu dapatkan setelah membaca identitas lengkap calon suaminya saat itu. Ia mengaku tertarik saat membaca visi misi pernikahan calonnya.

“Dia bilang masalah keuangan semua diserahin ke istri. Dari situ kan sudah kelihatan kalau dia orangnya terbuka,” tutur Ayu.

Ayu pun memulai percakapan melalui fasilitas ‘chat’ yang ada di web Mawadah. Percakapan di antara keduanya juga dibatasi hanya 11 percakapan. Entah apa alasannya. Baik Ayu maupun calon suaminya juga tak boleh berbagi akun media sosial maupun nomor ponsel pribadi.

Lihat Juga :  Jenis-jenis Hukum Wajib dalam Syariah Islam

Dalam percakapan yang singkat itu, Ayu langsung menggali ke-Islaman calonnya yang berasal dari Sulawesi Selatan itu. Ia khawatir jika pengetahuan agama calon suaminya berbeda dengan apa yang ia pelajari selama ini.

“Takutnya aneh-aneh, Islam banyak alirannya juga kan. Saya tanya tentang tauhidnya, belajarnya di mana, keluarganya masih percaya sama mitos atau syirik gitu enggak,” ujarnya.
Lihat juga: Geliat Penyebaran Hijrah ala Salafi di Indonesia

Usai melangsungkan percakapan melalui chat selama dua hari, calonnya pun meminta untuk nazhor. Istilah ini digunakan peserta taaruf yang akan melakukan pertemuan.

Ayu tak langsung mengiyakan. Selang sepekan, ia baru memberikan nomor ponsel ibunya. Sesuai aturan Mawaddah, peserta taaruf tak boleh memberikan nomor ponsel pribadi.

Pertemuan pun diatur. Ayu enggan menemui langsung jika orang tuanya tak menyetujui. Sang calon suami pun datang ke rumahnya pada akhir Februari tahun lalu.

“Sekitar setengah jam ngobrol sama orang tua, baru saya dipanggil untuk ketemu. Di situ saya tanya-tanya lagi visi misinya tentang pernikahan,” ucap Ayu.

Ia mengaku sempat was-was saat pertama kali bertemu calon suaminya. Bukan apa-apa, Ayu khawatir keinginan untuk menikah dengan calonnya itu sekadar nafsu semata.

“Makanya saya istikharah terus, minta dijaga terus, supaya kalau saya suka sama dia karena Allah, bukan karena fisik atau apa,” paparnya.

Ayu belakangan semakin yakin untuk melanjutkan proses taaruf dengan calon suaminya. Satu hal yang membuatnya makin bertambah yakin adalah sikap calonnya yang menerima kondisi Ayu yang mengidap tumor payudara.

“Kalau sama pacar yang sebelumnya agak tidak bisa menerima, kalau sama calon saya ini ternyata dia bisa menerima. Di situ yang bikin saya tambah yakin,” ucapnya. (*/sumber: CNNIndonesia)

Back to top button