Hikmah: Ketika Bacaan (Dialek) Alquran Syaidina Umar dan Hisyam bin Hakim Berbeda, ini Sikap Bijak Rasulullah
AsSAJIDIN.COM – Imam syafi’i dalam kitab Al-Risalah-nya [hlm 266] mengatakan, bahwa semua sesuatu yang ada di dunia ini tidak terlepas dengan perbedaan, temasuk Al-Qur’an sebagai sumber yang paling otoritatif dalam Islam masih mengalami perbedaan baik dari segi bacaan maupun dalam memahaminya. Perbedaan tersebut tidak lain merupakan rahmat dari Tuhan. Tentu, perbedaan yang terjadi dalam Al-Qur’an hanya berkisar secara lafaz atau retorika kata tidak sampai merubah subtansi dari Al-Qur’an itu sendiri. Sahabat Umar dan Hisyam juga pernah berbeda bacaan Al-Qur’an.
Sebagaimana kisah yang diriwayatkan imam Syafi’i, bahwa suatu ketika Sayyidina Umar mendengar salah seorang sahabat membaca Al-Qur’an tidak sama dengan yang ia baca. Padahal, Umar sudah berguru langsung (talaqqi) kepada Nabi Muhammad saw. Dengan semangat beragama yang tinggi, Umar sangat tidak terima mendengar bacaan tersebut karena dianggap meremehkan Al-Qur’an.
Sahabat yang membaca Al-Qur’an yang tidak sama dengan bacaan Sayyidina Umar itu adalah Hisyam bin Hakim bin Hazm Al-Qursyi Al-Asdi. Tepatnya, surah yang dibaca oleh beliau adalah surah Al-Furqan. Mendengar itu, Umar hampir saja melabrak Hisyam karena menurut pandangannya bacaan Hisyam salah sebab tidak sesuai dengan Al-Qur’an yang diterima oleh Umar dari Nabi. Umar tanpa pikir panjang dan tidak melakukan klarifikasi terlebih dulu ingin sekali menghajarnya namun Sayyidina Umar mengurungkan niat untuk melabrak langsung karena Hisyam masih asyik menghayati bacaannya. Beliau-pun menunggu Hisyam selesai membaca.
Setelah Hisyam telah selesai membaca Al-Qur’an, tanpa sepatah katapun, Umar langsung memegang kerah baju Hisyam dan meyeretnya menemui Nabi. Sementara itu, Hisyam sangat kaget. Betapa tidak, selesai baca Al-Qur’an ternyata Umar datang tanpa sepatah kata langsung mengambil baju kerahnya dan menyeretnya. Hanya saja, Hisyam memilih diam karena takut kepada Sayyidina Umar.
Sampai di hadapan Nabi Muhammad, Umar langsung mengadukan apa yang telah dibaca oleh Hisyam tentang Al-Qur’an. Mendengar penjelasan Umar, Nabi Muhammad mencoba mengklarifikasi kepada Hisyam apakah betul apa yang diadukan oleh Umar tersebut dan Hisyam meng-iyakan.
Oleh karena itu, Nabi memerintahkan kepada Hisyam untuk mengulang bacaannya sebagaimana ia membaca surah Al-Furqan sesuai dengan yang didengar oleh Umar. Setelah Hisyam membaca, ternyata Nabi Muhammad mengakui bahwa memang demikian Al-Qur’an diturunkan sebagaimana Hisyam membacanya.
Maka sikap Sayyidina Umar pun kaget, jangan-jangan hafalannya yang keliru. Oleh sebab itulah, Nabi juga memerintahkan Umar untuk membacanya sebagaimana hafalan Umar yang telah diterima dari Nabi langsung. Setelah Nabi mendengar bacaan Umar maka Nabi juga mengafirmasi, Nabi turut membenarkan pula apa yang dihafal oleh Umar meskipun berbeda dengan yang dihafal oleh Hisyam. Maka Nabi Muhammad bersabda;
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh macam dialek. Maka bacalah yang mudah untuk kalian dari tujuh macam dielek itu” [H.R. Muslim]
Imam Nawawi saat mengiterpretasi hadis ini mengatakan bahwa sebab Al-Qur’an diturunkan dengan corak yang banyak agar mempermudah dan meringankan kepada umat. [imam Nawawi, Syarah Muslim: 6/99]
Dari cerita di atas, banyak ibrah (pelajaran) yang dapat kita ambil. Kita jangan sampai menyalahkan seseorang atau kelompok lainnya karena berbeda dengan pandangan kita selama perbedaan itu masih wajar. Hendaknya, setiap kali ada persoalan jangan langsung menghakimi sebelum klarifikasi permasalahannya. Ada semacam quote dari imam Syafi’i yang masih relevan untuk kita pegang, khususnya di dunia yang plural. Beliau mengatakan dalam Al-Risalahnya [268], “jika dalam Al-Qur’an saja oleh Allah masih diberikan peluang berbeda (yang tidak sampai merubah subtansi Al-Qur’an) sebagai rahmat Tuhan, maka selain Al-Qur’an lebih banyak lagi peluang untuk berbeda”. Wallahu A’lam.(*/sumber: bincangsyariah)