Mencermati Kebangkitan PKI Pasca-Reformasi

PALEMBANG, AsSAJIDIN.Com — Memasuki reformasi, banyak upaya dari orang –orang yang menginginkan paham Komunis untuk hidup kembali di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu upaya yang dilakukannya adalah melalui jalur politik yakni melalui usaha pencabutan Tap MPRS no XXV/MPRS/1966, dalam sidang umum MPR tahun 2003, melalui jalur hukum, gugatan class action PKI melalui pengadilan negeri Jakarta Pusat pada Agustus tahun 2005, jalur non yudicial dengan disahkannya UU KKR no 27 tahun 2004, sebagai pintu masuk PKI untuk dapat eksis, jalur pendidikan kurikulum sejarah berbasis kompetensi tidak lagi mencantumkan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948 dan 1965.
“Dari berbagai upaya tersebut tidak ada yang berhasil, kecuali pasal 60 huruf g UU Pemilu tahun 2003. Saya berharap, TNI, POLRI, Umat Islam dan seluruh rakyat Indonesia dapat turut aktif memantau setiap gerakkan yang mengarah pada paham komunis ini, apa pun namanya, PKI dan ajaranya tidak berhak untuk hidup di Indonesia,” kata Saharuddin Daming, Anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), sebagaimana di kutip AsSajidin dari Hidayatullah.com.
Darming menjelaskan jika Temuan Tim Adhoc Komnas HAM tentang Hasil Laporan Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Dalam Peristiwa 1965 yang memberi kesimpulan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) dinilai sebagai korban adalah sesuatu yang keliru, dan sangat tidak adil. Padahal melihat fakta sejarah , justru PKI adalah dalang dari penculkan, pemerkosaan, pembunuhan, pembakaran Al-Quran dan Pembantaian Tokoh Kyai. Oleh sebab itu wajar, jika rakyat Indonesia terkhusus umat Islam sangat peduli dan turut mencermati kebangkitan PKI yang pasca reformasi kian berani menampakkan diri.
“ Seharusnya yang menjadi tersangka itu justru PKI, karena pelaku pelanggaran HAM berat itu awalnya dari sikap makar yang dilakukannya terhadap negara, sedangkan rakyat dan bangsa Indonesia hanya melakukan pembelaan diri saja. Tidak hanya itu, peristiwa tahun 1948 dan 1965 adalah peristiwa yang paling melukai kemerdekaan kita. Dan ditahun itu, PKI melakukan pembunuhan massal disertai kudeta, perampasan harta benda, pemerkosaan dan penculikan terhadap Tokoh Kyai yang itu di lakukan di berbagai tempat seperti Banyuwangi, Madiun, hingga sampai pembunuhan para jendral yang kita kenal dengan peristiwa G30 S PKI tersebut,” ungkapnya.
Menyikapi hal itu, Ustadz Umar Said, yang juga Ketua Forum Umat Islam (FUI) Sumsel kepada AsSajidin beberapa waktu lalu mengungkapkan jika, pasca reformasi benih-benih kemunculan PKI kian kencang terdengar dalam segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Bahkan sejak Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden 2014 silam isu kebangkitan PKI pun sempat berhembus turut andil dalam pesta demokrasi tersebut untuk melancarkan kepentingannya, meskipun hal ini belum bisa dibuktikan. Namun jika melihat pergerakan poitik yang tercipta akhir-akhir ini nampaknya tidak salah jika banyak orang berpendapat kebangkitan PKI benar-benar ada.
” Kalau kita melihat pergerakan politik yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo terhadap dua negara komunis seperti Cina dan Vietnam yang secara intens melakukan komunikasi dan kerja sama. Maka tidak mustahil jika hal ini justru memberi ruang kemungkinan paham komunis tersebut dapat kembali di Indonesia Akan tetapi, selagi Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI masih berlaku, maka segala hal yang berbau paham komunis merupakan hal yang sangat diharamkan dan terlarang di Republik ini,” tegasnya.
Lebih lanjut Ustadz Umar menegaskan meskipun dalam melindungi negara ada di pundak Tentara Republik Indoensia (TNI) dan Polisi namun, perlunya pengawasan oleh Umat Islam, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tentu akan sangat bermanfaat dalam mengantisipasi segala kemungkinan bangkitnya PKI.
” Senayan harus peka terhadap kinerja pemerintah, jangan sampai sejarah kelam pemberontakan PKI terulang kembali. Ingat ya, peristiwa pemberontakan PKI itu adalah sejarah kelam bangsa ini. Dimana disitu terjadi, penculikan, pembunuhan dan penyiksaan para Jenderal, Pembantaian Umat Islam di Madiun dan pelecehan agama dengan pembakaran-pembakaran Al-Qur’an. Bukan itu saja, PKI bahkan berusaha mengubah konstitusi Negara ini berdasarkan komunisme,” tutupnya.(*)
Penulis: Jemmy Saputera