Uncategorized

Khalid bin Walid, Musuh yang Berbalik Menjadi Sahabat Nabi dan Pejuang Islam

AsSAJIDIN.COM — Nama Khalid bin Walid cukup dikenal dalam sejarah Islam. Dia merupakan pembenci yang berbalik menjadi pejuang Islam.

Awalnya, Khalid adalah salah satu satria tangguh suku Quraish. Sebagaimana anggota suku lainnya, Khalid begitu begitu membenci Islam.

Khalid adalah tokoh di balik kekalahan umat Islam dalam perang Uhud. Dia menyusun strategi jitu untuk membalik serangan pasukan Islam.

Saat perang Uhud, Rasulullah Muhammad SAW memerintahkan pasukan pemanah untuk tidak meninggalkan posisinya dengan alasan apapun. Pasukan Quraish pun berhasil dipukul mundur dan pasukan pemanah Muslim mengira musuh sudah kalah.

Mereka tidak menyadari ternyata suku Quraish menyiapkan pasukan tersembunyi di bawah komando Khalid bin Walid. Melihat pasukan pemanah meninggalkan posisi mereka, Khalid segera melakukan serangan.

Khalid langsung menempatkan pasukannya di atas bukit. Seketika, serangan dilancarkan, membuat pasukan Islam berantakan.

Lambat laun, hati Khalid tergerak. Dia berubah dan memutuskan memeluk Islam. Bahkan, dia mendapat julukan sebagai ‘Pedang Allah’.

Pada tahun ke delapan Hijriah, Khalid pergi ke Madinah untuk bertemu Rasulullah dan mengucapkan kalimat syahadat. Hal yang pertama dia minta kepada Nabi Muhammad SAW adalah mendoakan dia agar Allah mengampuni segala dosanya di masa lampau terhadap umat Islam.

Lihat Juga :  Baru Separuh CJH Lunasi BPIH, Pelunasan akan Masuki Tahap Kedua

Rasulullah pun mengatakan kepada Khalid, keputusannya memeluk Islam berarti segala dosanya telah diampuni oleh Allah SWT. Khalid berbalik menjadi pejuang Islam.

Perang Mu’tah adalah pertempuran pertama kali yang dijalankan Khalid sebagai tentara Islam. Kala itu, umat Islam harus berperang melawan pasukan Romawi yang telah membantai umat Islam di wilayah Levant.

Kala itu, kekuatan kedua belah pihak sangat tidak seimbang. Kerajaan Romawi mengerahkan 200 ribu pasukan, sementara pasukan Muslim hanya diperkuat oleh 3.000 pejuang.

Rasulullah pun mendaulat tiga sahabat menjadi panglima perang secara bergantian dengan mengamanatkan panji La Ilaaha Illallah kepada mereka. Mereka adalah Jafar bin Abi thalib, Zaid bin Haritsah, dan Abdullah bin Rawahah.

Ketiganya gugur di medan pertempuran. Akibatnya, terjadi kekosongan komando pada pasukan Islam. Menghadapi hal itu, salah satu sahabat Nabi, Tsabit bin Al Arqam segera memungut panji dan meminta seorang dari pasukan Muslim untuk menjadi panglima perang.

Lihat Juga :  Opick Ajak Umat Islam Berkurban

Seluruh pasukan bersepakat mengangkat Khalid bin Walid sebagai panglima perang. Mendapat amanah itu, Khalid merasa ragu, mengingat ia baru saja memeluk Islam.

Khalid pun mengatakan Tsabitlah yang pantas memimpin pasukan. Tsabit dan para pejuang Islam berkeras Khalid harus memimpin pasukan. Ini karena Khalid memiliki pengalaman tempur yang mumpuni.

Di saat pasukan Islam hampir mengalami kekalahan, tidak ada pilihan lain bagi Khalid selain mundur dan menarik pasukan. Tetapi, keputusan itu justru memberikan kesempatan pada Khalid untuk mengubah strategi tempur.

Dia pun merombak sayap kanan dan kiri pasukan Islam. Saat bertempur, barisan utama pasukan maju lebih dulu, kemudian barulah sayap kanan dan kiri bergabung. Strategi ini cukup jitu. Musuh pun mengira pasukan Islam seperti mendapat tambahan pasukan.

Perang pun berhasil dimenangkan pihak Islam, lalu Khalid memerintahkan seluruh pasukan kembali ke Madinah. Mendengar kabar itu, Rasulullah pun menyematkan gelar Syaifullah atau Pedang Allah kepada Khalid.

Dalam kepemimpinan militer Muslim, Rasulullah bersabda, ” Lalu pedang itu digenggam oleh Pedang Allah.”(*/sumber: Al Arabiya)

Back to top button