Uncategorized

Menyantap Tape Sama dengan Konsumsi Khamar?

AsSAJIDIN.COM — Masyarakat Indonesia dikenal banyak memiliki kuliner yang terbuat dari bahan ragi yang difermentasikan, seperti makanan tape, baik tape ubi atau ketan. Tapi timbul pertanyaan tentang status kehalalan tape (tapai) karena kemudian hasil fermentasi itu menimbulkan zat sejenis alkohol. Bagaimana kehalalannya? Ap[akah sama dengan khamer. Ada yang bilang haram, tapi ada juga yang bilang halal, karena berupa makanan dan tidak memabukkan.

Perlu diketahui, ada informasi yang bias selama ini berkembang di masyarakat. Sebab yang haram itu sesungguhnya bukan alkohol, melainkan khamar. Dan hubungan antara khamar dengan alkohol itu cukup unik.

Intinya, tidak semua khamar itu harus berbentuk minuman beralkohol. Asap ganja sama sekali tidak mengandung alkohol, tetapi tetap haram dihirup karena memabukkan.

Sebaliknya, tidak semua zat yang di dalamnya terkandung varian alkohol dianggap sebagai khamar. Contohnya nasi yang kita makan sehari-hari. Di dalamnya ada unsur pembentuk alkohol, tetapi siapa yang pernah mengharamkan nasi?

Contoh lain, buah durian. Buah itumengandung senyawa sejenis alkohol, tetapi belum pernah ada ulama yang mengharamkan buah durian. Justru para kiyai dan ulama hobi makan durian.

Pengertian Khamar

Maka batasan khamar bukanlah benda yang mengandung alkohol dan variannya. Definisi khamar adalah zat (makanan atau minuman atau yang dikonsumsi), yang bila digunakan oleh seorang normal (bukan pemabuk), akan menimbulkan efek mabuk.

Lihat Juga :  Jalan Kembali Rusak, Warga Macan Lindungan Tagih Janji Wawako

Mabuk yang dimaksud di sini adalah hilangnya kewarasan otak untuk sementara waktu. Sebagian ulama menyebutkan bahwa seorang yagn mabuk itu, hilang akalnya, sehingga tidak bisa membedakan mana isterinya dan mana ibunya.

Sementara kita sering mendengar isitlah mabuk, tetapi dengan pengertian lain. Misalnya, mabuk laut. Sebenarnya bukan mabuk, melainkan mual. Orang Inggris menyebutnya bukan mabuk, tetapi sickseason. Ada lagi istilah lain, mabuk asmara, mabuk judi, mabuk harta, mabuk pangkat, mabuk duren dan lainnya. Sebenarnya, semua istilah mabuk itu bukan mabuk secara pengertian syar’i. Karena hanya namanya saja.

Mabuk secara syar’i adalah mabuk yang menghilangkan kewarasan atau membuat seseorang berada dalam keadaaan fly. Polisi Jalan Raya di Barat sana menilang pengemudi yang membawa mobil karena mabuk dengan kesalahan drunk.

Khamar: Sedikit atau Banyak Hukumnya Haram

Ketika suatu minuman telah bisa membuat seorang awam yang tidak pernah mabuk (dunk) sebelumnya menjadi mabuk, maka minuman itu ditetapkan sebagai khamar.

Ketika vonis sebagai khamar telah dijatuhkan, maka hukumnya menjadi haram untuk diminum oleh siapa saja, sedikit atau banyak. Meski ada orang yang mampu meminumnya segelas tanpa mabuk, tetap hukumnya haram.

Lihat Juga :  Kecelakaan Beruntun di Atas Ampera Libatkan Dua Mobil dan Dua Motor, Imron Koma...

Batas haramnya adalah pada saat diujikan tadi, yaitu ketika seseorang yang bukan peminum diminta untuk meminumnya dan kemudian dia mabuk. Begitu ketahuan minuman itu memabukkan dirinya, maka vonis bahwa minuman itu adalah khamar sudah tetap.Siapa pun yang meminumnya, mabuk atau tidak mabuk, tetap haram.

Makan Tape Bisa Mabuk?

Sekarang kita lakukan test/ uji pada tape. Kitaminta kepada seseorang yangbukan pemabuk dan tidak pernah minum khamar seumur hidupnya untuk makan tape. Makanlah sampai habis, kalau perlu diberi lagi hingga kenyang. Lalu kitalihat pengaruhnya, adakah dia mengalami mabuk atau gejala lain?

Kalau gejalanya hanya kekenyangan, sakit perut, ingin ke belakang, atau perut terasa hangat/ panas, sementara kesadarannya masih 100% utuh, tidak fly, tidak bicara ngaco, maka dia tidak mabuk. Berarti tape itu bukan makanan yang memabukkan. Dan karena tidak memabukkan, maka hukumnya tidak bisa disamakan dengan khamar.

Maka definisi khamar adalah segala yang mengakibatkan mabuk. Bila tidak mengakibatkan mabuk, maka bukan khamar. Dan test-nya dilakukan pada orang yang sama sekali belum pernah minum khamar.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.(*/sumber:rumahfiqih.com diasuh Ustad Ahmad Sarwat, Lc)

Back to top button