Menjadi Seorang Guru, Hendaklah Rendah Hati
Oleh: Ir. Salamah Syahabudin, MP ( Guru SIT AlFurqon Palembang )
Rendah hati termasuk dalam sikap yang terpuji, karena orang yang rendah hati tidak menyombongkan diri di hadapan manusia lain. Dalam bahasa Arab, rendah hati disebut juga tawadhu dengan arti sikap yang menyayangi terhadap sesama dan patuh kepada perintah Allah.
Biarpun seseorang itu tahu bahwa dirinya memiliki kelebihan dan kemampuan, namun ia menyadari bahwa semua kelebihan tersebut adalah karunia dari Allah Subhanahu wata’ala yang bisa sekejab saja hilang jika Allah SWT berkehendak. Dengan tawadhu yang selalu tertanam di dalam diri, maka seorang muslim akan tunduk pada kebenaran yang disampaikan oleh pihak lain yang lebih sesuai dan berdasar pada Al-Quran dan hadis, walau pendapatnya sendiri berbeda dengan kebenaran yang disampaikan tersebut.
Firman Allah yang artinya: “Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS. Al-Hijr: 88). Seorang pemimpin atau kalau guru kita kategorikan sebagai pemimpin dalam sekolah atau dalam rangka pendidikan, jika memiliki sikap tawadhu, maka ia akan jauh dari sikap zalim, arogan dan tidak sewenang-wenang terhadap siapapun, bahkan selalu merendahkan diri kepada muridnya.
Murid Menjadi Semangat
Murid, adalah anak-anak yang memiliki rentang waktu dalam perkembangan jiwa dan fisiknya. Karenanya, tidak selamanya seorang murid atau anak didik, selalu memiliki kemampuan sikap tegas dank eras dari gurunya. Ada kalanya, seorang anak yang masih labil, ingin diemong, ingin dibanggakan dan ingin memperoleh sikap kasih saying dari gurunya.
Sikap rendah hati dari seorang gurulah yang dapat memberikan perhatian sebagaimana yang diharapkan oleh anak didik atau murid tersebut. Dengan rasa rendah hati sang guru, maka anak merasa bahwa dirinya sangat dekat dan merasa mendapat perhatian bahkan memperoleh penghargaan yang amat besar dari gurunya. Bisa jadi gairah belajar dan menekuni pendidikan akan semakin kuat tertanam dalah jiwanya.
Dalam firman Allah – QS. Asy-Syu’araa’ ayat 215 Allah menyebutkankan artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS. Asy-Syu’araa’: 215).
Rendah hati berbeda dengan minder (rendah diri). Laman Tirto.id, yang menerbitkan artikel Cicik Novita menulis, perlu diingat bahwa rendah hati adalah sikap yang terpuji sementara minder atau rendah diri bukanlah sikap terpuji. Rendah hati bukan kehinaan namun merupakan sikap yang dianjurkan untuk meraih kemuliaan dan keselamatan dunia akhirat. (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299). Ibnu Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341, rumaysho .com)
Surah Al-Furqan: 63 Allah menjelaskan lebih lanjut tentang sikap rendah hati “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. (QS. Al-Furqan: 63)
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Tidak akan masuk surga siapa yang dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar zarrah”. (HR. Muslim).
Agar tak Hati Lembut
Tawadhu (rendah hati ) mencegah seseorang menjadi sombong, karena sejatinya yang berhak sombong di dunia ini hanya Allah Subhanahu wata’ala saja, karena Dia adalah pemilik segala dan menciptakan semua yang ada di alam semesta. Sikap sombong dan memalingkan wajah dari seseorang karena merasa lebih baik, terlarang untuk dilakukan. QS. Luqman: 18 menjelaskan hal tersebut: Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18).
Merujuk pada tafsir Jalalain, yang diambil dari tabsirweb.com, makna dari ayat tersebut adalah orang yang tawadhu berjalan di muka bumi dalam keadaan haunan yaitu dalam keadaan tenang dan tidak angkuh. Pun seorang guru, hendaklah dalam menjalankan profesinya, harus memiliki sikap rendah hati, agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat terwujud. Apalagi, disebutkan bahwa rendah hati akan membuat orang lain atau dalam hal ini murid, atau anak didik, akan dengan mudah menerima bahan pelajaran atau ilmu yang disampaikan gurunya.
Sikap rendah hati inilah kiranya yang amat baik untuk diteladani oleh para guru, -secara spesifik- agar seluruh mired yang diajarnya dapat dengan mudah menerima apa-apa saja yang diajarkan atau yang disampaikan berupa ilmu kepada murid-muridnya.
Guru yang rendah hati juga gambaran guru yang sabar. Kesabaran guru dalam menghadapi sikap dan perilaku para siswa sangat penting. Jika guru tidak memiliki sifat sabar, tujuan kegiatan belajar dan mengajar tidak akan tercapai dengan baik.
Terkait kesabaran guru, ada kisah antara murid dengan guru yang perlu menjadi teladan bagi semua. Yaitu kisah Imam Syafii dan Imam Al Baihaqi. Di mana ada seorang murid dengan daya tangkap rendah telah mengulang satu mata pelajaran hingga 39 kali, itupun si murid masih belum paham. Tetapi sang guru tetap dengan sabar dan telaten mengajari muridnya tersebut. Pesan yang disampaikan dalam kisah tersebut adalah, guru harus sabar dan jangan sampai berfikir bahwa yang bisa memahamkan suatu pelajaran terhadap murid adalah guru, karena yang bisa memahamkan hanya Allah. Sabar sebagaimana diterangkan- adalah bentuk kerendahan hati guru, bersedia menerima dan tekun dalam menyampaikan ilmunya.(*)