KISAH

Nikah Siri Dalam Timbangan Al Qur’an dan As Sunnah

Oleh : Albar Sentosa Subari (Pegiat Literasi Islam )

AsSajidin.com Palembang—-Kata SIRRI, makna etimologi nya; perkara yang dirahasiakan. Bentuk jamaknya merahasiakan dan menyembunyikan.
Atas dasar itu, pernikahan siri adalah pernikahan yang dirahasiakan dan disembunyikan kejadian nya. Saat berlangsungnya akad nikah, para saksi diminta untuk menutupi atau orang orang diminta untuk melakukan hal hal yang akan dijelaskan.

Nikah siri ada dua bentuk.
Pertama:

Pernikahan dilangsungkan antara mempelai wanita dan lelaki saja, tanpa kehadiran saksi. Kemudian mereka saling berwasiat untuk merahasiakan pernikahan tersebut.

Jenis pernikahan ini BATIL ( tidak sah) dalam pandangan kebanyakan ulama fikih, karena tidak memenuhi persyaratan persyaratan nya, yaitu unsur wali, dan saksi saksi. Ini termasuk hubungan perzinaan dan perencanaan( Ibnu Rusyd, Bidayah Al Mujtahid 4/232, Makmu Al Fatawa, Ibnu Taimiyah 32/102, 126).
Yang tertuang dalam firman Allah yang artinya

” ….. sedang merekapun wanita wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan ( pula) wanita yang mengambil laki laki lain sebagai piaraannya ( An – Nisa; 25).

Namun, jika dua saksi menyakitkan akad nikah antara mempelai lelaki dan wanita, sementara wali wanita tidak hadir, dan mereka ( yang hadir) saling berpesan untuk menutup nutupinya dari pengetahuan wali wanita dan masyarakat pada umumnya, bentuk ini juga termasuk nikah siri yang BATIL ( tidak sah) pada pandangan jumhur ulama. Dan inilah pendapat yang shahih lantaran ketiadaan wilayah ( wali), karena itu termasuk kategori konteks larangan Rasulullah pada nikah siri

Lihat Juga :  Kisah Abdurrachman bin Auf yang Selalu Menangis karena Hartanya

Bentuk kedua

Pernikahan berlangsung dengan rukun-rukun dan syarat syarat yang lengkap, seperti ijab kabul, wali dan saksi saksi. Akan tetapi mereka itu ( suami , isteri, wali dan saksi saksi) satu kata untuk merahasiakan pernikahan dari pengetahuan masyarakat ( tercatat di kantor urusan agama).
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum pernikahan ini menjadi dua.
Jumhur ulama dari kalangan ulama Mazhab Hanafi, Syafei dan Hambali memandang pernikahan ini sah, namun MAKRUH
Karena menyembunyikan ( publikasi) pernikahan tetap dihukumi makruh agar tidak muncul tuduhan miring kepada mereka berdua ( al-Bada’i, Al -Kasani, 2/253 , Al -Umm, as Syafi’i, 5/22)

Mazhab Maliki berpendapat: bahwa pernikahan tersebut BATIL lagi rusak ( fasakh). Pandangan ini merupakan salah satu riwayat dari imam Ahmad.( Lihat Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 33/158, Ibnu Rusyd, 4/232).

Lihat Juga :  Wisata Religi di Aceh (3) : Makam Syiah Kuala yang Melegenda dan Mendunia 

Alasannya, misi dari persaksian adalah pemberitahuan dan sosialisasi, ia merupakan salah satu syarat sahnya pernikahan. Dengan adanya permintaan untuk dirahasiakan berarti tidak terwujud misi pemberitahuan dan sosialisasi ( terutama pada pihak pihak yang berkepentingan langsung: isteri yang sah lainnya atau suaminya).

Dan juga karena merahasiakan hubungan pernikahan termasuk ciri ciri perzinaan. Manakala pernikahan yang sudah diminta untuk disembunyikan mirip praktek perzinaan, maka akibatnya rusak secara hukum. Inilah pernikahan siri menurut ulama Maliki.

Pendapat yang rajin, bahwa nikah siri jenis kedua merupakan pernikahan yang sah, karena rukun,syarat telah sempurna, kendatipun tidak disosialisasikan secara umum. Karena kehadiran wali dan saksi saksi telah dinilai sebagai bentuk solidaritas yang mengeluarkan pernikahan itu dari sifat kerahasiaan nya.

Semakin gencar sosialisasi, maka akan lebih utama. Oleh karenanya, di makruh kan merahasiakan pernikahan suami istri tidak dipandang dengan penuh kecurigaan dan mendapat prasangka buruk orang lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button