Bukan Bulan Sial, inilah Empat Keutamaan Bulan Safar

AsSAJIDIN.COM — Bulan ini kita masih dalam suasana bulan Safar. Safar merupakan bulan kedua tahun hijriyah. Orang-orang arab mendefinisikan safar sebagai kekosongan. Hal ini didasarkan pada sejarah Islam di tanah arab yang menjelaskan kebiasaan masyarakat di zaman dahulu yang kerap mengosongkan rumahnya untuk pergi berperang pada bulan safar. Selain itu, orang arab Jahiliyan menyakini bulan safar merupakan bulan yang penuh malapetaka dan bala.
Sayangnya, safar diyakini oleh sebagian umat Islam sebagai bulan diturunkannya bala, sial dan musibah sehingga melahirkan khurafat di dalam keyakinan umat Islam sebagian. Beberapa khurafat bulan safar diantaranya :
Islam tidak mengajarkan khurafat atau takhayul, kepercayaan pada hari-hari sial tentu saja di larang dalam Islam karena apa saja yang terjadi pada manusia merupakan kehendak dari Allah SWT.
Rasulullah SAW juga telah membantah kesialan pada bulan Safar. Dalam hadits dijelaskan :
“Tidak ada wabah dan tidak ada keburukan binatang terbang dan tiada kesialan bulan Safar dan larilah (jauhkan diri) daripada penyakit kusta sebagaimana kamu melarikan diri dari seekor singa.” (HR. Bukhari).
“Tiada kejangkitan, dan juga tiada mati penasaran, dan tiada juga Safhar”, kemudian seorang badui Arab berkata: “Wahai Rasulullah SAW, onta-onta yang ada di padang pasir yang bagaikan sekelompok kijang, kemudian dicampuri oleh Seekor onta betina berkudis, kenapa menjadi tertular oleh seekor onta betina yang berkudis tersebut ?”. Kemudian Rasulullah SAW menjawab: “Lalu siapakah yang membuat onta yang pertama berkudis (siapa yang menjangkitinya)?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam bersabda: “.Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim)
Ibnu Mas’ud RA pernah berkata: “Jika kesialan terdapat pada sesuatu maka ada di lidah, karena lidah adalah salah satu indera manusia yang sering dibuat maksiat.”
Allah Ta’ala juga telah menjelaskan dalam firmanNya di Al-Quran:
“Katakanlah (wahai Muhammad), tidak sekali-kali akan menimpa kami sesuatu pun melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung yang menyelamatkan kami dan kepada Allah jualah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.” (QS. At-Taubah 51).
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghabun: 11)
“Allah-lah yang menciptakan, mengatur, menguasai, mengizinkan segala sesuatu terjadi sesuai dengan takdir-Nya”. (QS. Yunus: 31-33).
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus : 107).
“Jika kamu ditimpa musibah, maka katakanlah “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (kita ini milik Allah, dan kepada-Nya kita kembali)” (QS. Al Baqarah : 156).
“Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” (Al-Mursalaat: 22-23).
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”” (QS. Al An’am:59).
Sebagai manusia yang beriman kepada Allah SWT, menyakini bahwasanya Qada dan Qadar-Nya Allah SWT merupakan penentu dari segala hal yang terjadi. Kita percaya bahwa sebanyak apapun peristiwa atau musibah yang diturunkan kepada Allah SWT di bulan safar, bukanlah otomatis menjadikan bulan Safar merupakan bulan sial, justru sebaliknya merupakan kasih sayang Allah SWT kepada umat-Nya. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita menghilangkan anggapan bahwa bulan Safar merupakan bulan sial, musibah, atau bala.
Bulan Safar bukanlah bulan yang penuh kesialan, sebaliknya didalamnya justru mengandung berbagai macam keutamaan, berikut beberapa keutamaanya.
1. Memperkuat Keimanan
Bagi orang mempunyai iman yang kuat, mereka menganggap bahwa bulan Safar adalah momentum yang baik untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah dan merenungkan kekuasaan Allah SWT
2. Yakin akan ketetapan Allah SWT
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini merupakan kehendak dari Allah SWT. Inilah yang harus ditanamkan bahwa segala bentuk kenikmatan dan musibah datang dari Allah SWT. Manusia sebagai makhluk Allah sudah sepatutnya bersabar dan tawakkal atas apa saja yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya.
“ Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk ke dalam hatinya dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (At-Taghabun ayat 11).
3. Menghindari dari hal-hal yang bertentangan dengan ketauhidan
Rasulullah SAW bersabda yang artinya; “Barangsiapa yang keperluannya tidak dilaksanakan disebabkan berbuat thiyarah, sungguh ia telah berbuat kesyirikan. Para sahabat bertanya, ’Bagaimanakah cara menghilangkan anggapan (thiyarah) seperti itu?’ Beliau bersabda; ’Hendaklah engkau mengucapkan (doa), Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali itu datang dari Engkau, tidak ada kejelekan kecuali itu adalah ketetapan dari Engkau, dan tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau’.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani).
4. Meningkatkan ketaqwaan dan semakin bertawakkal kepada Allah SWT
Dengan menyadari bahwa segala sesuatu adalah kehendak dari Allah SWT maka ketakwaan juga akan meningkat. Kita semakin khusyu dalam beribadah shalat fardhu karena tidak ada tujuan ibadah selain mendapat ridha dari Allah SWT.(*/sumber:mihrabqolbi.com)